77

4.3K 308 55
                                    


"Sepertinya kita terlambat selangkah lagi Tuan," ucap Glen melihat ke arah luar rumah Stevani.

Daniel diam menatap penuh arti ke luar sana, nafas berhembus pelan, "Bukan hari keberuntungan kita Glen," ucapnya.

"Lalu akan bagaimana Tuan setelah ini?" tanya Glen.

"Apa perlu kita paksa masuk? Lalu membawa paksa Stevani seperti dulu?" tanya Daniel, "Itu akan membuatku semakin dibenci oleh wanita itu," lanjutnya.

Glen memilih diam tidak menjawab ucapan Daniel. Mereka sama-sama menatap keluar jendela. Rumah sederhana dengan halaman penuh bunga. Daniel menatap rumah itu dengan tatapan penuh arti dan harap.

"Mereka keluar Tuan," ucap Glen saat melihat Marvin dan Darwin keluar, "Apa mereka akan pergi?" tanya Glen. Daniel diam dan mengamati.

"Sepertinya mereka semua di usir oleh Stevani," ucap Daniel saat melihat Marvel keluar paling terakhir.

"Apa ini hal bagus Tuan?" tanya Glen.

"Tunggu sampai mereka meninggalkan rumah, kita bisa masuk setelahnya." Jawab Daniel

Glen mengangguk paham, "Baik Tuan."

"Aku datang Van," lirih Daniel dengan senyum tipisnya.

❤❤❤

Stevani mengatur emosinya sesaat setelah kepergian 3 bersaudara itu, ia merasa begitu marah atas lancangnya Marvin yang menyuruh Marvel datang tanpa sepengetahuannya. Jika ia tahu bahwa Marvin berencana membawa Marvel ke rumahnya sudah pasti akan di tolak mentah-mentah. Sayang, nasi sudah menjadi bubur baru 10 menit yang lalu kepergian mereka.

"Aku belum siap kembali padamu Vel, mengertilah," gumam Stevani, "Aku bersikap seperti ini bukan karena aku sudah tidak mencintaimu, aku sangat mencintaimu dan anak kita." Lanjutnya

Stevani membuang napasnya, dirinya memang belum siap jika harus kembali pada Marvel saat ini. Entah alasan apa yang membuatnya belum siap, padahal ini sudah satu tahun lamanya mereka tidak berkabar sama sekali.

Tatapan matanya menatap bingung pada bunyi ketukan pintu, jangan lagi Marvel datang atau semua akan semakin sulit untuk kembali seperti semula. Stevani beranjak dari duduknya, melangkah ragu menuju pintu depan. Siapa lagi sekarang batinnya.

"Hai," sapa pelaku pengetuk saat pintu sudah terbuka. Mata Stevani melebar setelah tahu siapa yang datang menemuinya.

"Daniel," gumamnya.

Daniel tersenyum, "Sudah lama, Van," ucapnya.

Stevani masih berdiam dengan pikirannya sendiri. Bagaimana bisa Daniel tahu tentang tempat tinggalnya saat ini. Sepertinya Stevani melupakan status berkuasa dari Daniel. Dan memang pada kenyataannya selama ini dirinya seperti orang bodoh yang sama sekali tidak tahu bahwa sudah diikuti oleh Glen anak buah Daniel.

"Bolehkah aku masuk?" tanya Daniel dengan senyum mengembangnya.

Stevani tersentak bangun dari lamunannya, "Oh, silahkan masuk," persilahkannya, "anak buahmu suruh masuk juga tidak apa."

Daniel menggeleng, "Tidak perlu, Glen cukup kuat dengan udara di Kota ini."

Stevani menatap Glen, memastikan sesuatu. "Tidak masuk juga Glen?" tanyanya

Glen menunduk hormat, "Tidak perlu Nyonya, saya akan berjaga disini."

"Sudah? Sekarang boleh masuk?" tanya Daniel

Stevani beralih menatap Daniel malas, "Masuklah."

Stevani mundur sedikit untuk memberikan ruang agar Daniel masuk terlebih dulu. Adat Tamu masuk terlebih dahulu. "Masuklah nanti Glen, jangan sungkan aku bukan majikanmu."

MARRIAGE CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang