Part | 58 Niat jahat

2.6K 192 296
                                    

Je harap kalian suka sama cerita Je:)

Selamat membaca💙

***

Kamu dengan yang kemarin-kemarin itu sama. Sama-sama mengecewakan. Tidak ada orang seperti yang ku harapkan.

🌸🌸🌸

Tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa kau percaya. Sekalipun itu sahabatmu sendiri. Tidak ada.

∆∆∆

Hari ini hari ketujuh sejak Sandra dinyatakan koma. Dalam tujuh hari itu, baru sekarang Gevan memberanikan diri untuk menjenguk Sandra. Ia tidak sendiri. Ada Arkan, Satria dan Cakra yang menemaninya. Keempat cowok itu kini sudah sampai di depan ruang rawat Sandra.

"Assalamualaikum, Tante." ucap Gevan memberi salam saat melihat Giraya yang tengah menjaga Sandra di luar ruangannya. Giraya menoleh. Wanita itu menghapus jejak air mata di pipinya, lalu memberikan senyum tipis pada Gevan dan yang lainnya.

"Waalaikumsalam. Kalian mau jenguk Sandra ya?" tanyanya sekedar basa-basi.

Satria mengangguk, membalas senyum wanita cantik itu. "Iya, Tan. Boleh nggak?"

"Boleh dong. Tante sekalian minta tolong jagain Sandra, ya. Tante ada urusan sebentar," ucap Giraya seraya bangkit dari duduknya.

"Boleh kok, Tan," jawab Cakra sopan. Yang lainnya mengangguk pertanda setuju dengan permintaan Giraya. Setelah mengucapkan terimakasih, Giraya pamit dari antara anak muda itu.

"Van, lo duluan yang masuk," Satria menunjuk pintu ruangan Sandra dengan dagunya. Gevan mengangguk. Ia mendongak sebentar lalu menghembuskan nafasnya berat.

Ceklek!

Gevan merasakan sekujur tubuhnya melemas saat matanya menatap seorang gadis yang kini berbaring lemah di ranjang Rumah Sakit. Serasa diiris dengan sembilu, dada Gevan terasa nyeri saat melihat tubuh Sandra dipenuhi oleh alat-alat penopang kehidupan dengan banyaknya selang-selang yang menghubungkan alat itu ke tubuhnya. Cowok itu menyeret langkahnya mendekati tubuh Sandra.

 Cowok itu menyeret langkahnya mendekati tubuh Sandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf ya gue baru bisa dateng sekarang. Gue nggak punya keberanian buat liat lo. Gue emang pengecut," lirih Gevan menatap wajah pucat itu.

"Lo bisa denger gue kan?" tanya Gevan yang tentu saja tak mendapat balasan dari si empu. Gevan menyentuh tangan Sandra yang terasa dingin. Membelai punggung tangan itu dengan sangat lembut seolah takut akan melukainya.

"Gue tau lo bisa denger gue. Lo marah sama gue? Lo kecewa sama gue? Gue mohon maafin gue, Ra." Gevan berucap pelan dengan kabut tipis transparan yang mulai menutupi netra gelapnya, yang senantiasa kabut itu dapat meleleh kapan saja.

BROKEN SANDRA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang