42

6.3K 325 48
                                    


"Aku lapar Marvel." Stevani mencebikkan bibirnya. Marvel hanya tertawa ringan melihat tingkah istrinya.

"Sebentar lagi kita sampai Sayang, sabar ya." Marvel dengan mengusap lembut kepala Stevani dengan sebelah tangannya.

Sebelah tangannya lagi memegang setir Mobil. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan untuk makan, hari sudah menjelang malam. Mereka sangat bahagia hari ini.

Setelah 15 menit lamanya mereka akhirnya tiba di Risoto Restaurant. Setelah Mobil terparkir rapi, Marvel dan Stevani keluar. Marvel menggandeng tangan Stevani untuk masuk dalam Restoran.

Setelah masuk Marvel berhenti sejenak, matanya menelusuri setiap inchi Restaurant. Dirasa sudah menemukan tempat duduk, ia menarik tangan Stevani dan berjalan menuju tempat duduk. Setelah duduk, Marvel menganngkat sebelah tangannya untuk memanggil Waiter.

"Selamat malam Tuan, Nyonya, ini menu di restaurant kami."

"Aku pesan Spatzle sama Leccy Squash."

"Maultaschen, Leccy Squash," pesan Marvel cuek pada waiters.

"Silahkan di tunggu Tuan, Nyonya."

"Vel."

"Iya sayang?"

"Apa kamu tahu kabar Tasya dan orang tua Siska?" tanya Stevani sedikit ragu.

Marvel tertegun dengan pertanyaan tiba-tiba itu. Lalu, ia membalas, "Tumben menanyakan kabar mereka?"

Marvel mencoba menormalkan rasa gugupnya.

Stevani tersenyum menggelangkan kepalanya. "Aku sudah lama tak berkabar dengan mereka Marvel, dimana mereka sekarang?"

"Italy." Marvel membalas dengan angkuh.

"Apa kamu sempat bertemu mereka disana?"

"Iya sempat, tapi hanya dengan Tasya."

"Apa dia masih suka berpakaian minim Vel?"

"Iya masih sama."

Stevani justru tertawa mendengar ucapan Marvel.

"Memang, gadis itu memang seperti itu, kemaren Tasya menghubungiku." Detak jantung Marvel serasa berhenti saat itu juga. Mendengar nama Tasya sudah membuatnya khawatir takut jika Stevani bertanya hal-hal aneh, dan sekarang bahkan Tasya sudah menghubungi istrinya itu.

Pikirannya sudah berkelana, memikirkan mereka akan bertemu, mengingat Stevani adalah teman dekat dari Siska yang tentunya Ia juga dekat dengan keluarganya.

"Marvel? Kok melamun sih." Stevani melambaikan tangannya pada Marvel.

Marvel tersadar dari lamunannya. Lalu, dengan sedikit tersenyum canggung ia membalas, "Iya? Kenapa Tasya menghubungimu hmm?"

Stevani mengangguk.

"Dia sih cuma bilang sudah ada di Indonesia."

Untung saja ia tidak sedang menatap Marvel, jadi Ia tidak tahu ekspresi kegelisahan yang ketara itu. Bagaikan tersambar petir di siang hari itulah yang dirasakan Marvel saat ini.

"Di Indonesia? Kenapa?" tanya Marvel dengan napas yang naik turun.

Stevani menghendikkan bahunya.

"Entahlah, katanya Ia ingin bertemu dengan kita."

"Apa? Kita? Kenapa? Kenapa harus kita?" tanya Marvel beruntun.

Mungkin keberuntungannya kali ini tidak ada. Mungkin memang sudah saatnya Stevani mengetahui tentang masa lalunya bersama Tasya. Tapi saat ini, Ia belum siap jika harus melihat amarah Stevani saat mengetahu semua yang terjadi.

"Santai lagi Vel, Tasya kan Cuma bertemu dengan kita." Kekeh Stevani.

Aku tidak bisa santai Van, tidak! Aku tidak mau kehilanganmu. Tasya awas kamu!

"Ini Tuan, Nyonya pesanannya, selamat menikmati," ucap waiters dengan meletakkan makanan pesanan mereka.

"Terima kasih," balas Stevani dengan senyum ramah.

Marvel tidak ingin makan sekarang, selera makannya hilang.

"Hey Vel, ayo makan aku sudah lapar sekali."

Marvel hanya mengangguk, tersenyum tipis.

Maafkan aku, aku menyesal, batin Marvel saat melihat istrinya begitu menikmati makanan didepannya.

Mereka mulai makan dalam diam, karena mood Marvel sudah hilang sejak mendengar nama Tasya.

MARRIAGE CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang