28. Penyelamat
Bulan tidakk memberikan kesempatan bagi Freya untuk memalingkan pandangannya. Begitu cerah di antara taburan bintang gemintang yang menghiasi langit malam ini. Cerahnya seakan menyambut doa-doa para manusia yang dipanjatkan malam ini, lalu diteruskan kepada Tuhan yang menerima doa itu. Bergeming diri Freya, menyesap harmoni malam yang senyap ini. Bahkan, suara serangga pun terdengar harmoni, saling menyahut satu sama lain. Suara-suara kolaborasi itu menyatukan suasana, suasana dingin dan hangat yang menjadi satu. Terutama kepada pria yang memintanya untuk menunggu di dekat gerbang.
Senyum Arion melebar kepada Freya yang bertegak diam di samping sepeda. Terlihat oleh Freya bahwasanya pria itu tengah membawakan sesuatu kepadanya. Plastik putih bersikan setengah air yang berenang di dalamnya dua ikan berwarna jingga. Perut ikan itu menggembul menjadi ciri khas yang mencolok, lalu bibirnya manyun seperti orang cemberut. Kini, tangan Arion memberikan ikan tersebut kepada Freya.
“Ikan maskoki, bagus untuk kesehatan mental.” Ia menggoncang sedikit plastik itu agar Freya segera meraihnya. “Ini buat lo. Ada juga sedikit pakan ikan. Peliharalah dengan baik.”
“Perkataan lo seakan gue ini butuh bantuan mental,” balas Freya.
Arion tersenyum. “Semua orang butuh dukungan mental setiap saat. Jika suatu hari enggak ada siapa-siapa yang ngedukung lo, ikan ini bakal jadi kekuatan yang besar. Mereka lucu kalau lagi berenang.”
“Terima kasih ... gue harap ikannya bertahan selama seminggu ini.” Freya meraihnya.
“Selagi lo kasih makan, dua ikan itu bakalan tetap hidup. Jangan dekatkan dengan kucing kalau lo punya kucing. Kucing suka ikan, bukan?”
Teringat oleh Freya bahwasanya ia memiliki seeokor kucing berbulu lebat di rumahnya yang selalu tidur di sampingya setiap pagi. “Semoga Bomu bersahabat dengan ikan ini.”
Freya menaiki sepedanya kembali, lalu menggantung ikan itu pada stang sepeda dengan baik. Sebelum beranjak pergi, sempat ia tatap Arion yang bermuka datar itu. Hanya tangannya yang melambai kecil sebagai tanda perpisahan malam ini. Ia sudah menyambutnya dengan baik, meskipun sedikit berdebat mengenai rokok. Namun, Freya setelah itu kenyang dengan makan mie dalam cup bersama, dilengkapi dengan cola dingin yang menyegarkan.
“Hati-hati di jalan. Sore memang banyak kendaraan dan malam bakalan sunyi banget, tapi hati-hati di dalam kesunyian."
“Nada bicara lo sedikit aneh, gue jadi takut.” Freya mengayuh sepedanya. Sebelum melaju, ia menoleh pada Arion. “Nama gue dari dewi mitologi Yunani, Freya! Kegelapan takut dengan Freya!”
Setelah itu, ia melaju di jalan malam yang gelap. Tak seperti ucapannya tadi, Freya malah lebih takut dengan kegelapan. Ia segera mungkin untuk sampai ke rumah agar ia bisa menghindari ketakutannya tersebut.
Freya tidak abis pikir akan mendapatkan hadiah dari pria itu berupa sepasang ikan maskoki jingga yang berenang dengan lucu. Seakan sudah saling mengenal, ikan tersebut berenang dengan riang berdampingan tatkala Freya masukkan ke dalam sebuah akuraium berukuran sedang. Tentu saja ia meletakkannya jauh dari jangkauan kucingnya yang nakal itu. Ia tak ingin Bomu mengambilnya dan menyerahkan tulangnya kepada Arion langsung.
Pemberian ini memiliki makna tersendiri bagi Freya. Ternyata pemberian dari orang lain sangat berharga, meskipun sesederhana ini. Freya bisa saja membeli sepuluh ikan berjenis yang sama di toko ikan, tetapi tak akan pernah semenarik ini. Terutama, ketika hadiah itu diberikan oleh seorang teman. Tentu saja Freya akan merawatnya dengan seenuh hati, memberikan makan setiap hari, serta mengganti airnya secara berkala agar sepasang ikan itu hidup dengan baik.
Mulai sejak hari itu, setiap pagi Freya menyentuh kaca akuarium demi menarik perhatian sepasang ikan peliharaannya. Lucu terlihat ketika mereka mengikuti ujung telunjuk Freya yang bergerak. Ingin rasanya Freya memeluk ikan pemberian Arion itu, tetapi ia sadar bahwasanya ikan maskoki bukanlah Bomu yang bisa ia peluk setiap saat. Kini pun Bomu duduk di pangkuannya, memerhatikan ikan yang bergerak di atas meja, berharap ia bisa menangkap ikan itu dan menjadikannya mainan.
Romantisme sepasang ikan itu tidak semulus dengan realita yang terjadi pada Freya, terutama masa depan club Yatta. Hari sudah tinggal menunggu keputusan apakah club itu akan bertahan atau tidak. Tak ada satu pun murid yang datang ke ruangan club untuk mendaftaran. Sempat Karin mengintervensi murid baru yang ia kenal untuk bergabung, tetapi mungkin karena wajah Karin yang garang itu, mereka tidak jadi datang. Padahal, besok adalah hari terakhir. Apabila keesokan harinya mereka tidammampu untuk mendapatkan seorang anggota, terpaksa seluruh barang di sini dibersihkan.
“Masih ada tiga puluh enam jam lagi sebelum berakhir.” Raka melihat jam tangannya.
“Tiga puluh enam jam kalau kita diam di sini, sama aja enggak berguna,” tekan Karin kepadanya.
Freya dan Zeta saling bertatap karena mereka menyadari sebentar lagi dua orang itu akan berdebat satu sama lain.
“Karin, lo bisa tenang sedikit, enggak? Kita masih bisa bertahan, gue enggak bakalan ngebiarin hal itu terjadi.”
Mata Karin menatap tajam pria itu. Ia sama sekali tidak suka ketenangan yang selalu ditunjukkan oleh Raka, sama sekali tidak bekerja memberikan ketenang bagi dirinya. Memang, di antara mereka semua, dirinyalah yang paling pembangkang. Tetapi, ia turut memberikan harapan besar kepada club ini sehingga ia tak bisa tenang apabila belum mendapatkan anggota.
“Bagaimana bisa gue tenang kalau begini―” Karin menutup wajahnya. Ia benamkan tangannya itu ketika bernapas. “Ah ... lo harus lepas idealisme lo itu. Ada banyak murid di sini yang bisa kita daftarin jadi anggota tambahan!”
“Gue enggak mau, Karin! Gue pingin seluruh anggota yang bergerak dari hati, bukan paksaan, bukan kepalsuan!” Raka mendekat pada Karin. Tegas jemarinya menunjuk kepada Karin.
Tampak wajah ketidaksukaan yang ditunjukkan oleh Karin. Matanya seketika berkaca-kaca karena menyadari Raka sedang membentaknya. Padahal, selama ini dirinya belum pernah melihat Raka membentak seseorang.
“Lo ngebentak gue? Lo berani nunjuk gue kaya gini?” tanya Karin sembari berdiri. Aksinya tersebut berhasill membuat Raka mundur selangkah. Wajahnya tak mampu ditatap oleh Raka, hingga pria itu mengalihkan pandangannya. “Lo itu harus sadar, kalau kita begini terus. Kita bakalan bubar!”
Suasana semakin tegang di akhir kalimat Karin. Terpaksa bagi Freya untuk menahan Karin agar tidak terlepas semakin emosi. “Sudah, Karin. Suasana akhir-akhir ini memang memaksa kita buat seperti ini.”
Ia memandang Freya. “Lo suruh teman lo itu buat jangan nunjuk gue kaya gitu. Gue enggak suka.”
“Iya, Karin ... Raka memang salah. Sekarang kita harus lebih tenang karena kita ini satu club.” Freya terus mengelus pundak Karin agar wanita itu tenang. Namun, hal itu tak bisa membuat Karin bisa menerima fakta bahwa Raka sudah membentaknya dengan nada tinggi.
“Telepon gue kalau ada satu anggota yang masuk hari ini. Jika enggak, gue benar-benar keluar!” Karin menyandang tasnya, lalu berbalik melangkah menuju pintu.
“Karin, tunggu―”
Tangan Freya ditahan oleh Raka. Ia ingin membiarkan Karin melakukan hal sesuka hatinya. Memang, wanita itu memiliki peran yang besar terhadap club ini. Namun, ia tidak menyukai ketika Karin bersifat egois, mementingkan sesuatu yang tidak perlu dilakukan demi sebuah kelancaran. Ia masih berpegang teguh bahwasanya masih ada cara yang lebih baik dan bermanfaat bagi mereka dalam jangka panjang.
“Biarkan dia pergi, hanya satu tempat dia kembali, yaitu di sini,” balas Raka.
Karin tidak ingin mendengar kalimat Raka. Hatinya gundah setelah Raka bersikap kasar kepadanya. Setahu Karin, Raka merupakan orang yang lembut kepada setiap orang, hal itu pula yang membuat banyak orang hormat kepada Raka. Selain itu, ia bosan mendengar idealisme omong kosong itu. Baginya, ada saatnya kita bersikap idealis, tetapi harus realistis pada suatu waktu. Sudah bulat keputusannya untuk keluar dari club esok hari apabila sampai hari ini tak ada yang mendaftar. Tidak ada gunanya sudah ia bertahan di dalam sebuah club yang tidak diakui sekolah. Lebih baik ia masuk komunitas budaya Jepang eksternal yang lebih besar dan banyak perannya.
Tepat setelah ia membuka pintu, dahinya bersentuhan dengan dada seseorang. Wanginya khas sekali, membuka lembaran masa lalu yang pernah terjadi. Lembutnya dada itu mengingatkannya atas kenangan yang sempat tertuliskan pada sejarah hidupnya, bahwasanya ada cinta yang pernah bersemi, membentuk kasih-kasih dan rindu. Tatkala ia mendongak ke atas, tampak wajah dingin yang kaku itu tengah memandang kepadanya.
Arion? ucap Karin di dalam hati.
“Permisi, apakah ini ruangan Club Yatta?” Arion mengangkat brosur pendaftaran club yang diberikan oleh Freya sebelumnya. “Gue Arion ... gue pengen gabung.”
Tepat untuk hari ini, Arion kembali membuat Freya bergeming. Untuk kedua kalinya ia menjadi penyelamat bagi dirinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anantara Rasa
Teen FictionFreya Naomi jatuh cinta kepada Raka Azura sang Wakil Ketua OSIS yang pernah menyelamatkannya ketika Masa Orientasi Sekolah. Cinta itu berlanjut hingga kesukaannya terhadap budaya Jepang membawa Freya mengikuti sebuah club Jepang bernama Club Yatta...