56. Aku milikmu

60 8 0
                                    

56. Aku milikmu

Arion membawa pergi Freya dari pria itu. Tidak ia singgung mengenai hubungan pertemanannya dengan Adit, tetapi jujur ada perasaan tidak rela jika Freya direbut oleh orang lain. Ia telah berubah pikiran. Permintaan Freya untuk menjalin hubungan benar adanya. Ia butuh seseorang untuk melupakan Karin. Freya merupakan orang yang tepat untuk itu. Jikalau cinta merupakan alasan untuk menjalin hubungan, betapa banyak orang di luar sana yang berawal dari rasa benci berubah menjadi rasa cinta. Arion tidak peduli apakah ia mencintai Freya nanti, setidaknya ada ruang bagi Arion untuk melupakan seorang Karin. Ia lelah menyimpan cinta, tak ubah layaknya Freya kepada Raka. Mereka sama-sama satu tujuan, yaitu melupakan seseorang.

Cinta tidak akan bisa tumbuh begitu saja. Awalan dari perjalanan perasaan itu pasti bermula dari ketiadaan. Ketiadaan tersebut perlahan dipertemukan oleh ruang dalam satu waktu, hingga sorot mata saling melihat satu sama lain. Terjalinlah hubungan emosional, mungkin saja sebagai teman, tidak pernah langsung menjadi rasa suka. Pertemuan demi pertemuan akhirnya menjadi keterbiasaan. Benih-benih itu pun tumbuh menjadi rasa suka, berkahir dengan rindu apabila tidak lagi bertemu. Rindu selalu ingin dipertemukan karena hanya itu obatnya. Dari sekelumit dinamika tersebut, pada akhirnya seseorang akan sadar tengah mencintai orang lain.

Sudah bulat tekad Arion. Ia harap suatu saat nanti akan bisa suka kepada Freya, begitu pula sebaliknya. Lagi pula, Freya cukup baik padanya dan menerima Arion apa adanya. Tidak pernah Freya menganggap diri Arion seperti wanita lain di luar sana. Ia murni memandang Arion sebagai manusia yang membutuhkan teman dan perhatian, bukan sebagai individu dengan segala keistimewaan. Itu yang ia sukai dari ketulusan hati Freya. Berkat dasar itu, tidak ada alasan lagi untuk tidak menerima Freya sebagai kekasihnya.

Sedari tadi, Arion menuntun langkah Freya menuju ke kantin. Ia melihat tadi Freya berpisah dengan sahabatnya tersebut oleh kehadiran Adit. Tidak ada kata yang terucap oleh Freya semenjak tragedi tadi. Freya hanya mengikuti langkah Adit yang menuntunnya ke sebuah tempat, hingga mereka sampai di meja yang sedang dijadikan Lani untuk makan.

“Tunggu di depan kelas gue nanti.” Arion menarik kursi untuk Freya.

Dengan perasaan tersipu karena diperlakukan istimewa, Freya menduduki kursi tersebut. Sudah pasti Lani kebingungan dengan sikap dua insan di hadapannya tersebut. Ia tetap lanjut menghabisi makanan, menungu Arion dan Freya selesai bersikap aneh di dekatnya.

“Kenapa gue harus ke sana? Kelas kalian selalu pulang lebih lambat dari kelas reguler.” Freya menyadari bahwasnya kelas unggulan itu selalu ada tambahan untuk mempelajari Bahasa Inggris di akhir jam sekolah.

“Bukannya sepasang kekasih selalu menunggu pacarnya ketika pulang? Nanti kita pulang bareng.”

Sontak Freya melihat ke arah Lani yang terbatuk. Frontal sekali Arion menyatakan hal tersebut. Padahal, ia belum siap untuk mempublikasikan hubungannya dengan Arion. Baginya, cukup untuk diketahui oleh mereka berdua sekarang ini.

“Nanti kalau semua orang tahu, bagaimana? Dan Vioni ... jujur, gue masih cemas dengan dia, Arion.”

“Selagi lo itu milik gue, enggak ada satu pun orang yang berhak ngeganggu lo. Ingat itu.” Satu belaian tangan bersarang ke rambut Freya. “Gue pergi dulu.”

Freya dan Lani sama-sama melihat Arion yang pergi. Ia tahu sekarang pasti ada segudang pertanyaan yang ingin Lani lontarkan kepadanya. Sudah jelas ia pasti ingin mengetahui mengapa Arion menyebutnya sebagai pacar beberapa saat yang lalu. Hal itu terlihat dari wajahnya yang masih memandang tidak percaya.

“Apa? Gue enggak salah lihat, kan? Kalian pacara―” Kalimat Lani terhenti.

“Ada banyak hal yang terjadi. Nanti gue ceritakan di kelas. Di sini banyak orang,” balas Freya sembari mengetuk kepala Lani dengan ujung jemarinya.

Sudah pantas bagi sahabatnya itu untuk tahu yang sebenarnya. Freya memberitahukan bahwasanya Raka sudah mempunyai hubungan spesial dengan orang lain. Freya sebut saja bahwasnaya Raka kedapatan bergandengan tangan dengan mesra dengan seorang wanita. Hanya saja, Freya belum berani memberitahukan siapa orang itu kepada Lani. Lani pun paham, ia tidak bertanya lebih lanjut mengenai identitas kekasih dari Raka.

Senang mendengar bahwasanya Freya memiliki seorang kekasih. Menurut Lani, Freya perlu secepatnya untuk melupakan Raka. Sudah cukup rasanya bagi Lani untuk mendengar segala keluhanya tentang Raka. Tidak ada gerak-gerik yang Lani tangkap dari Raka bahwa pria itu memiliki ketertarikan dengan Freya. Lani pun merasa kasihan setiap kali Freya mendengar Raka dekat dengan seseorang, sahabatnya itu pasti bersedih hati. Ia bukan ragu mengenai Freya untuk bisa bersanding dengan Raka. Baginya, Freya memiliki hati yang baik dan wajah yang manis. Hanya saja, sikap pasifnya itu tidak memungkinkan untuk menarik pria itu.

Setuju bagi Lani jika Freya memilih seorang Arion. Ia pun lebih setuju Freya bersama Arion daripada Raka yang tidak pernah peduli itu. Arion bukanlah seseorang yang selalu menarik perhatian. Pria itu misterius dan dari kemisteriusannya itu datang sisi menariknya. Tidak seperti Raka yang dijunjung di sekolah ini, hingga banyak wanita yang berusaha untuk mendekati. Aman bagi Freya untuk mencintai Arion. Pria itu tidak akan bersikap macam-macam. Gelagatnya tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu.

Sebagaimana janji Freya untuk menunggu Arion hingga pulang, ia pun menepatinya dengan berdiri di luar kelas. Lalu, mereka bersama-sama bersepeda hingga sampai ke rumah. Belaian tangan Arion ke rambut Freya begitu mengena di hati. Ia memperlakukan Freya sebagaimana orang yang dicintai, bukan sebagai kekasih tanpa perasaan yang sedang dijalani. Lembutnya sikap Arion ia simpan dalam catatan hariannya sebagai orang yang pertama menerima Freya sebagai kekasih.

Keesokan harinya tatkala Freya keluar untuk pergi ke sekolah, Freya dikejutkan oleh kedatangan motor tua di muka rumah. Freya berhenti memundurkan sepeda. Arion datang untuk menjemputnya.

“Pergi sama gue aja,” ucap Arion sembari membuka helm. Ia turut menyediakan helm untuk wanitanya tersebut.

Freya memandang kepada mamanya yang melihat dari kursi teras. Tidak biasanya bagi Freya dijemput oleh seorang pria, apalagi dengan pacar sendiri.

“Lo bagaimana tahu rumah gue?” tanya Freya.

“Sebagai seorang pacar, gue perlu tahu rumahnya. Itulah gunanya gue bertanya dengan orang sekitar.” Arion memandang kepada mama Freya yang kepalanya berdiri sembari minum teh pagi. “Tante ...”

Tersenyum mama Freya melihat seorang teman lelaki tengah menjemput anaknya. “Wah ... ada temen Freya. Kalian mau pergi barang?”

Segera Arion menghampiri mama Freya dengan penuh keberanian. Ia yang sebelumnya pasif dengan orang baru, kini tidak berlaku lagi. Sementara itu, Freya sedikit ragu memperkenalkan Arion kepada mamanya sendiri. Ia takut bahwasa mamanya tidak akan setuju.

“Iya, Tante ....” Arion menunduk, lalu menjulurkan tangan untuk menyalami. “Kenalin saya Arion. Pasti Freya belum cerita ....”

Mama Freya memandang aneh kepada anaknya sendiri. Apa gerangan hal yang belum diceritakan padanya. Padahal, ia selalu tahu mengenai permasalahan anaknya sendiri.

Dengan ragu Freya menujuk Arion. “Ini Ma ... hmm ... dia Arion yang kemarin Freya antar ke rumahnya pakai sepeda. Nah, sekarang dia adalah pacar Freya.”

Belum ada tanggapan selain mamanya yang melebarkan mata karena tidak percaya, kini Freya benar-benar sudah beranjak remaja. Perlahan, senyumnya cemerlang menatap Arion yang santun itu. Ia pun turut senang Freya memiliki seorang pacar yang kesan pertamanya santun dan turut memiliki wajah yang rupawan.

“Wah, kamu pacarnya Freya?” Mama Freya mengerjapkan mata. “Seberapa beruntungnya Freya ngedapatin kamu yang tampan ini.”

Arion menggeleng. “Ah, enggak begitu juga, Tante. Arion yang beruntung ngedapatin Freya. Dia gadis yang baik.”

Tangan mama Freya membelai rambut Arion. “Kamu jagain Freya dengan baik, ya. Jangan ada hal yang bisa nyakitin dia. Ya sudah ... hati-hati pergi ke sekolah.”

“Iya, Tante ... kami permisi dulu. Lanjutin lagi ngetehnya.”

Melambai tangan mama Freya untuk melepas kedua insan itu pergi bersekolah. Tidak disangka, Freya mendapati tambatan hati yang akan membuatnya bahagia. Mengenai dijemputnya Freya hari ini, ia pun mengingat-ingat mengenai masa muda yang masih berselimut abu-abu. Persis seperti momen ini, seorang pria yang sekarang menjadi suaminya bersalaman dengan kakek Freya waktu itu. Penuh dengan jantung berdebar, seperti itu mungkin perasaan Freya yang dirasakan.

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang