79

3.4K 284 48
                                    


Jika memaafkan semudah menyakiti maka akan begitu banyak seseorang akan kembali bersama setelah mendengar kata maaf. Sayangnya semua tidak semudah memanaskan semur ayam diatas pemanas, atau menyeduh kopi saat dingin menembus tulang.

Kesempatan, akan selalu diberikan seseorang kepada mereka yang memang pantas menerimanya. Walaupun ada kalanya kesempatan itu akhirnya di sesali karena luka kembali ditorehkan olehnya. 

Selucu dan sebercanda itukah kehidupan ini? Atau memang ada beberapa jenis manusia yang mudah sekali menyesali perbuatannya lalu mengulanginya dengan lebih kejam. Tertawa dengan nada penuh kesedihan lalu menangis sekecanganya dalam hati.

Memaafkan, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Bahkan sebelum kata maaf terbit dari mulut manismu yang begitu mudah berjanji itu. 

Aku ingin saat hari tua dia, putra kesayanganmu tersenyum saat melihat kita menua bersama. Ujung dari pernikahan kontrak ini adalah mari tetap berkerja sama dan bersepakat untuk tetap saling bersama demi dia, Alister.

"Terima kasih sudah mengajakku untuk berbelanja kebutuhan dapur," ucap Marvel memecah keheningan setelahnya.

Stevani tersenyum, "Tidak apa, kita juga perlu membeli beberapa baju untuk Alister."

Marvel spontan menoleh, "Alister? Apa sekarang kamu akan memanggilnya seperti saranku?" tanyanya heran.

Stevani mengangguk, "Sepertinya bagus. Kita bisa memanggilnya Al atau Ali."

"Terimakasih Van," ucap Marvel menatap teduh wanita yang duduk disampingnya.

Saat ini mereka sedang berada di Taman dekat Mall tempat berbelanja. Setelah membeli semua kebutuhan dapur dan beberapa baju untuk Ali, Stevani mengajak Marvel membeli Ice Cream dan memakannya di bangku taman sembari menatap lalu lalang orang yang sedang asyik dengan dunia mereka.

"Vel, tahukah kamu betapa aku sangat mencintai Al?" tanya Stevani tiba-tiba.

Matanya menatap lurus pada dua insan yang sudah tidak muda namun masih tetap romantis ditengah-tengah keramaian taman. Apa yang ada di kepala Stevani saat ini? Kenapa tatapannya begitu sendu, kisah sedih apa yang sedang ia bayangkan.

Marvel menoleh, "Aku tahu, kamu adalah wanita yang mengandungnya dan melahirkannya. Wanita yang akan menjadi cinta pertama bagi Al. Tentunya kamu sangat mencintai pria kecil itu bahkan rasa cintamu terhadapnya melebihi aku sebagai ayahnya," jawab Marvel.

Tatapan Stevani beralih pada gadis kecil yang tengah berlari dan dikejar oleh sang ayah. Tawa gadis itu begitu memekik relung hati Stevani. Kenapa tatapannya begitu semenyedihkan itu sedangkan ia bisa melakukannya jika Ali sudah seusia gadis kecil itu.

"Lihatlah gadis kecil itu Vel," suruh Stevani. Marvel mengikuti arah pandang Stevani.

"Aku ingin Al merasakan kebahagian seperti gadis kecil itu saat ia sudah mulai bisa berjalan. Aku ingin Al merasakan kasih sayang seperti yang kita rasakan diwaktu kecil," lanjutnya dengan tatapan yang masih sama.

Marvel tahu arah pembicaraan itu, ia juga tahu apa yang sedang dikhawatirkan wanita disampingnya. Perasaan khawatir seorang ibu kepada pertumbuhan sang anak adalah hal wajar. Ia juga tahu saat ini hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

Marvel meraih tangan Stevani, menggenggamnya dengan erat. "Lihat aku Van," ucap Marvel sembari telapak tangannya meraih pipi Stevani untuk melihat kearahnya.

Tatapan mata mereka bertemu, saling menatap sesaat sebelum Marvel melanjutkan ucapannya.

"Kita akan memberikan Al cinta dan kasih sayang melebihi yang kita dapatkan sewaktu dulu. Aku dan kamu, kita Van akan selalu memberikan kebahagian untuk Al. Jangan mengkhawatirkan apapun, kamu bukanlah orang tua tunggal Al Van. Masih ada aku, aku adalah Ayahnya."

MARRIAGE CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang