44

6.2K 303 55
                                    


"Minum ini dulu," suruh Marvel.

Marvel menyodorkan air putih yang sudah tersedia di nakas. Stevani sudah berhenti menangis, Ia meneguk air putih hingga tadas. Mereka duduk dipinggiran ranjang karena memang kamar yang mereka tempati tidak terlalu besar jadi tidak terdapat sofa disana.

Marvel terus menatap gerak gerik dari istrinya, wajah khawatirnya terlihat begitu jelas. Stevani dan Brandon merupakan teman dari kecil, bahkan mereka tetap berhubungan baik hingga Stevani mengetahui kenyataannnya. Brandon tidak pernah menyakiti Stevani, ia pria baik menurutnya.

"Sudah tenang?" tanya Marvel.

Stevani mengangguk.

"Mau tidur sekarang?" tanya Marvel.

Stevani menggeleng. Keadaan kembali hening hanya Marvel yang tetap setia menatapnya.

"Boleh aku bertanya padamu?" tanya Stevani.

Tangan Stevani mencekram rok yang ia kenakan.

"Boleh."

"Apa kamu tahu kenapa Papaku jadi sakit-sakitan seperti itu?" tanya Stevani. Ia menoleh ke arah Marvel, menatap sayu suaminya.

"Itu-"

Marvel menatap istrinya lekat-lekat.

"Aku mohon," lirih Stevani dengan wajah lusuhnya.

Marvel menatapnya penuh iba, ada rasa sakit tersendiri melihat wanita didepannya begitu terluka.

"Aku takut itu bukan hak ku untuk memberitahumu sayang," balas Marvel dengan nada begitu lembut.

Mata Stevani mulai berkaca-kaca kembali.

"Aku mohon, aku hanya ingin tahu, aku mohon Vel," pinta Stevani dengan nada bergetar.

Tanpa disengaja air matanya keluar, begitu deras diikuti dengan isakan yang tertahan. Marvel menarik lengan Stevani, merengkuk tubuh wanita itu, mendekapnya membelai surai rambut Stevani dengan lembut. Stevani menyandarkan kepalanya di dada bidang Pria itu, mencari kenyamanan disana. Isakan Stevani semakin kencang, seperti Ia terdorong untuk menumpahkan semua sesak didadanya. Semua kenyataan, kepedian yang baru saja Ia terima.

"Baik, aku akan memberitahumu tapi aku mohon berhentilah menangis, aku ikut terluka melihatmu seperti ini." Marvel mengusap lembut punggung istrinya.

Stevani melerai pelukan suaminya.

"Sungguh?" tanyanya. Marvel mengangguk.

Stevani menyeka air matanya.

"Baik aku tidak akan menangis."

Marvel menatap lekat ke arah Stevani, dipandangnya begitu dalam pemilik mata abu itu. Stevani membalas tatapan Marvel. Mereka saling mencintai itu yang terlihat, sorot mata mereka tidak akan bisa berbohong seperti lisan.

Marvel mulai bercerita tentang semua yang sudah Ia temukan. Ia tidak menemukan fakta tentang Brandon sama sekali, yang ia ketahui hanya Brandon adalah anak Hendra tapi ada yang aneh menurutnya, entah apa itu ia belum menemukan keanehan itu. Penyebab Anton menjadi sakit-sakitan.

Semuanya sudah tersampaikan dengan lengkap pada wanita itu, hingga mereka tidak sadar bahwa sudah larut malam.

"Itu yang aku dapatkan,tidak banyak karena semua informasi Hendra dan Brandon terkunci rapat. Hanya bisa tahu kalau kamu bertanya pada Brandon."

Marvel mengembuskan napasnya.

"Dan untuk Papa, aku sudah membujuknya untuk melakukan pengobatan yang lebih baik. Tapi seperti yang kamu tahu Papa sangat keras kepala. Beliau selalu menolak."

Stevani yang sedari tadi menangis hanya mengangguk. Ia menangis sesenggukan, roknya sudah basah karena air matanya. Marvel masih setia menggenggam kedua tangannya. Sesekali ia mengusap lembut kepala istrinya.

"Apa yang harus aku lakukan pada Brandon sekarang Vel?"

Marvel menatap kedua mata Stevani, ia tersenyum.

"Lakukan sesuai kata hatimu, apapun yang kamu lakukan aku akan mendukungmu. Brandon, Pria itu tidaklah salah dalam hal ini," ucapnya.

Stevani mengangguk.

"Mau tidur? Sudah malam bahkan sudah lewat tengah malam sekarang."

Stevani hanya mengangguk lemah.

"Baiklah ayo tidur," ajak Marvel.

Stevani mulai naik ke atas ranjang, ia berbaring menatap langit-langit. Marvel mematikan lampu utama kamar dan menyalakan lampu tidur. Sekarang kondisi kamar terlihat remang-remang. Marvel menyampingkan tubuhnya, tangannya terulur memeluk tubuh Stevani, menyembunyikan kepala Istrinya di dada bidang miliknya.

"Sekarang tidurlah, aku akan memelukmu."

"Hmmm." Ia mencari tempat ternyaman di dada Marvel.

Marvel mengusap pucuk kepala Stevani, menghirup aroma vanila dari rambut wanita itu. Deru nafas Stevani sudah teratur yang artinya wanita itu sudah terlelap. Marvel menjauhkan wajahnya, menunduk untuk melihat wajah Istrinya.

"Aku mencintaimu, Aku akan melindungimu."

Marvel mengecup dahi Stevani lama. Selanjutnya Ia ikut memejamkan matanya menyusul Stevani yang sudah terlebih dahulu ke alam mimpi.

Percayalah, saat kamu mengetahui sebuah kenyataan yang selama ini disembunyikan darimu rasanya seperti kamu sedang di khianati oleh seluruh isi dunia. Itulah yang dirasakan Stevani, sahabatnya telah membohonginya. Haruskah ia memaafkan Brandon atau membencinya.

MARRIAGE CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang