55. Menerimanya

55 8 2
                                    

55. Menerimanya

Begitulah kisah cinta Freya yang berakhir buntu tanpa cahaya, tanpa cita-cita yang bisa diraih. Harapannya pada Raka sudah pupus karena tanpa sepengatahuan Freya, pria itu sudah memiliki seseorang yang disimpan di dalam hati. Sedangkan harapannya pada Arion untuk bisa melupakan pria itu, tak bisa diterima oleh akal. Mungkin saja perkataannya hari itu bukanlah berasal dari akal sehatnya, melainkan dari hati yang sedang tidak baik-baik saja. Penolakan itu wajar adanya dan Arion pantas mengatakannya pada Freya. Ia tetap akan menjadi teman Arion karena sudah ada dari janji mereka sejak awal. Mereka tidak akan saling jatuh cinta karena masing-masing hati telah terlebih dahulu mengukir sepenggal nama. Hanya saja, nama itu perlu dihapus sesegera mungkin, bukan dengan cara membuat sebuah hubungan palsu. Butuh waktu untuk pembiasaan hingga semua hal berjalan seperti sedia kala.

Dinamika Club Yatta berjalan seperti biasa, padahal ada hal yang disembunyikan di dalam sana. Hanya mereka berdua yang tahu mengenai hubungan Karin dan Raka. Tidak pula ingin bagi mereka untuk mengungkap rahasia itu. Cukuplah momen malam yang mencengangkan itu menjadi rahasia hingga waktu yang mengungkapnya sendiri. Jika Raka dan Karin merahasiakan, sudah berarti hal itu tidak boleh diberitahukan siapa pun, termasuk oleh Freya dan Arion. Arion pun ingin berhenti membahas mengenai hubungan mereka berdua itu. Biarlah waktu berjalan seperti biasa tanpa tekanan yang harus dipikirkan.

Freya tetap bersikap biasa di ruangan club. Zeta masih aktif menulis di sana sembari mendengar perdebatan Karin dan Raka. Arion masih menjadi Arion yang pendiam, tanpa suara, dan hanya duduk sembari memerhatikan tanpa tanggapan. Hanya Freya yang mengajaknya sesekali berbicara. Selain itu, tidak ada ditampakkan sikap curiga itu. Arion dan Raka tetap profesional melanjutkan proses penggambaran komik. Mereka harus menyelesaikan tugas itu agar bisa memenangkan kontes. Cita-cita mereka sama, yaitu komik yang dibukukan dan dibaca oleh orang banyak. Tentu saja untuk mendapatkan itu harus menoreh peringkat pertama di dalam kejuaraan.

“Lo lebih ceria akhir-akhir ini, kenapa?” tanya Lani ketika mereka melangkah ke kantin.

Sebenarnya, bukan hati Freya yang sedang ceria, hanya saja ia berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihan. Sudah pasti sedih bila cinta itu sudah ditutup paksa karena keadaan yang peling. Namun, ia tidak bisa terus menerus untuk merasa rapuh kepada setiap orang. Seperti yang dikatakan oleh Arion, bersikaplah seperti biasa saja sampai orang tahu bahwasanya kita tidak ada masalah. Lebih baik menunjukkan kebahagiaan palsu, daripada terus mengeluh kepada realita.

“Gue sedih lo curiga, gue bahagia lo juga curiga. Mau lo apa sih, Lani?” balas Freya dengan nada bercanda.

“Hmm ... ya, gue sebagai teman lo harus tahu. Bisa jadi lo lagi dapet sesuatu sehingga kelihatan curiga.”

“Enggak, gue hanya pengen kelihatan ceria. Itu enggak salah, kan?”

Lani tersenyum. Ia senang dengan tanggapan sahabatnya itu. “Jadi, bagaimana dengan Kak Adit?”

“Kak Adit? Hmm ... dia orang yang baik, peduli sama gue karena dia selalu nanyain keadaan gue.”

“Jangan-jangan lo udah mulai suka sama dia, ya?” goda Lani pada Freya. Tidak pernah selama ia berteman dengan Freya, wanita itu mendapatkan kabar sedang didekati oleh seseorang. “Menurut gue, Kak Adit cukup tampan. Dia itu ala-ala badboy gitu, kelihatan sexy di mata gue. Kalau Raka, dia terlalu baik. Gue enggak suka sama cowok yang terlalu baik kaya dia.”

“Eh, mana ada!” Freya menepuk bahu Lani. “Gue deket sama Kak Adit karena mama kami saling berteman. Mamanya sering ke rumah gue, begitu pula dengan mama gue. Jadi, wajar aja kami akhir-akhir ini dekat.”

“Atau jangan-jangan .... orangtua kalian udah berencana buat ngejodohin? Wah, kaya cerita-cerita novel. Haha!”

“Eh, mana ada kaya gitu―” Kalimat Freya terhenti di kala Adit tampak di muka mereka.

Freya dan Lani saling memandang, berharap Adit tidak mendengar percakapan mereka berdua.

Adit tersenyum ringan kepada kedua juniornya itu. Seharusnya, ia ke kantin saat ini. Namun, karena mendapati Freya sedang berselisih jalan dengannya, Adit pun mencegatnya untuk pergi. “Freya, bisa ikut gue sebentar?”

“Kayanya gue harus pergi.” Lani melepaskan pegangan tangan Freya darinya. “Sampai jumpa di kelas, Freya.”

Lambaian tangan Lani memisahkan perjalanan mereka berdua ke kantin. Kini, tinggallah dirinya dan Adit yang saling berhadap-hadapan. Degup jantung tidak bisa dihindari tatkala melihat wajah Adit yang menyorot serius.

“Mau ke mana, Kak? Gue mau ke kantin sama Lani. Kalau bisa, di sini aja. Ada apa?” tanya Freya.

“Begitu, ya? Maaf banget nganggu kalian berdua. Hmmm ....” Adit melihat ke kiri dan kanan. Ia dekati tubuhnya pada Freya. Dengan penuh keberanian hati, ia menyentuh ujung jemari Freya. “Jadilah pacar gue, Freya. Gue suka sama lo.”

Entah apa yang membuat dunia seakan berhenti bergerak, setidaknya melambat beberapa detik. Ternganga mulut Freya atas dasar ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan itu mengosongkan pikirannya, tersedot pada satu fokus yang sangat membingungkan. Bagaimana bisa seseorang begitu mudah mengatakan hal tersebut, padahal situasi tidak memungkinkan untuk itu. Bagaimana cinta menjadi suatu hal yang mudah dikatakan, padahal ia sama sekali tidak sanggup melakukan hal tersebut. Tak ia balas perkataan tersebut, Freya masih bingung untuk menjawab apa. Namun, realita telah menyatakan bahwasanya tepat di hadapannya kali ini, ada seorang pria yang ingin diberikan cinta darinya.

Adit memang baik kepadanya. Sikapnya lembut, terutama tatkala mereka berjumpa kembali oleh keadaan yang mempertemukan. Adit tidak seperti dirinya di kala Freya pertama kali melihat pria itu berteriak kepada orang lain. Dahulu, ia menakuti seniornya tersebut. Namun, ia malah menjadi dekat dengannya. Freya tidak lagi memandang Adit sebagai murid berandal di sekolah, melainkan seseorang yang karismatik dengan seluruh kelembutan yang Adit tunjukkan kepadanya.

Hanya saja, adakah cinta yang Freya sematkan padanya? Jikalau Arion berkata bahwasanya sebuh hubungan haruslah berlandaskan cinta, apakah ia bisa menjalin hubungan dengan Adit? Adit memanglah baik, tetapi dirinya belum bisa menemukan alasan untuk mencintai pria itu. Ada celah kecil di hati Freya yang ingin menerima berkat tujuannya untuk melupakan seseorang. Namun, apakah bermoralkah jika tujuannya menjadi pacar Adit untuk melupakan Raka? Sekelumit pertanyaan-pertanyaan ini terngiang di kala sepuluh detik yang diam itu.

“Kak―” Tiba-tiba Freya menoleh ke samping. Tangannya ditarik oleh seseorang dengan begitu kuat. Terhalanglah pandangan Freya yang bingung itu oleh tubuh belakang seorang pria.

“Sorry, Freya itu pacar gue.” Arion dengan tegas menyatakannya. “Jangan lo sentuh tanganya seperti itu.”

Ia dilindungi oleh seseorang yang begitu tangguh memposisikan dirinya sebagai keistimewaan. Mulai dari detik itu, Freya menyimpulkan bahwasanya Arion telah berputar pikiran untuk menerimanya.

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang