51

5.1K 244 14
                                    

"Marvel?" panggil Tasya.

Marvel memijit pelipisnya.

"Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu disini."

"Aku mencintaimu dari dulu," cicit Tasya.

"Aku tidak peduli," ketus Marvel.

"Bagaimana bisa? Kita sempat tinggal berdua selama 2 bulan di italy jika kau lupa."

"Benarkah? Mungkin kamu terlalu berimajinasi." Marvel yang kembali duduk.

Tasya melangkah mendekat. Ia berdiri tepat didepan meja Marvel. Marvel kembali fokus pada berkas-berkas itu, pekerjaannya begitu banyak hari ini.

"Kembali padaku atau aku akan bilang pada Tante dan Om kalau kita pernah tinggal bersama."

Marvel mengembuskan napasnya, ia mendongak.

"Silahkan. Maka saat ini juga aku akan menghancurkan karirmu sebagai model. Bukankah sekarang lagi banyak job," ucapnya lalu kembali pada kertas depannya.

Tasya menggigit bibir bawahnya.

"Kapan kamu akan melihatku sebagai wanita Vel?"

Marvel memandang sinis Tasya. "Bagaimana bisa aku melihatmu sebagai wanita. Kau saja dengan sendirinya menawarkan dirimu padaku malam itu."

Tasya menatap bingung ke arah Marvel.

"Apa maksudmu?" tanya Tasya.

"Maksudku? Apa perlu ku jelaskan malam pertunangan Kakakmu?" tanya Marvel angkuh.

Tasya menggeleng. Marvel tersenyum sinis.

"Pergilah. Kerjaanku masih banyak."

Tasya mengembuskan napasnya.

"Baiklah, aku akan menemuimu nanti. Aku mohon kembali padaku dan lepaskan Stevani. Sepertinya Daniel menyukai wanita itu."

"Tidak akan pernah."

"Kenapa? Kamu mencintainya?" tanya Tasya.

"Pergilah Sya, aku sedang banyak kerjaan."

"Kamu mencintainya?" tanya Tasya sekali lagi.

Marvel mengembuskan napasnya lalu mendongak.

"Iya aku mencintainya, puas?" jawabnya.

Tasya menahan emosinya, ia tidak ingin membuat Marvel semakin menjauh darinya. Akan sulit bukan kalau Ia marah lalu Marvel mendepaknya jauh-jauh.

"Kamu sudah ke makam Kak Siska? Temani aku kesana."

"Tidak bisa, aku sibuk," tolak Marvel.

"Baiklah, Kak Vani mungkin mau menemaniku."

Marvel mendongak saat nama istrinya disebut.

"Baiklah. Kapan? Aku akan mengantarmu."

Tasya tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya hanya dengan menyebut nama Stevani cukup membuat Marvel goyah.

"Besok jemput di Apartment ku ya?"

Marvel mengerutkan dahinya, "Apartment? Kamu punya Apartment disini?"

"Iya aku akan pindah ke Jakarta sepertinya. Beberapa Jobku akan sering syuting disini. Jadi lebih baik aku membeli salah satu Apartment disini."

"Apa kamu tidak akan membocorkan soal hubungan kita?" tanya Marvel.

Tasya menghendikkan bahunya.

"Tergantung. Kalau kamu mau melepaskan Stevani dengan suka rela maka aku tidak perlu repot-repot membongkar semuanya."

"Pulanglah. Aku sibuk."

"Kamu mengusirku?"

Marvel memijit pelipisnya. Ia jengah dengan semua ini. "Pergilah! Kerjaanku banyak." Marvel meninggikan suara.

"Baiklah. Aku pergi dulu." Tasya mengalah.

Sepertinya berbicara dengan Marvel saat ini hanya akan berdampak buruk padanya. Ia pun segera pergi dari ruangan Marvel.

Marvel berharap hubungannya dengan Stevani baik-baik saja. Ia harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum Ia benar-benar kehilangan Stevani. Orang yang perlu ia urus terlebih dahulu adalah Tasya. Jika Tasya mengatakan tentang kejadian di Italy pada Stevani, kemungkinan terburuk adalah Stevani akan meninggalkannya.

MARRIAGE CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang