68

4.1K 290 54
                                    


Ada rasa sakit yang tidak dimengerti orang lain, ada rasa sesak di dada yang tak perlu orang lain tahu. Jangan pernah beraharap orang lain akan mengerti dengan semua rasa sakit yang menancap tepat di inti kehidupan diri. 

Rasa sesaknya orang lain tidak akan pernah mengerti atau peduli. Menangis sendirian tak bersuara hanya ditemani oleh gelapnya malam dengan cahaya penerangan yang suram. Adakah hidup yang lebih baik dari ini? Atau adakah yang akan menampung diri untuk menyembuhkan luka batin?

Stevani duduk di Halte dengan nafas terengah-engah setelah berlari keluar dari Mansion. Nafasnya terus memburu, matanya terpejam sesaat lalu menengadah ke atas menyalurkan seluruh ke lelahannya setelah berlari. 

Matanya menoleh ke arah lain untuk memastikan tidak ada yang mengejarnya. Upayanya mengalihkan perhatian seluruh Bodyguard dan para pelayan berhasil.

"Aku akan mulai hidupku yang baru," gumam Stevani, "tapi aku harus kemana setelah ini? Aku tidak mungkin mendatangi Bar saat ini, Marvel akan mengetahui keberadaanku."

Stevani menyandarkan punggungnya pada dinding Halte. Matanya terpejam, merasakan keramaian sekitar, meredam luka dihatinya. Ia akan menunggu sampai ada Bus berhenti dan pergi menjauh dari segala kehidupannya yang melelahkan. Saat hampir terlelap ada sebuah mobil berhenti di depannya. Pria dengan setelah kantor dan kaca mata hitam keluar dari kursi pengemudi berjalan mendekat ke arah Stevani.

"Stevani?" panggil pria itu.

Stevani perlahan mengerjapkan matanya, dengan kepala yang masih menyandar pada dinding halte ia melihat sosok pria di depannya. Matanya melebar, tubuhnya spontan menormalkan duduknya saat penglihatannya menangkap sosok pria didepannya.

"Daniel?" lirihnya.

Pria itu tersenyum begitu manis saat Stevani memanggil namanya.

Daniel baru saja akan pulang ke Mansion setelah menyelasaikan pekerjaannya di kantor. Letak lampu merah dengan halte bus tidak jauh, kebetulan sedikit ada kemacetan yang membuat mobilnya berhenti tepat didepannya halte yang terpisah dengan jalan raya yang arahnya berlawanan. Saat matanya menoleh ke samping kanan ia melihat seorang wanita dari arah seberang dengan tatapan khawatir menoleh ke kanan dan kiri seperti sedang memastikan sesuatu. Daniel terus memerhatikan wajah wanita itu, sesaat setelah tidak ada mobil yang berlalu lalang menghalangi tatapannya barulah ia menyadari siapa wanita itu.

Daniel terus memerhatikan wajah Stevani yang selama ini mengganggu pikirannya dengan menyunggingkan senyum tipisnya. Suara klakson mobil belakang menyadarkannya, dengan terpaksa ia harus menancap gasnya agar mobil didepannya bisa melaju. Setelah melewati lampu lalu lintas ia memutar balik mobilnya dan berhenti tepat di depan halte bus. Stevani sudah menyandarkan tubuhnya dengan mata terpejam.

"Apa sekarang tempat tidurmu pindah ke halte Van?" tanya Daniel dengan senyum ramahnya.

Pria ini begitu senang bisa bertemu dengan sosok yang selalu berputar-putar di kepalanya. Bertemu dengannya seperti ini adalah suatu kebetulan yang sangat membahagiakan. Pertemuan tanpa seorang bodyguard yang selalu mengawalnya kemanapun ia pergi.

"Van?" panggil Daniel melambaikan tangannya saat Stevani hanya diam menatapnya.

Stevani tertegun, lambaian tangan Daniel menyadarkannya. "Eh gimana?"

Daniel menghela nafasnya memutar bola matanya jengah, ia duduk di dekat Stevani dengan menyandarkan tubuhnya ke dinding halte. "Kenapa kamu disini sendirian?" tanyanya menoleh ke arah Stevani.

MARRIAGE CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang