61. Tentu Saja

53 7 0
                                    

61. Tentu Saja

“Dia bener-bener enggak mau, Freya ....” Lemah ucapan Karin kepada Freya yang sedang duduk bermenung di meja kerja Raka.

Hanya mereka berdua yang ada di ruangan club. Freya mendapati Karin sedang berdiri di melihati wajah pada cermin. Ia heran kenapa Raka tidak ada di ruangan club. Setahunya bahwa Raka selalu ada di sini ketika jam istirahat. Barulah ia ketahui ketika Karin memberikan informasi jika Raka izin ke guru piket sekolah untuk mengantar naskah komik buatannya itu. Sudah saatnya untuk dikirimkan berkas tersebut agar tidak keteteran nantinya. Mengingat minggu depan sudah jadwal ujian semester ganjil. Setelah itu, mereka masih akan berkutik dengan degup hati menghadapi perlombaan.
Jujur, Freya merasa sepi semenjak tidak adanya Arion di club. Pantas saja permintaan Karin tidak akan diiyakan oleh pria itu. Jangankan Karin, kekasihnya saja tidak didengarkan. Freya pun memahami itu. Arion terlalu bebas untuk dikekang oleh pengaruh luar. Pria itu benar-benar independen tanpa ingin diusik, kecuali murni dari keinginan sendiri. Freya sudah merasa lepas tangan. Tidak satu atau dua kali bibir ini berbuih memberi saran untuk kembali ke club, sebagaimana ia mengajak Arion pertama kali masuk. Namun, yang diterima hanyalah belaian tangan lembut dari tangan pria itu. Luluh sejenak hati, tak jadi bersikeras untuk mengajaknya kembali masuk. Arion begitu tangguh untuk membuatnya paham akan kemauan pria itu.

Entah kenapa ia begitu nyaman ketika kata-kata lembut dari Arion bersemat di kala percakapannya yang sok filosofis itu. Mulai dari kecupannya di kala senja, tepat ketika redup cahaya mentari masuk menyelinap dari jendela dapur, Freya pun mulai menerka-nerka. Namun, terkaan ini tidak sesederhana menjawab soal ujian pilihan ganda yang mudah sekali untuk menetapkannya. Kali ini Freya harus membuka tabir kenapa ia menerka dan mempertanyakan hal tersebut. Buntuk kepala sesak di hati menyelimuti pikirannya yang penasaran.

Apakah gue mulai suka sama dia?

Jika itu benar, Freya turut menyetujui itu. Bukankah tujuan semula hanya untuk saling melupakan orang lain, kini berubah untuk mencintai satu sama lain? Untuk saat ini, mau tidak ada cinta dan rasa, ia hanya ingin bersama dan membersamai Arion. Kelembutan dan ketulusan hatinya membuat Freya luluh. Pria mana yang mau memperlakukan Freya dengan begitu bijaksana, sementara belum ada rasa yang bersemat di hatinya. Hanya Arion, itulah yang Freya tekankan.

Freya mendekati Karin yang menarik kursi untuk duduk memangku tangan. Wanita itu tentu saja penuh tekanan saat ini. Ia yang selama ini bersikeras untuk mendapatkan anggota club, sampai ia harus terus berdebat dengan Raka. Sekarang, orang yang diharapkan menjadi pengisi telah pergi. Jika pihak sekolah tahu bahwasnaya mereka telah kekurangan anggota, sudah pasti Raka kembali tertunduk malu dengan surat pembubaran organisasi.

“Gue udah berusaha mungkin buat ngajakin dia masuk lagi. Tapi, lo tahu sendiri kalau dia itu Arion. Bahkan jika Kepala Sekolah langsung yang memintanya, Arion akan tetap menolak.”

“Kenapa sih cowok itu sedingin itu? Apa dia enggak peduli dengan orang lain?” Karin mengernyitkan dahi. Tentu saja ia kesal dengan hal tersebut. “Gue terancam gagal buat menang di perlombaan akustik. Gue memang bisa main gitar, tapi enggak ada orang yang sebagus Arion.”

“Kita mau bagaimana lagi? Semuanya pasti berusaha keras buat menang. Keadaan memaksa kita buat jadi begini. Lo harus tetap semangat.”

“Gue udah ikut berbagai perlombaan. Kata semangat udah jadi hal lumrah dalam diri gue. Tapi, kesempurnaan itu perlu. Arion bisa bikin penampilan gue sempurna dan kini dia hilang. Lo bayangin itu?”

Freya tertegun mendengar kalimat tersebut. Dirinya tahu jika wanita itu membenci Arion dalam hubungan pribadinya dan masa lalu. Namun, tidak disangka ia begitu menghargai Arion di sisi yang lain. Ia tidak ingin Arion pergi karena Arion sangat dibutuhkan untuk itu.

“Gue bakalan ngajak Arion buat masuk lagi. Sementara itu, lo harus tetap latihan.”

Mata Karin merambat lurus tepat di wajah Freya. “Freya, apa lo suka sama Arion?”

“Apa?” tanya Freya dengan heran.

Wajah Karin tersiratkan bahwasnya ia ingin benar-benar tahu tentang hal tersebut. Satu pertanyaan yang mencuat di hati Freya, apa dia tahu sesuatu?

“Enggak ada, gue ngerasa kalian lagi dekat. Buktinya, sedingin-dinginnya Arion, dia masih mau bicara sama lo,” jawab Karin.

Karin masih menutupi fakta jika ia tahu Freya tengah menjalin hubungan dengan Arion. Ia pun masih bertanya-tanya apakah Raka turut mengetahuinya juga. Ia tidak bisa membeberkan berita itu karena ia sudah terlampau janji untuk menutup mulut.

“Enggak, gue enggak suka sama dia. Tapi, Arion itu orang yang baik. Gue nyaman sama dia.”

“Kalau lo benar-benar suka sama dia, bagaimana?”

Freya masih tidak mengerti kenapa Karin ingin membahas hal ini. Namun, ia harus mengikuti alur pembicaraan dengan sebaik mungkin.

“Gue senang dengan hal itu. Gue bisa punya orang yang gue ingat tiap malam, tanpa ada beban sedikit pun. Meskipun pada akhirnya Arion menolak gue, tapi dia bakalan tetap ngizinin gue buat terus suka sama dia. Dia orang yang baik.”

Senyum Freya melebar tidak biasa, berharap kalimat itu benar-benar menusuk pada kalbu Karin. Freya tahu benar jika Karin pernah membuat hati Arion terluka, sama halnya yang terjadi dengan dirinya sendiri. Mereka pun merintih gemeretak patahnya hati dalam satu waku dan satu ruang, tatkala menyadari jika Karin dan Raka telah mempunyai hubungan spesial.

Tangan Karin menepuk pundak Freya. Ia balas senyum dari Freya yang manis itu. “Gue rasa kalian cocok. Hmm ... gue pergi dulu ke kelas. Jangan lupa kunci pintu nantinya.”

Karin pergi meninggalkan Freya. Hatinya bergumam begitu pelan, seakan takut terdengar oleh wanita itu.

Tentu saja Freya tahu tentang masa lalu gue bersama Arion. Arion pasti menceritakannya ....

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang