Happy reading-! 💜
****
Jika memang bahagiamu adalah tanpaku, lantas aku bisa apa? Menahan mu pun rasanya percuma saja.
∆∆∆
Di bawah naungan langit biru yang terukir dengan indahnya, gadis itu duduk termangu di sebuah kursi panjang yang memang disediakan untuk pengunjung yang berdatangan. Disinilah ia berada. Di taman kota yang hari ini terlihat ramai pengunjung. Mengingat hari ini adalah weekend, maka tidak heran jika tempat itu terlihat padat. Netra coklat terang yang mengisyaratkan tatapan sendu itu menoleh ke kanan dan kiri bergantian. Dadanya terasa berdesir. Orang-orang itu berlalu lalang saling berlawanan arah di depannya. Mereka berlalu begitu saja melewati gadis itu tanpa menoleh sedikitpun kearahnya, seolah mereka menghiraukan eksistensinya.
Namun letak masalahnya bukanlah pada hal itu. Melainkan matanya yang tak sengaja menangkap seorang lelaki yang sedikit jauh didepannya. Lelaki itu berdiri menatap ke arahnya dengan tatapan yang tak ia mengerti. Sandra tersenyum kecut saat rasa itu kembali bergejolak jika menatap Gevan. Sandra sudah mengikhlaskan nya, tapi mengapa rasanya masih saja sakit jika melihat wajah cowok itu? Sandra tak bisa mengalihkan pandangannya dari objek nyata di depannya. Matanya seakan enggan untuk berpaling.
Hingga saat cowok itu mendekat ke arahnya, barulah Sandra mengalihkan matanya. Gadis itu buru-buru berdiri dari duduknya berniat untuk meninggalkan tempat itu.
"Duduk disitu," titah Gevan yang tak diindahkan oleh Sandra.
"Duduk, Ra!" Sandra berdecak sebal. Dengan terpaksa, ia kembali mendudukkan tubuhnya.
Gadi itu duduk di kursinya dengan mata yang menoleh ke sembarang arah. Sementara Gevan, cowok itu berdiri di depan Sandra. Keduanya sama-sama diam. Tak ada yang membuka pembicaraan. Sandra menoleh, menatap Gevan yang menundukkan kepalanya terlihat tampilannya yang tampak kacau.
Sandra menarik senyumnya miring. Ia menatap Gevan remeh. "Lo pasti udah tau kejadian yang sebenarnya kan? Makanya lo nyamperin gue," ucapnya.
"Aku--"
"Lo mau bilang maaf lagi?" tanya Sandra memotong cepat ucapan Gevan.
Gevan menghela napasnya lemah. "Ra.."
Sandra terdiam menunggu ucapan Gevan selanjutnya.
"Aku minta maaf," lanjut Gevan berujar pelan nyaris seperti berbisik.
Sandra terkekeh kecil. Tak urung, matanya menoleh pada cowok di depannya itu. "Lo inget nggak, Van? Berapa kali lo ngucapin maaf ke gue? Nggak kehitung, Van. Kata maaf dari mulut lo itu terlalu murah," ejek Sandra.
Gevan duduk bersimpuh di depan Sandra dengan kedua lututnya yang dijadikan sebagai tumpuan. "Aku tau kamu pasti bosen denger kata maaf dari aku. Aku tau kamu pasti enek denger kata-kata itu. Tapi maaf, hanya itu yang bisa aku bilang, Ra." Gevan tersenyum samar.
Sandra mengalihkan pandangannya dari Gevan. "Emangnya kapan gue nggak maafin lo, Van? Gue selalu maafin lo kok. Bahkan saat lo nampar gue, gue juga tetep maafin lo," ucap Sandra sedikit menyindir Gevan.
"Biarin aku jelasin masalah itu, Ra."
"Lo pasti nggak sengaja kan? Iya nggak apa-apa, gue maafin."
Gevan hendak membuka mulutnya, namun dipotong cepat oleh Sandra.
"Atau lo mau bilang tangan lo refleks? Apapun alasan lo, gue maafin," ujar Sandra dengan tampang bodoamat.
"Dengerin aku dulu, Ra!" titah Gevan dingin membuat Sandra bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN SANDRA (END)
Fiksi RemajaDia datang menaburkan banyak warna indah dalam hidupku. Namun aku lupa, bahwa kelabu juga bagian dari warna. Namanya Cassandra Liora. Seorang gadis dengan kisah kelam di masa lalunya yang mengubahnya menjadi sosok dingin tak tersentuh. Hingga rahas...