"Marvel?" lirihnya pada sosok pria yang membuat seluruh benteng pertahanannya luluh lantah.
Marvel menoleh saat pintu terbuka, putra kecil sedang berada digendongannya. Begitu tenang seperti mengenali bahwa orang yang sedang menggendongnya itu adalah Ayahnya. Bayi memang tidak pernah berbohong dan akan selalu mengenali siapa orang tuanya.
"Al sungguh tampan," ucap Marvel, "Alister Stevell Sandjaya, nama yang bagus dan tampan," lanjutnya tersenyum simpul ke Stevani.
"Kakak apa Kak Stevani beeeee," teriakan Marvin terhenti tepat di ambang pintu saat melihat punggung Stevani dan Marvel yang menatap kearahnya.
"Emm, Kak Vani sudah pulang?" tanya Marvin gelagapan seperti seseorang yang baru tertangkap basah.
Stevani menoleh menatap horror ke Marvin, "Apa datangnya dia adalah ulah kalian?" tuduhnya.
"Emm maaf, sepertinya aku kembali ke kamar saja," ucap Marvin menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sebelum mendengar omelan Stevani lebih lanjut Marvin keluar dengan sedikit tawa geli. Ia begitu antusias mempertemukan sepasang pasangan yang sempat terpisah.
Stevani menghembuskan nafasnya, mengatur detak jantungnya yang sudah memompa lebih cepat. Ia berjalan perlahan mendekat ke Marvel untuk mengambil putranya.
"Aku lebih suka memanggilnya Al atau Ester daripada Stev," ucap Marvel sembari melihat putra kecilnya.
"Dia putraku jadi terserahku, kemarikan biar aku saja yang menggendongnya," ucap Stevani mengabaikan perkataan Marvel.
"Biar aku tetap menggendongnya, dia juga putraku." Tolak Marvel
Stevani memutar bola matanya malas, "Kemarikan, sudah waktunya minum asi," mintanya.
"Jangan, Al masih diam juga kan?" tolak Marvel.
"Stev namanya," perjelas Stevani.
"Aku lebih suka Al daripada Stev Van," protes Marvel dengan nada manjanya.
Stevani menghembuskan nafasnya, mengabaikan perkataan Marvel dan berjalan menuju meja riasnya. Ia menghapus makeup dengan pembersih yang biasanya dipakai, sesekali melirik Marvel dari pantulan cermin. Hatinya menghangat kala putra kecilnya begitu diam dan tenang saat berada didekapan Marvel. Apa kamu merasakan kehangatan seorang Ayah nak? Batinnya.
"Panggil Al aja ya Van, jangan Stev hm?"
Stevani melirik sekilas, "Terserah kamu saja," pasrahnya.
Marvel tersenyum, "Alister ini ayah nak," ucapnya dengan senyum simpul.
"Aku lebih suka Stev Vel," dengus Stevani.
"Stevel? Itu gabungan nama kita bukan?" tanya Marvel, "Apa artinya kamu akan kembali padaku Van? Lanjutnya.
Stevani memutar bola matanya malas, ia berdiri dan berjalan menuju Marvel, "Kemarikan biar ku tidurkan di ranjang," pintanya.
Marvel menolak dengan menggelengkan kepala, tapi kali ini penolakannya tidak mendapatkan lampu hijau dari putranya. Al justru mulai merengek membuatnya melebarkan mata dan menatap kebingungan ke Stevani.
"Makanya kemarikan biar aku yang mengurusnya," pinta Stevani dengan mencoba mengambil Stev.
"Baiklah, aku tidak bisa menangani jika ia menangis," jawab Marvel pasrah.
Stevani mengambil ahli putranya, menggendongnya penuh kasih berjalan menuju ranjang. Merebahkan si kecil perlahan lalu dirinya, waktunya si kecil minum asi miliknya.
Marvel menyusul, ikut duduk di tepi ranjang mengamati wanita yang tengah menyusui putra kecilnya. Seulas senyum terbit dari sudut bibirnya.
Aku tidak pernah salah dalam mencintainya, tapi aku pernah salah karena menyakitinya batinnya.
"Sudah diam, apa sudah tidur kembali?" tanya Marvel dengan nada pelan.
Stevani mengusap pucuk kepala putranya, "Sepertinya akan tidur kembali," jawabnya. Marvel mengangguk.
Suasana menjadi hening, satu sama lain tenggelam dalam pikiran masing-masing. Menatap betapa tentram menjadi putra kecilnya yang begitu damai dengan Asi yang terus diminumnya. Mereka seperti sepasang kekasih yang begitu lama tidak bersua dan kembali dengan jalan dari si kecil.
"Sudah tidur?" tanya Marvel.
Stevani membenarkan kancing bajunya, "Iya," jawabnya.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Marvel.
Stevani menatap Marvel malas, "Aku mau masak untuk makan malam," jawabnya.
"Carilah hotel atau penginapan, bawa sekalian saudaramu," lanjutnya.
Stevani turun dari ranjang, berjalan menuju arah pintu. Namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan dari Marvel.
"Tak bisakah kita kembali seperti dulu?" tanya Marvel.
Stevani menoleh, "Tak bisakah kamu tanda tangani surat perceraian kita dan pergi dari hidupku?"
"Tidak," jawab Marvel tegas.
"Kamu memang pria egois Vel,"
"Aku egois karena aku ingin kamu tetap menjadi milikku,"
Stevani menggelengkan kepalanya, "Aku tidak pernah menyangka kamu akan seegois itu Vel, apa kamu pikir aku mau di madu dengan adik sahabatku sendiri?"
Marvel mengerutkan alisnya, "Tasya maksudmu?" tanyanya.
"Apa ada lagi selain dia?"
"Apa Marvin belum memberitahumu?"
Stevani menaikkan kedua alisnya heran, "Apa maksudmu?"
"Aku tidak sedang menjalani hubungan dengan Tasya," jawab Marvel.
"Bukan urusanku," ketus Stevani.
"Tapi urusanku karena ini menyangkut kita dan buah hati kita Van, jangan egois hanya demi marahmu padaku kamu menjadi ibu yang tega menjauhkan anakku dariku,"
"Apa kamu bilang Vel? Apa sekarang kamu memojokkanku karena tidak memberitahumu?" tanya Stevani dengan tawa hambar.
"Aku hanya ingin memintamu untuk memaafkanku, kita kembali menjadi keluarga, apa permintaanku berlebihan hm?"
Air mata Stevani menggenang, "Aku sudah memaafkanmu, sejak dulu tapi untuk kembali aku perlu memikirkannya. Toh juga sekarang sudah 2 tahun lebih seharusnya kita sudah bercerai dan menjadi orang asing seperti dulu," ucapnya.
"Demi anak kita Van," pinta Marvel.
"Carilah penginapan lain," ucap Stevani berlalu meninggalkan Marvel yang mematung di pinggiran jalan.
"Sulit sekali membuatnya kembali," gumam Marvel.
Tubuhnya kembali mendekat ke putranya, memandangi wajah imut dan mungil itu. "Bantu Ayah buat bareng sama Bundamu lagi Al," pinta Marvel pada bayi mungil itu.
Membuat semua seperti sediakala memang tidak bisa, karena siapapun tidak akan bisa mengubah sebuah keadaan yang terlanjur rumit. Perbaiki pelan-pelan, semua akan membaik jika ada ketulusan didalamnya. Marvel harus menujukkan betapa keseriusannya dan tulus perasaannya kali ini.
❤❤❤

KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGE CONTRACT
RomanceKata orang, menikahlah dengan seseorang yang mencintaimu dan yang engkau cintai. Hingga kebahagiaan dan kesejahteraan akan mengikuti setelahnya. Namun, itu tidak terjadi pada Stevani. Terpaksa ia harus menjalani pernikahan karena keadaan yang memaks...