49. Tidak Diduga

49 7 0
                                    

49. Tidak Diduga

Bagaimana bisa seseorang pria sebegitu berani meminta nomor handphone miliknya? Bahkan, mereka hanya baru bertemu dua kali, itu hanya berupa pertemuan singkat tanpa percakapan yang jelas maksudnya. Sekeras apa pun Freya menyebut pria itu aneh, tetap saja ia memberikan ID LINE yang biasa ia pakai. Bersaranglah bunyi pesan singkat yang dikirim oleh Kak Adit tatkala malam menjemput. Bergulung seketika handphone Freya di atas ranjang karena takut melihat isi pesan itu.

Entah apa yang ditakutkan oleh Freya. Pria itu hanya mengucapkan kata 'selamat malam', tetapi Freya malu sekali. Baru kal ini ada seseorang pria ingin berkenalan dengannya lalu mengirimkan pesan chat kepadanya. Mungkin saja karena Freya tidak terlalu terbiasa dengan situasi ini. Oleh karena itu, Freya menghubungi Lani untuk bercerita.

“Gue dimintain ID LINE sama senior!” tegas Freya di balik sambungan panggilan.

“Senior yang mana?” tanya Lani.

“Kak Adit ... itu loh senior galak yang dulu. Malam ini dia nge-chat gue!”

“Ih ... lebay banget sih lo! Ya sudah, balas aja sana chat dia. Malah ngadu sama gue,” balas Lani dengan kesal.

“Gue harus ngapain, nih? Kayanya gue lagi dideketin, deh.”

“Freya ... enggak dideketin lo ngeluh. Sekarang giliran ada cowok ganteng yang ngedeketin, lo malah ngeluh. Mau lo apa, sih?” Lani diam sesaat.

Karena merasa tidak ada jawaban dari Freya, ia pun kembali berbicara.

“Lo balas aja itu cowok biar dia ngerasa dihargai. Lihat aja ke depannya bagaimana. Kalau lo nyaman sama dia, ya sudah ... lo terima aja.”

“Tapi kan gue suka Raka, bukan Kak Adit!”

“Ya itu terserah lo. Bawel banget!”

Bunyi dengung panjang berbunyi tatkala Lani mematikan sambungan panggilan secara sepihak. Ia sering dibuat kesal oleh Freya karena mengadu kepada hal yang tidak mesti ditakutkan. Padahal, ia turut senang ada yang mendekati Freya. Pikinya, tidak mungkin seorang pria meminta kontak seperti itu jika tidak bermaksud untuk mendekati. Dirinya pun juga pernah beberapa kali mengalami hal tersebut.

Kebingungan itu pun Freya lawan dengan membaca pesan dari Adit. Dengan tangan bergetar, ia ketikkan pesan balasan untuk dikirimkan segera. Baru saja balasan selamat malam itu terkirim, terdapat tanda centang jika Kak Adit sudah membaca pesannya, bahkan tanpa jeda sedikit pun. Hal itu pertanda Adit benar-benar menunggu pesan balasan dari Freya.

Pesan saling berbalas mengenai pertanyaan satu sama lain. Freya yang tidak terbiasa melakukan chat dengan seorang pria, dirinya hanya mengikuti alur yang dibawakan oleh Adit. Apa yang ditanya oleh Adit, itu pula yang ditanya balik. Namun, dari sanalah dirinya mendapatkan sedikit informasi mengenai apa yang sedang dilakukan oleh Adit dan apa yang ia sukai. Perkenalan dari pesan LINE itu berakhir dengan ucapan 'selamat istirahat' dari Adit.

Iya, Kak. Kakak juga jangan lupa istirahat, ketik Freya dengan jemarinya.

Memicing mata Freya tatkala melakukan hal tersebut. Rasanya, ia bukan menjadi dirinya sendiri. Tidak mungkin bagi Freya membalas pesan seperti itu. Bahkan, dengan Raka yang ia sukai tidak pernah berbalas pesan layaknya ia dan Kak Adit saat ini.
Terdengar suara ketukan dari pintu kamar Freya. Sigap Freya bangkit dari ranjangnya untuk menyambut Mama yang masuk.

“Iya, Ma ... ada apa?” tanya Freya.

“Kamu bisa antarin semur ayam ke rumah baru di belakang komplek? Itu loh yang waktu itu ngundang kita makan di sana. Kita enggak bisa ke sana wanita itu gara-gara lagi pergi.”

“Oh, Freya tahu rumah itu. Biar Freya antar.” Freya turun dari ranjang.

“Dia itu temen Mama waktu masih gadis. Waktu itu Mama kerja di Samarinda. Tadi, Mama ke sana dan dia tertarik buat nyicipin semur ayam Mama.”

Freya mengangguk. “Iya, udah disiapin kan semurnya?”

“Udah ....” Mama menutup pintu kamar ketika Freya baru saja keluar. “Nanti kalau Tante Mira nahan kamu di rumahnya, duduk aja di situ sebentar. Dia pengen ketemu kamu, katanya mirip banget sama Mama.”

“Asalkan jangan kelamaan, Freya bakalan duduk di sana buat sementara.”

“Makasih, ya ....”

Sepeda Freya kayuh menelusuri jalanan komplek. Meskipun ia jarang bergaul dengan remaja sekitar, tetapi ia cukup kenal dengan para tetangga. Ia sering berbelanja di warung di berbicara sebentar. Ditambah lagi Freya selalu berkeliling dengan sepeda. Tentu sapa yang ucapkan bisa memperkenalkan dirinya dengan tetangga sekitar. Kini, Freya pergi ke belakang komplek. Sebetulkan Freya jarang ke sana karena ada sebuah warung yang dijadikan tempat tongkrongan remaja laki-laki. Sering Freya digoda sehingga tidak nyaman dibuatnya. Namun, Freya harus mengantarkan makanan ini ke daerah sana.

Tampaklah sebuah rumah yang berkeadaan seperti baru. Rumah itu merupakan rumah renovasi ketika pemilik baru membelinya. Freya tekan bel rumah dua tingkat itu beberapa kali, lalu pagar terbuka secara otomatis. Freya terheran-heran ketika melihat gerbang pagar yang terbuka secara otomatis, rasanya baru kali ini ia melihat itu. Duduklah Freya di atas bangku teras sembari pemilik rumah datang. Bunyi kunci pintu yang diputar terdengar oleh Freya. Freya bersiap-siap menyiapkan rambut serapi mungkin untuk menyambut kedatangannya. Namun, alangkah terkejutnya Freya ketika melihat sosok wajah yang ia temui tadi sore.

“Kak Adit?” tanya Freya dengan terkejut.

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang