82

1.5K 209 11
                                    

"Yang, baju-baju aku udah siap kan? Gusah banyak-banyak, disana masih ada baju aku ko. Satu koper berdua juga cukup"

Gue hanya memutar bola mata malas pada Kaisar. Padahal semua barangnya udah gue atur, bahkan koper udah siap dengan segala isinya.

Besok kita berdua mau pergi ke Surabaya, ke rumah Kaisar. Ibu Kaisar nyuruh dia pulang karena udah lama gak pernah pulang. Dan Ibu Kaisar juga meminta gue buat ikut. Awalnya gue nolak, gue masih agak canggung sama keluarga Kaisar. Walau dulu gue akrab sama mereka, tapi sekarang kan berbeda. Kecuali sama kakaknya Kaisar, gue udah ga secanggung pertama kali ketemu lagi. Kita bahkan sering bertukar kabar dan pernah jalan bareng saat mbak Hafza ke Bandung dengan suaminya yang lagi bertugas di Bandung.

"Yangggg~ kamu lagi apa sih? Daritadi aku manggil tapi ga dijawab"

Gue menengok dan mendapati Kaisar yang sudah berdiri di depan gue. Posisinya saat ini gue sedang duduk di sofa kamar gue dan Kaisar yang dari tadi sibuk main PS sendiri di ruang tengah.

"Kamu melamun dari tadi?" tanyanya lagi.

Gue ga jawab tapi gue menyuruh Kaisar buat mendekat kearah gue.

"Sini, aku pengen ngelus rambut kamu" ucap gue dan menepuk kaki gue, supaya Kaisar bisa tiduran dipaha gue.

Kaisar menurut dan dia berbaring di sofa dengan kepala yabg bertumpu pasa paha gue.

"Aku cuma ngerasa agak canggung aja nanti kalau ikut ke Surabaya. Aku masih belum terbiasa sama keluarga kamu. Gak kaya kamu yang welcome banget sama keluarga aku" jelas gue sambil mengelus rambut Kaisar yang gue pikir mulai agak gondrong.

Kaisar menduselkan wajahnya pada perut gue, dia memeluk pingang gue erat dan terekekeh kecil.

"Ngapain mikirin itu sih, Yang? Santai aja kali, lagian Ibu suka banget sama kamu, Ayah juga. Mereka sayang banget sama kamu, jadi gausah canggung gitu ah. Mereka kan calon keluarga kamu juga hehe"

"Tapi kan aku gak pernah ngelakuin apa-apa buat mereka. Gak kaya kamu yang pernah bantuin Papa aku, pernah beliin hadiah pas ultah Mama aku. Pernah nemenin abang aku pas lagi kerja. Sedangkan aku ga pernah, cuma sama mbak Hafza aja pernah main atau sering chatan. Ibu sama Ayah kamu pasti merasa aku itu sombong atau apalah itu, aku gak enak Kai"

Kaisar bangkit dari tidurannya. Dia lalu duduk dan memegang kedua bahu gue, menyuruh gue untuk menghadapnya.

"Hey, dengerin aku. Orangtua aku bahkan udah nganggap kamu seperti anak mereka. Dimana orangtua gak mengharapkan apa-apa dari anaknya, kecuali kebahagiaan mereka. Dan kamu udah bikin aku bahagia karena mengenal kamu. Aku udah bahagia karena kamu mau jadi pasangan aku, mendampingi aku seperti sekarang. Mereka bahagia karena anaknya bahagia, sama seperti mereka bahagia karena melihat kamu seperti ini karena aku. Jadi gak usah merasa kamu gak pernah melakukan apa-apa buat mereka. Mungkin aku udah deket sama keluarga kamu karena posisi kita yang gak jauh dari rumah kamu. Beda sama kamu, orangtuaku jauh banget. Kalau sebaliknya, pasti kamu juga bakal ngelakuin hal yang sama kaya yang aku lakuin buat mama papa kamu kan? Jadi jangan merasa gak enak lagi ya."

Ucapan Kaisar bener-bener nenangin gue. Seharusnya gue gak usah merasa gak enak sama keluarga Kaisar. Bener kata dia, yang harus gue lakukan adalah selalu membuat Kaisar bahagia supaya orangtuanya seneng. Karena selama ini Kaisar juga udah bikin hidup gue berwarna. Kita harus sama-sama bahagia.

"Keju banget sih kamu, euwww" ejek gue pura-pura geli sama ucapannya tadi. Padahal gue sangat berterima kasih sama Kaisar dengan pemikirannya. Dan itu berhasil membuat gue tenang.

"Ko keju sih? Aku lagi coba nenangin kamu tau. Susah sebenernya ngomong panjang lebar kaya gitu biar kamu tenang. Ko malah jadi keju? Gak nyambung." gerutu Kaisar. Dan itu sukses membuat gue tertawa.

NATURAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang