4. Yatta!!!
“Serius?!” Hentakan tangan Lani di meja kantin mengejutkan para siswa.
“Jangan keras-keras, dong!” protes Freya.
Freya baru saja menyampaikan bahwa kemarin ia sempat bersepeda berdua bersama Arion. Lani merasa tidak percaya karena jarang sekali pria yang ingin seperti itu bersama sahabatnya, apalagi ia merupakan seorang Arion. Jangakan Lani, dirinya Freya saja sulit untuk mempercayainya. Mungkin saja Freya merupakan sedikit dari sekian banyak wanita yang berkesempatan berbicara dengan pria dingin itu. Semua tahu Arion begitu dingin dengan setiap wanita yang berusaha dekat dengannya.
“Lo baru pakai susuk, ya? tanya Lani bercanda.
“Gila lo … emangnya gue cewek apaan mau melet orang sebegitunya.” Freya mengernyitkan dahi berkat tuduhan tersebut.
Tangan Lani menyentuh telunjuk Freya yang melekat pada sendok bakso miliknya. “Bagaimana rasanya dibonceng sama cowok seganteng Arion?”
Wajah Freya tetap datar. Anak ini selalu penasaran dengan hal-hal seperti ini.
“Lani, jika lo berharap gue bakalan bawa perasaan gara-gara boncengan sama dia, berarti lo belum mengenal gue dengan baik.”
“Ya … mana tahu lo baper, kan? Siapa yang enggak baper kalau berduaan sama Arion.”
Dua telunjuk Freya saling bersentuhan. Bukan Arion lah yang ia inginkan untuk didapati, namun pria itu. Pria pertama yang ia kenal di sekolah ini, sekaligus pria pertama yang menaruh senyum bersimpul bunga-bunga yang terus melekat di dalam hatinya. Tak pernah ia melihat seorang pria selain orangtuanya sendiri, melakukan keberanian dan mengorbankan diri demi dirinya. Meskipun bagi orang lain hal itu merupakan sepele, tetapi hati mengemasnya menjadi begitu spesial. Siapa lagi kalau bukan Raka. Pria yang tumbuh begitu populer, sehingga Freya sangat sulit sekali berinteraksi dengannya, menyadari jika Freya hanyalah wanita yang biasa-biasa saja.
“Hati selalu memilih kepada siapa ia akan berlabuh. Jika ia bukan dermaganya, maka ia tidak akan bisa menepi. Begitu pula gue dengan Arion. Lagian, itu cuma kebetulan.”
Tangan Freya memencet botol sambal ke mangkuk bakso milik Freya.
“Sok puitis lo … jijik gue jadinya,” ucapnya dengan tersenyum.
“Beda cerita kalau dia yang ngebonceng gue ….”
“Iya-iya … gue paham, kok. Semangat ya … walaupun itu terasa mustahil. Haha ….” Tawa Lani menggelegar.
Ia begitu paham jika sahabatnya tersebut begitu menyukai Raka yang sangat populer. Sudah berapa kali mereka membicarakan mengenai perasaan Freya terhadap Raka. Sudah berapa kali air mata Freya tumpah di hadapan Lani tatkala ia bercerita jika pria itu mengacuhkan dirinya. Tidak terhitung rasanya tangan ini membelai rambut Freya yang tertunduk berkat patah hati. Semua itu dilakukan atas dasar keprihatinannya menyorot nasib cinta bertepuk sebelah tangan sahabatnya itu.
Jam pulang membawa langkah Freya menuju sebuah ruangan yang menjadi ruangan club Jepang. Sebuah ruangan kecil yang berada di satu dari tiga gedung utama sekolah itu membuat lutut Freya bergetar. Letaknya yang berada tiga tingkat ke atas cukup memaksa napas Freya untuk berhembus kencang. Pintu ruangan itu kontras dengan stiker anime yang saling berdekatan. Pintunya kumuh, sedikit alur pertanda ingin retak. Gagangnya berkarat dengan warna kecoklatan. Bahkan, ia tak tahu ruangan tua ini dijadikan tempat aktivitas organisasi. Tidak ada celah untuk melihat ke dalam. Jendela begitu gelap kehitamam dan berdebu tebal, ditambah lagi dengan tirai yang menutupnya di dalam.
Bunyi gemeretak gagang pintu mengejutkan Freya. Ia terlalu kuat menekannya, hingga orang-orang di dalam langsung menyorotnya. Seperti kayu yang hendak tumbang, Reira mundur selangkah karena kehadirannya yang tiba-tiba.
“Lo tahu enggak kalau bentar lagi kita bakalan habis!” teriak salah satu wanita di dalam ruangan.
Pria nan tengah duduk di hadaan meja itu hanya bisa terdiam menatap temannya yang tegas menunjuk kepadanya. Tunduk malu tidak bisa dielakkan, pria itu hanya bisa terdiam. Tatapnya lurus dan pasrah ketika diteriaki. Tak ada rasa ingin membalas yang tersimpul dari wajahnya.
“Karin, gue udah sebisa mungkin buat nyari anggota. Bukan salah gue, kan?” tanya pria itu.
“Gue tahu, tapi ini bukan cara terbaik kita buat meneruskan club ini. Ego lo terlalu besar. Harusnya gue enggak ikut dari dulu. Gue malu bolak-balik ruangan Kepala Sekolah, ngajakin teman-teman masuk ke sini, dan ….” Wanita itu menggeleng cepat. Kekecewaan kental sekali terlihat dari wajahnya. “No one care, you know?”
Alangkah terkejutnya Freya menyorot pria yang sedang tertunduk malu tatkala wanita itu memarahinya berkali-kali. Seorang wanita berkacamata terlihat menepuk Raka.
“Raka … lihat,” tunjuk wanita berkacamata yang turut membersamai mereka.
Kenapa Raka bisa berada di sini?
Freya hanya bertanya di dalam batinnya yang tidak tahu apa-apa. Seorang Raka yang populer di kalangan wanita, tengah berada di dalam ruangan club Jepang yang notabene club yang paling tidak diminati di sekolah. Raka yang begitu keren dengan keringatnya tatkala memainkan bola basket itu, kini berada di sekitaran pajangan poster anime Jepang yang sering dianggap sebagai hobi yang kekanak-kanakan.
“Freya, akhirnya lo datang!” Raka melebarkan tangannya.
Setengah percaya, Freya seakan ingin menutup mata dan merasa ini semua hanyalah mimpi tidur siangnya.
“Lo kok bisa di sini?” tanya Freya.
Hanya Raka yang menghampiri Freya, sedangkan kedua teman wanitanya tetap duduk di bangku yang ada. Kedua tangan Raka yang menyentuh bahu Freya. Hal itu membuatnya bergeming tatkala pria itu mengulum senyum kepadanya.
“Akhirnya, club ini punya anggota baru. Kita masih punya harapan.”
Wanita yang memarahi Raka tadi masih menyilangkan tangan di dada.“Kita masih butuh satu anggota lagi. Lo harus cari itu, Raka!”
Raka membimbing Freya untuk duduk di salah satu bangku. Ia menunduk kepada Freya seperti hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang Jepang.
“Arigatou Gozaimasu … gue kira lo enggak bakalan datang.” Raka bangkit dari tunduknya. “Gue adalah ketua club Jepang ini.”
“Bagaimana bisa lo jadi ketuanya?”Freya menggeleng. Ia masih merasa tidak percaya dengan ucapan Raka tersebut. “Maksud gue, lo enggak pernah nunjukin minat terhadap semua hal tentang Jepang.”
Raka tertawa sembari mengelus rambut belakang. “Diam-diam begini, gue suka membuat manga.”
Manga memiliki arti 'komik' dalam Bahasa Jepang. Freya semakin dideru perasaan kagum berkat menyadari Raka memiliki minat yang hampir sama dengannya. Tak disangka, tangan yang biasa memutar bola basket ternyata piawai membuat garis-garis wajah kartun.
“Lo kayanya malu, ya? Hehehe ….” Freya tersenyum.
“Ah tidak juga, gue cuma enggak pengen menampakkan diri …. Lo liat manga yang diterbitkan setiap bulan di majalah sekolah, kan? Itu buatan gue dari club ini.” Raka menghampiri kedua temannya. “Oh, kenalin … cewek bar-bar ini namanya Karin, dia pandai sekali bernyanyi, terutama lagu-lagu Jepang.”
Karin melepaskan tangan Raka yang menjulur di pundaknya, lalu menghampiri Freya yang tengah terduduk.
“Terima kasih sudah bergabung. Lo pasti enggak nyangka orang sekeren Raka ada di sini, kan?” tanya Karin.“Gue juga sebenarnya, sih.”
“Dasar lo …. Oh ini satu lagi.” Ia mendorong wanita berkacamata yang berpostur tubuh mungil itu.
“Nama gue Zeta, terima kasih sudah ingin bergabung.” Ia menjulurkan tangan untuk berjabat.
“Sama-sama … gue senang banget bisa masuk club ini,” balas Freya.
Raka membuka papan tulis lipat yang ada di tepi ruangan. Lalu menuliskan sebuah kata dari huruf Jepang hiragana beserta huruf latinnya. Gerak tangannya yang menuliskan sebaris dengan senyum yang terpancar, menyaksikan Freya yang duduk terkagum-kagum dengan lihai tangan Raka menuliskan huruf Jepang di sana.
“Nama club kita adalah Yatta! … sebuah ungkapan keberhasilan yang umumnya diucapkan di Jepang.” Raka terdiam, lalu memandang aneh kepada kedua temannya. “Kan udah gue bilang, kalau gue bilang Yatta!, kalian harus ikut juga.”
“Yatta!!” ucap Karin dan Zeta dengan serempak, walaupun sedikit tidak bersemangat.
Freya mengangkat tangannya. Ia teriakkan seperti yang diminta oleh Raka. Perasaannya kembali menggebu-gebu setelah menyadari bahwa dirinya tengah bersama Raka di sini. Bersama di dalam satu club yang akan menjadi wadahnya untuk menuang inspirasi, terutama kepada Pria itu.
“Yatta!!!” ucap Freya dengan semangat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anantara Rasa
Ficção AdolescenteFreya Naomi jatuh cinta kepada Raka Azura sang Wakil Ketua OSIS yang pernah menyelamatkannya ketika Masa Orientasi Sekolah. Cinta itu berlanjut hingga kesukaannya terhadap budaya Jepang membawa Freya mengikuti sebuah club Jepang bernama Club Yatta...