73. Munafik
“Bagaimana menurut lo?” tanya Karin. Mereka duduk di antara piala juara pertama, tepat di kursi papan panjang belakang toko bunga. “Raka mutusin gue.”
“Ya, sebaiknya lo berpindah hati dengan orang lain. Kenapa lo cerita gue?” tanya Arion untuk memancing.
“Enggak ada, gue pengen cerita aja. Ngomong-ngomong, sejak kapan kalian pacaran sama Freya? Gue kira dia bukan tipe lo.”
“Emangnya lo tahu tipe gue bagaimana?” Arion sedikit sensitif dengan hal tersebut.
“Lo suka cewek yang cerdas, bukan? Lo sendiri yang bilang sama gue dulu.” Karin menadahkan wajahnya ke langit, menatap bintang yang bercahaya silih berganti.
“Freya itu cewek cerdas. Dia bisa masak, pandai memperlakukan orang lain dengan baik. Defenisi cerdas itu luar, enggak hanya berkutat dengan buku-buku,” jawab Arion.
Karin diam sesaat. Tangannya mengepal seperti yang ada dicemaskan. Datar wajahnya menatap ke tanah, lalu beralih menyoroti Arion yang diam seperti kayu mati. “Gue masih ada rasa sama lo. Semenjak hari itu, gue sama sekali enggak sama sekali ngelupain lo. Dan sekarang, lo tahu gue udah beres sama Raka.”
Sontak Arion menoleh padanya. “Oh, ya? Sebegitu mudahnya lo pindah ke orang lain kaya gini?”
“Arion ... lo sebenarnya masih suka sama gue juga, kan?” Gerak tubuh menyamping Karin bersarang melingkari pinggung Arion. Ia memeluknya dengan lembut, menempelkan wajahnya pada bahu Arion yang tegas.
Diam sejenak Arion menyadari kebusukan dari wanita yang ada di sampingnya itu. Tidak masuk di logika saja, bagaimana seseorang yang baru saja putus dengan begitu mudah ingin pindah ke orang lain. Sementara itu, Karin begitu nyaman saja menyadari tubuh dengan peluk mesra sepihak itu. Arion sama sekali tidak menikmatinya karena Karin bukanlah orang yang pantas untuk memeluknya.
“Arion!”
Sontak suara itu menjatuhkan jantungnya yang sedari tadi lemah. Freya dengan wajah tidak percaya tengah berdiri di depan sana, baru saja datang dengan sebuah benda yang ia pegang. Cepat beralih langkah wanita itu untuk kembali setelah melihat kesalahpahaman ini. Berkat itu, Arion mendorong dengan cepat Karin untuk menghindarinya, lalu berlari mengejar Freya. Rentak cemas menyelimuti hatinya yang sekarang berharap Freya ingin mendengar sebuah penjelasan. Apa yang ia lihat bukanlah seperti yang dipikirkan. Arion sama sekali tidak menikmati pelukan itu, bahkan ingin segera mengucapkan penolakan dengan halus, tetapi menusuk hati Karin yang munafik.
Wajahnya cemas, mengapa ia terlalu gegabah seperti ini. Kecemasannya itu memuncak tatkala melihat Adit yang keluar dari mobil.
Freya terlihat menggelengkan wajah. “Enggak, gue mau pulang sekarang aja, Kak.”
Tatap mata dua pria itu beradu dengan tegas. Sebagaimana janji dari Adit yang menegaskan tidak akan membiarkan Freya disakiti olehnya, sebagai konsekuensi pria itu tidak akan sekali pun melepas Freya dengan orang lain. Namun, pada saat ini Arion hanya ingin memberikan penjelasan dengan Freya. Hanya saja, Freya sudah terburu masuk ke dalam mobil karena tidak ingin ditemui olehnya.
“Freya, ini bukan seperti yang lo pikirin!” Arion kembali berlari menuju mobil.
Seketika gerak tubuhnya ditahan oleh Adit. Wajah sinis yang ingin menghancurkan dirinya itu tengah berlagak bagaikan seorang pelindung bagi Freya. Ia tahu, Adit bisa saja dengan mudah menumbangkan dirinya sendirian. Arion tahu sekali bagaimana karakter dari seorang Adit.
“Adit, ini urusan gue sama Freya ....” Ia mencoba untuk menyingkirkan Adit di hadapannya.
Tangan Adit masih terlalu kuat untuk itu. Ia dengan tegas menahan kerah dari Arion agar tidak menyentuh Freya. “Lo apakan Freya? Bilang sama gue!”
“Karin tiba-tiba aja meluk gue dan semua ini kesalahpahaman!” Arion melihat kaca mobil yang hitam pekat. Bayang-bayang Freya dari dalam menyimpulkan ia hanya duduk terdiam sembari meneteskan air mata. “Freya! Dengerin gue, ini semua enggak seperti yang lo pikirin! Ini semua salah paham!”
Adit mendorong tubuh Arion ke belakang, hingga Arion terjerembab ke bawah.
“Enggak ada yang baik di sini, kalian semua busuk di dalam pertemanan,” ucap Adit dengan pelan.
“Freya! Semuanya udah adil, pada akhirnya gue suka sama lo, Freya! Gue ngerasain itu sejak lama, bahkan sebelum lo ngerasainnya juga. Gue menahan itu biar gue mengerti diri lo sendiri! Biar kita sama-sama tahu kalau perasaan ini bukanlah main-main!”
Tidak ada yang menjawab perkataan tulus dari Arion tersebut. Freya tidak membuka kaca mobil, bahkan menoleh pun tidak. Sementara itu, Adit masuk ke dalam mobil untuk segera pergi. Menggelegar bunyi mesin mobil yang dihidupkan, berderu suara ban ketika digerakkan. Angin pergerakan dari kendaraan mereka menyibakkan wajah Arion yang lesu menatap perpisahan itu. Tangisnya pecah perlahan karena menyadari ia sudah membuat sebuah kesalahan, meskipun bukan dirinyalah yang menginginkan hal itu.
“Sekarang lo puas?” Arion berbalik ke belakang. “Lo orang paling munafik yang pernah gue kenal.”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anantara Rasa
Teen FictionFreya Naomi jatuh cinta kepada Raka Azura sang Wakil Ketua OSIS yang pernah menyelamatkannya ketika Masa Orientasi Sekolah. Cinta itu berlanjut hingga kesukaannya terhadap budaya Jepang membawa Freya mengikuti sebuah club Jepang bernama Club Yatta...