Aku lelah menyayangi orang yang sepertinya sudah tidak memiliki perasaan yang sama. Tapi mungkin inilah jalan terbaik. Lagi-lagi jauh untuk sementara. Sebentar saja, setidaknya sampai aku mendapatkan rasa percaya diriku.
- Cassandra -
∆∆∆
Dua bulan. Selama itulah hubungan antara Sandra dan Gevan benar-benar merenggang. Keduanya terasa sangat asing bagaikan dua orang yang tidak pernah saling meminta. Hanya ada status yang mengikat mereka. Namun apa gunanya status jika dua orang sudah tidak lagi memiliki kesamaan dalam banyak hal.
Untuk kesekian kalinya, Sandra kembali mengurung diri dalam ruangan pribadinya di markas utama Dark knight. Sandra yang dulu telah kembali. Sandra, gadis dingin tak tersentuh yang membangun benteng besar transparan dalam dirinya. Benteng kokoh yang seolah menjadi pembatas interaksinya dengan orang lain di sekitarnya.
"Huftt,"
Beralaskan karpet tipis berwarna hitam yang bersentuhan langsung dengan dinginnya lantai, Sandra duduk bersandar dengan kedua lutut yang ditekuk. Wajahnya ditenggelamkan di antara tumpukan kedua tangannya yang diletakkan di atas lutut. Helaan nafas gadis itu seolah menjadi satu-satunya objek yang dapat didengar di ruangan dengan cahaya temaram itu.
Dengan keheningan yang menyergap, Sandra termenung memikirkan apa yang akan dilakukan selanjutnya dengan kehidupannya. Hari-harinya benar-benar hampa tanpa adanya kehadiran Gevan. Katakan saja Sandra lebay atau berlebihan. Namun Sandra tak berbohong, Gevan adalah penyemangat nya, satu-satunya sandaran yang kini Sandra miliki. Wajar saja jika saat ini Sandra merasakan hancur dalam hidupnya, untuk yang kesekian kalinya.
Drrt drrrt!
Lamunan Sandra buyar mendengar nada dering ponselnya. Sandra menoleh ke samping, tepatnya pada ponselnya yang bergetar pertanda ada pesan masuk.
Unknown:
Datanglah ke gedung tua di dekat pemakaman kekasihmu jika kau ingin mengetahui semuanya. Malam ini!Unknown:
Sekarang atau tidak selamanya.'Gedung tua? Pemakaman? Kekasih? Apa maksudnya?' Batin Sandra bertanya-tanya. Alis Sandra tertaut hingga membentuk suatu garis. Ia mencoba mencerna maksud si peneror itu. Hingga seluruh perhatiannya terpusat pada satu nama.
Farestha Saguna Wilfredo.
Sandra menggelengkan kepalanya cepat-cepat. Setengah dari dirinya menolak dan memilih untuk bersikap bodo amat. Namun di sisi lain, Sandra juga merasa sangat penasaran dengan maksud dari pesan itu. Mengetahui semuanya? Memangnya apa yang tidak diketahuinya? Pertanyaan itu terngiang-ngiang di benaknya.
***
"Gimana? Lo udah bilang sama dia?" Seorang cowok yang duduk di kursi pojok ruangan bertanya pada cowok di depannya. Cowok berbadan kekar dengan tindik di telinganya itu menoleh, memberi anggukan kecil sebagai jawaban.
"Kira-kira dia dateng nggak ya?" seorang gadis berambut lurus menimpali. Melirik kedua cowok di depannya, gadis itu seolah menunggu jawaban.
Cowok bertindik dengan badan penuh tato itu menoleh, menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyuman miring. "Dia pasti bakalan dateng. Tunggu aja entar malem,"
"Lo yakin bakalan ngasih tau yang sebenarnya?" cowok di pojok ruangan dengan penampilan yang lebih enak dipandang bertanya kepada rekannya itu. Tersirat keraguan dalam perkataannya.
Cowok bertato itu mendelik tau suka. Melayangkan tatapan tajam, ia membuka suaranya. "Gue yakin. Sangat yakin. Sandra akan semakin hancur kalau dia tau semuanya. Dan itu emang tujuan gue!"
"Yaudah sih biarin aja. Gue ngedukung apa pun rencana lo, asalkan itu buat dia hancur," satu-satunya gadis di ruangan itu berucap dengan tangan yang menepuk bahu si cowok bertato. Senyum licik jelas terpatri di wajahnya.
"Lagian lo juga mau balas dendam kan sama dia? Justru bagus dong," beralih menatap cowok di depannya, sang gadis menambahi, yang di balas anggukan kepala oleh cowok itu.
"Rencana lo selanjutnya apa?" merasa pertanyaan itu dilemparkan untuknya, cowok berbadan kekar dan bertato itu menolehkan wajahnya.
"Gue bakalan bunuh dia," ujarnya enteng namun tersirat keseriusan di kedua netranya.
Ketiganya mengeluarkan smirk devil, dengan tatapan yang mengikat satu sama lain. Melalui tatapan itu, mereka seolah bersatu untuk mencapai tujuan mereka. Tanpa ada yang mengetahui, seseorang diantara mereka menatap dua orang didepannya itu dengan tatapan mengejek.
'Nggak semudah itu, bodoh!'
***
Sandra menatap was-was sekitarnya. Dengan langkah penuh perhitungan, ia menyusuri jengkal demi jengkal tanah yang terlihat ditutupi rerumputan dan daun yang berguguran itu. Setelah berperang dengan hati dan pikirannya, akhirnya Sandra memutuskan untuk mendatangi tempat yang dikatakan oleh si peneror itu.
Gadis itu merapatkan Hoodie yang dikenakannya saat dinginnya udara malam berhembus seakan menembus tulangnya. Lama berjalan, kini sampailah Sandra di depan sebuah gedung tua yang bangunannya sangat tidak terawat namun gedung itu lumayan besar.
Sekali lagi, Sandra bergelut dengan pikirannya, antara melanjutkan langkahnya atau berbalik dan berdiam diri di apartemen nya seraya meratapi nasibnya yang jauh dari kata beruntung. Mengembuskan napas panjang, Sandra berusaha meyakinkan dirinya bahwa keputusannya tidak salah.
Unknown:
Sebelah Utara.
20 meter dari tempatmu berdiri.Dengan flat face nya, Sandra menatap pesan itu lamat-lamat. Ia menoleh ke kanan dan kiri bergantian, meneliti apakah ada orang di sekitarnya. Namun hasilnya kosong, tak ada siapa pun disana. Lalu bagaimana orang itu bisa melihat keberadaannya? Sandra melangkahkan kakinya mengikuti arahan sesuai dengan pesan itu, memutar badan ke arah Utara, menyeret langkahnya 20 meter.
Setelah benar-benar berada di dalam gedung tua tak terawat itu, Sandra kembali memutar lehernya menoleh kanan dan kiri. Gadis itu begidik ngeri melihat keadaan di depannya. Banyak barang-barang serupa rongsokan yang berserak di ruang itu, dengan pencahayaan yang minim. Hembusan angin malam yang menerpa tubuhnya ditambah dengan suara decitan pintu yang tampak tua bergerak akibat tiupan angin, memberikan kesan angker pada malam itu.
Buku kuduk Sandra meremang saat samar-samar telinganya mendengar derap langkah seseorang. Derap langkah itu kian mendekat ke arahnya, membuat adrenalin dan detak jantung Sandra berpacu kencang. Walaupun dia adalah seorang ketua gangster, Sandra juga merasa sangat risih berada di kondisi seperti ini. Jangan lupakan fakta bahwa ia juga seorang perempuan.
Dengan keberanian yang ia miliki, Sandra memutar badannya melihat sosok di belakangnya. Namun belum sepenuhnya ia bergerak, sesuatu yang besar dan berat mendarat di tengkuknya, membuat gadis itu meringis kesakitan. Sandra mengepalkan tangannya, menyadari siapa orang yang sudah memukul tengkuknya.
'Sial! Gue di jebak,'
Orang itu memandang Sandra dengan senyuman miringnya, tak ketinggalan dengan wajah songong nya seolah mengatakan, "Kau kalah,". Hal itu membuat Sandra semakin muak. Sebisa mungkin gadis itu mempertahankan kesadarannya, namun tubuhnya tak sinkron. Objek di sekitarnya seakan berputar berlawanan arah dengannya, hingga kegelapan mulai menyelimuti penglihatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN SANDRA (END)
JugendliteraturDia datang menaburkan banyak warna indah dalam hidupku. Namun aku lupa, bahwa kelabu juga bagian dari warna. Namanya Cassandra Liora. Seorang gadis dengan kisah kelam di masa lalunya yang mengubahnya menjadi sosok dingin tak tersentuh. Hingga rahas...