66. Berlutut

51 8 0
                                    

66. Berlutut

Jika Karin betul-betul menginginkan Arion untuk menemaninya berlomba, satu cara yang pasti ialah mengembalikan Arion kembali ke club Yatta. Mengenai cara membujuk anak itu pun masih teka-teki bagi Raka. Ia tidak tahu cara membujuk batu untuk bergerak, atau mengajak es untuk mencair di suhu udara dingin. Jika tidak ada alasan untuk menyemburui, maka Raka bersiap untuk mengajaknya bergabung. Paling tidak, ia harus menemui pria itu secepat mungkin untuk berbicara.

Ia sayang kepada Karin. Namun, rasa sayangnya tersebut membuatnya menutup logikanya. Ia tidak memungkiri jika masalah kemarin tidak bercampur dengan masalah pribadi, terutam ketika Arion telah membentang bendera perebutan. Berkali-kali Raka ditanyai oleh Arion, tetapi ia tidak bisa menjawab hal yang sebenarnya. Satu alasan ia tidak bisa menyebutkan hal itu ialah karena bisa merambah pengaruh ke dalam club. Seharusnya, tidak etik jika membawa hubungan pribadi dalam organisasi.

“Kapan harusnya kita nge-publish hubungan kita? Kita udah pacaran hampir setahun dan sama sekali sembunyi dari orang banyak.”

Karin berdiri di depan gerbang rumah. Sementara itu, Raka bersiap-siap untuk pergi pulang.

“Lo ingin kita enggak backstreet lagi?’ tanya Karin.

“Ada satu sisi gue pengen banget orang lain tahu kalau kita pacaran, biar kita enggak sembunyi kaya gini lagi. Tapi, lo tahu sendiri ... terkadang gue terlalu idealis.”

“Sini handphone lo ....” Karin menjulurkan tangannya kepada Raka. Tampak wajah pria itu kebingungan sebelum benar-benar menyerahkan ponsel miliknya. Tepat tatkala ponsel itu sampai di tangan Karin, ia langsung mengetik sesuatu. Lalu, ia menyerahkannnya kembali kepada Raka. “Ada nama gue di bio media sosial lo. Biarkan semua orang tahu dengan perlahan.’

Sontak Raka kaget dengan hal tersebut. Ia melotot melihat sepenggal nama Karin melekat di bio media sosialnya. Wanita itu benar-benar sudah bulat keinginannya untuk memberitahu orang banyak jika mereka berpacaran. “Lo yakin?”

“Jangan terlalu idealis. Cinta itu milik kita, bukan orang lain.”

Pipi Raka bersarang kecupan mesra dari Karin. Kecupan itu menyimpulkan senyum di bibirnya. Kecupan itu merupakan kemenangan, ia bisa melebihi Arion yang ungguk dari banyak hal. Karin adalah harga dirinya agar tidak selalu kalah dari pria itu. Setidaknya satu yang tidak dimiliki oleh Arion, yaitu Karin sendiri yang ia rebut dengan begitu mudah dari Arion. Dan bahkan, ia seakan tidak merebut. Karin sendiri yang datang padanya, hingga cinta menumbuhkan dari awal pertemuan itu.

Kenangan itu masih bertahan hingga malam yang berbintang terang. Sementara itu, Raka masih menjalani perjalanan malamnya ke sebuah tujuan yang berhasil melunturkan senyum senjanya tadi. Mobil Raka berhenti di sebuah toko bunga yang terkahir ia kunjungi ketika pesta panggang ayam tyang diadakan di sana. Tampak sunyi toko bunga bougenville di malam hari, terutama karena sekeliling toko bunga itu hanya diisi oleh tumbuhan-tumbuhan. Namun, bangunan toko berbentuk rumah hunian itu tetap bercahaya lampu, pertanda ada orang yang menungguinya.

Raka mendorong gerbang pagar toko dan melangkah ke bagian belakang. Arion selalu berada di sana di kala malam. Jika tidak di tempat kecil berisikan ikan laga hias, maka Arion sedang ada di kamarnya di lantai dua yang berbalkon kayu. Beruntung bagi Raka karena bisa langsung bertemu dengan pria itu. Arion sedang berjongkok di atas gundukan tanah hitam gembur unuk memasukannya ke dalam pot-pot bunga kosong.

Tangan Arion mencabut rokok yang terselip di bibirnya. “Mau apa ke sini? Gue sedang sibuk karena ada banyak pot yang harus gue isi.”

“Gue tamu di sini, bersikaplah sedikit hangat,” sindir Raka.

Perlahan Arion berdiri. Ia lepaskan sarung tangan karet yang ia kenakan, lalu mengelap keringat yang membasahi dahinya.  “Jadi, ada perlu apa malam-malam begini datang ke tempat gue, Tuan? Ada teh dan kopi untuk disajikan malam ini.”

Tanpa diduga, Raka bertekuk lutut di hadapan Arion. Ia rendahkan tubuhnya lebih dari pria yang tengah berkaos noda tanah itu. Hanya ini yang bisa Raka lakukan karena segala usaha sudah ia lakukan untuk mengajak Arion kembali karena club membutuhkan dirinya. Mulai dari Zeta yang mengajak, mengirim Karin untuk membujuk Arion, dan Freya yang sudah berkali-kali memberi laporan jika Arion terus menolak. Ia sangat menyesal dengan kejadian itu dan kalau bisa ia menarik kata-katanya kembali.

Raka berlutut di hadapan Arion. “Kembalilah ... gue mohon ... club membutuhkan lo.”
Club atau cewek lo itu yang butuh gue?”

Dia tahu kalau gue dan Karin pacaran? tanya Raka di dalam hati. Namun, tidak ada waktu untuk membahas itu. Seberapa besar pun alasan berlutut ini demi Karin, ia tidak memungkiri jika club yang ia bangun bisa lebih berkembang jika di dalamnya ada Arion.

“Enggak ... gue yang butuh lo. Jadi, gue mohon!”

Arion tersenyum di dalam hati. Bukan karena ia merasa dihargai dan bahagia, melainkan karena miris. Betapa bodohnya pria itu ....

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang