Kau tidak pernah tau seberat apa masalah yang tengah ditanggung seseorang. Jika kau tidak bisa membantunya, setidaknya jangan manambah beban untuknya.
- Cassandra -
∆∆∆
Sandra kian tersentak saat mendengar pertanyaan orang itu.
"O-obat apa shh?" tanya Sandra terbata-bata di selingi ringisannya saat rasa sakit di kepalanya kian menjadi.
Cowok itu berdecak. "Ck. Nggak usah nutupin dari gue, San. Gue udah tau semua. Sekarang lo bilang obat lo dimana?" ucap orang itu terkesan memaksa.
"Tas," jawab Sandra pasrah.
Tanpa membuang waktu, cowok itu langsung menggeledah tas Sandra. Nafasnya sedikit lega saat tangannya menemukan sebuah benda berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat butiran-butiran obat kecil. Ia mengambil sebotol air mineral dari dalam tasnya, lalu segera disodorkan kepada Sandra, bersamaan dengan butir obat.
"Minum," dengan patuh Sandra menerima sodoran cowok itu, karena memang ia tak kuat menahan rasa sakit di kepalanya.
Sandra menetralkan deru nafasnya. Ia menatap sendu ke arah cowok di depannya itu. Lalu detik berikutnya ia menghambur ke pelukan cowok tersebut.
"Ar..."
Entah mendapat dorongan dari mana, Arkan menggerakkan tangannya membalas pelukan Sandra.
"Semua akan baik-baik aja, San," ucap Arkan pelan di telinga Sandra. Diam-diam cowok itu menghirup dalam aroma tubuh Sandra, aroma yang sangat dirindukannya sejak 2 tahun belakangan.
"Nggak akan ada yang baik-baik aja,Ar," balas Sandra yang entah sejak kapan sudah ada genangan di pipinya.
"Sstt. Lo tenang aja, gue bakalan selalu ada buat elo," Arkan mengelus-elus punggung Sandra dari atas ke bawah begitu seterusnya, dengan lembut.
'Nyatanya, gue emang selalu ada buat Lo, San. Tapi elo nggak pernah ngeliat keberadaan gue,' batin cowok itu tersenyum miris.
Sandra tak berniat untuk menjawab ucapan Arkan, ia hanya terisak di pelukan lelaki itu.
"Gue ini kotor hiks gue sampah. Gue nggak pantes buat hidup," ucap Sandra lirih.
"Lo ngomong apaan sih. Lo nggak kotor, lo nggak sampah. Setiap orang itu punya masa lalu, punya masa kelam. Dan juga bukan keinginan lo buat ngalamin hal itu,San," Arkan mengecup pelan puncak kepala Sandra yang masih mendumel-dumel di dada bidang nya.
"Gue mau lo janji sama gue, lo jangan terlalu mikirin masalah ini, dan jangan sampai lo berpikiran unt_" ucap Arkan yang langsung dipotong oleh Sandra.
"Gue nggak janji," balasnya menarik diri dari pelukan Arkan.
Arkan membuang nafas kasar, mengamati Sandra yang sibuk membersihkan jejak air mata di pipinya.
"Gue anter lo pulang," titah Arkan kembali dengan mode datarnya.
Sandra menggeleng. "Nggak. Gue mau disini aja,"
Arkan menganggukkan kepalanya pertanda mengerti. "Gue cabut," pamit Arkan yang sebenarnya ingin mencari tahu tentang seseorang.
Sementara gadis itu memperbaiki letak tasnya masih dengan isakan kecil. Perlahan, Sandra mengayunkan langkahnya meninggalkan taman sekolah. Sepeninggalan Sandra, Gevan muncul dari balik sebuah pohon besar. Sedari tadi, cowok itu hanya mengamati interaksi antara Sandra dan Arkan. Termasuk saat Sandra menumpukan air matanya di dada cowok lain yang tak bukan adalah sahabatnya sendiri.
Gevan menatap sendu punggung Sandra yang mulai menjauh dari pandangannya.
"Harusnya gue yang menjadi sandaran lo. Harusnya gue yang ada buat lo. Maaf,Ra. Gue terlalu egois,"
***
Sandra kembali menulikan telinganya saat di sepanjang koridor, bisik-bisik buruk tentangnya mengalir jelas di pendengarannya. Sandra menghirup udara dengan rakus berusaha untuk meredam emosi yang mulai menghampirinya. Sebenarnya bisa saja Sandra membungkam mulut orang-orang sampah itu dengan mudah. Tentu saja dengan tangannya sendiri, dengan sedikit bantuan dari benda kesayangannya. Namun Sandra cukup waras untuk tidak melakukan hal itu.
"Eh pelacur kok disini sih? Nggak salah tempat nih," sindir seorang cewek berambut pirang pendek.
"Mungkin dia mau nyari mangsa kali," sambung gadis dengan rok yang sengaja dirobek di bagian pinggirnya. Ucapan cewek itu disambut gelak tawa oleh teman-temannya yang lain.
"Lo nyebut gue Pelacur, nggak salah tuh? Coba Lo liat penampilan lo. Lebih pantes mana yang disebut pelacur hah?" Sandra bertanya dengan nada tinggi di akhir Kalimatnya. Ia menyisir penampilan para cewek itu dari bawah sampai atas dengan tatapan menilai.
"Heh! Daripada elo yang udah pernah digilir, mending kita-kita lah," balas satu diantara mereka yang tidak terima direndahkan.
Sandra mengukir senyum mengejek. "Kalau gue pelacur lantas gue sebut apa lo?"
"Maksud lo apaan?" balas cewek ber name tag Niki dengan tampang songong nya.
Sandra terkekeh geli lalu mendekatkan dirinya kepada mereka, lalu membisikkan sesuatu. Entah apa yang dibisikkan oleh Sandra, namun hal itu membuat Niki dan teman-temannya pucat pasi sembari menatap Sandra nyalang.
Sekali lagi, Sandra memberikan senyum remeh nya. Ia bergegas meninggalkan mereka dengan senyum kemenangan. Ada untungnya juga kemarin Sandra melihat mereka berkencan dengan Om-om tua. Cih!
Belum lama Sandra melangkahkan kakinya, tiba-tiba segerombolan anak yang terkenal pentolan sekolah datang menghampiri Sandra.
Sandra mendelik saat tiba-tiba satu diantara mereka dengan kurang akhlaknya mencolek lengan Sandra."Sialan, jangan sentuh gue brengsek!"
"Jyahahaha sok jual mahal lo," seseorang bertubuh kurus mengejek Sandra sembari ngakak sendiri.
"Tau tuh. Emang berapa sih harga lo. Sini gue beli," cowok bernama Zigo menimpali seraya bersedekap dada. Cowok itu dengan terang-terangan mengerlingkan sebelah matanya genit dan dengan sengaja menggigit bibir bawahnya. Hal itu membuat Sandra bergidik ngeri bercampur jijik.
"Malem ini kosong nggak, temenin gue yuk," tanya seorang cowok berambut cokelat pirang memasang wajah layaknya om-om pedofil.
Sandra sangat geram. Ia mengangkat tangannya ingin melayangkan bogeman pada cowok-cowok minim akhlak itu. Namun sebelum itu, seseorang telah terlebih dahulu melakukannya.
Bhuk!
Bhuk!
Bhuk!
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN SANDRA (END)
Genç KurguDia datang menaburkan banyak warna indah dalam hidupku. Namun aku lupa, bahwa kelabu juga bagian dari warna. Namanya Cassandra Liora. Seorang gadis dengan kisah kelam di masa lalunya yang mengubahnya menjadi sosok dingin tak tersentuh. Hingga rahas...