72. Kita Putus

88 8 0
                                    

72. Kita Putus

“Mohon kembalilah ke club kita lagi,” mohon Raka sembari berlutut tepat di hadapan Arion waktu itu.

Bayangkan saja, orang yang paling disegani satu angkatan berlutut seperti orang bodoh di hadapan dirinya. Arion tidak merasa kasihan sedikit pun, baginya Raka pantas melakukan itu untuknya. Sudah lama ia menunggu momen di mana melihat Raka yang memelas ampun padanya, sebanding dengan apa yang pernah dilakukan oleh Raka di masa lalu. Bahkan, semua ini belumlah cukup untuk melampiaskan rasa sesalnya kepada Raka. Ia ingin lebih dari itu karena sepanjang hari semenjak itu Arion hanya merengkuh sakit dan patah hati.

Terkadang orang perlu mengakui kekalahan, terutama di saat-saat yang mendesak. Arion telah lama melakukan itu, di mana ia tidak lagi membahas kisahnya bersama Karin kepada orang lain, hanya memendam sendirian bagaimana cinta itu diambil paksa. Tidak ubah layaknya apel merah ranum yang digenggam oleh anak kecil, lalu dikelabuhi begitu mudah untuk diambil alih. Sebegitu mudahnya hati dihempaskan oleh Karin, beralih rasa kepada orang yang selama ini tidak pernah Arion duga.

Raka penyebab pertama itu, Arion tidak pernah memaklumi bagaimana sikap orang yang pernah ia anggap sebagai teman, lalu bermain api tepat di belakangnya. Tidak ada moril baginya ketika seseoranga tahu jika wanitanya memiliki penjaga, lalu dibawa melalang buana di senja hari dengan penuh kasih dan tipu-tipu. Ia yang tidak pernah merintih air mata tangis di ujung malam, pada saat itu Arion terpaksa melakukannya. Bodohnya, untuk orang yang jelas-jelas menyakiti hati sebegitu gamblang. Ia tidak pernah lepas oleh rasa itu, hingga saat ini.

“Lepaskan Karin, gue bakalan kembali ke club.” Arion meraih kerah Raka dengan paksa.

Pria itu tidak melawan sama sekali. Ia sadar bahwasanya Arion telah mengetahui semuanya, bahwa cinta pernah membuat hubungan mereka retak hingga tidak lagi bersapa sama sekali.

“Karin milik gue, lo punya hak apa?”

Arion tersenyum dingin. “Oh, ya? Mengambil seseorang yang udah ada yang punya? Dan itu lo bilang milik lo? Bajingan sekali.”

“Lo yang salah ... lo enggak pernah perhatiin Karin. Dia butuh perhatian dari lo dan dia sadar enggak pernah dapat itu dari lo.”

“Ya, semua itu cuma karangan dan bualan lo aja, kan? Lo bikin cerita kalau gue selingkuh sama Dinda, hingga bikin Karin benci sama gue. Orang macam apa lo itu?!” Arion menghempaskan tubuh Raka ke tanah.

Ia tidak peduli jika akan berbaku hantam di sana. Lagi pula, daerah itu merupakan miliknya. Raka tidak akan sanggup melakukan itu. Lagi pula, tidak pernah riwayat seorang Raka yang berkelahi dengan orang lain. Anak itu pengecut dengan menggunakan status sosialnya di sekolah untuk melindungi diri. Sudah berapa kali ia mendengar jika banyak dari para senior dan berandalan sekolah yang ingin menghantam sombongnya wajah anak itu.

“Itu bohong! Lo mengada!” tegas Raka.

Arion menggeleng. “Lo kira Karin enggak cerita tentang itu? Hahah ... lo bodoh, Raka. Dan satu lagi, sebegitu besar usaha lo memertahankan Karin, dia masih tetap aja ada rasa sama gue. Gue ngerasain itu. Tapi―”

“Tapi apa?!” tanya Raka dengan mata berkaca-kaca.

“Dua bajingan seperti kalian cocok menurut gue. Gue mengalah akhirnya.”

Raka mendekati tubuh Arion. Wajah mereka saling tegas berhadap-hadapan. “Semuanya udah jelas, kan? Lo enggak pengen balik sama Karin. Lo bilang dia bajingan.”

“Hahah ... lo kira semudah itu memaafkan orang kaya lo? Gue minta lo pergi dari Karin dan gue enggak sama sekali bakalan nyentuh dia.”

Arion berbalik diri, mendekati pintu belakang rumah. Bibirnya terselipkan rokok yang hendak ia sulut dengan pemantik api. “Gue bisa aja ngebeberin kebusukan lo. Semua orang tahu lo itu anak baik, padahal sama aja enggak ada bedanya dengan bajingan di sekolah. Dan ... kunci pertahanan club kalian hanya ada di gue. Kepala Sekolah bisa ngirim pembubaran organisasi karena club kalian enggak cukup orang. Impas, bukan?”

Kalimat terakhir Arion diiringi dengan hentak pintu yang tertutup. Hanya angin yang menjawab kalimat dari Arion. Raka berdiri dengan lutut yang lemah, menyadari ia sudah kalah saat itu. Ia sadari bahwasanya Arion merupakan orang yang cerdas. Ia punya segala cara untuk membungkam lawan bicara, termasuk dirinya yang paling termudah. Raka pun tertunduk, menangisi keadaan yang sangat pelik. Ia masih bimbang untuk melakukan apa.

Iya, benar adanya. Raka mengakui kebusukan hal tersebut. Cinta telah membuatnya buta. Karin merupakan orang yang sempurna baginya, hingga Raka menaruh rasa sejak lama, bahkan sebelum Arion mengenali wanita cerewet itu. Merasa tidak ingin kalah, ia pun mengakali kelemahan Arion yang begitu pasif dengan wanita, bahkan pacarnya sendiri. Hingga, kemenangan itu pun tiba pada saat itu. Arion berpisah dengan Karin, sementara api yang telah ia mainkan telah mendekatkan wanita itu padanya.

Pada saat itu juga, Raka menghidupkan layar handphone. Ia hapus nama Karin yang tertulis di laman media sosialnya. Ia lebih memilih kepentingan orang banyak, yaitu teman-teman yang selama ini membangun club. Memang, ia bajingan seperti yang dikatakan oleh Arion. Namun, idealisme tetaplah idealisme. Club merupakan harga mati untuk dipertahankan. Ia tidak tega melihat wajah sedih teman-temannya yang menyadari pembubara club jika Arion benar-benar melakukan hal tersebut. Raka sadar jika Arion tidak pernah bermain dalam ucapan. Pria itu kepastian dalam dingin sikapnya yang mengesalkan.

Akhirnya, dalam pertemuan selanjutnya dengan Karin, Raka memutuskan hubungannya dengan Karin, dengan syarat tidak akan membawa masalah itu ke dalam club yang ia banggakan.

“Kita putus ... lo enggak akan pernah lepas dari Arion. Gue sadar itu,” ucap Raka sembari melepaskan tangan Karin.

Semuanya sudah jelas bagi Arion, ketika malam ini Karin datang padanya dengan membawa ucapan terima kasih karena sudah membawa wanita itu ke podium juara. Tawa hatinya terdengar nyaring sekali ketika Karin mengatakan jika dirinya telah putus dari Raka. Arion merasa tidak ada wajah penyesalan dari wanita itu, bahkan tersenyum seperti orang busuk. Ia sudah tahu, Karin hanya memanfaatkan Raka dengan segala popularitas dan harta. Hatinya hanya memandang pada Arion, hanya saja Arion telah lama mengantisipasi hal tersebut.

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang