64. Tetap Satu Tujuan

57 8 0
                                    

64. Tetap Satu Tujuan

Senang rasanya melihat Arion berbincang bersama Mama. Freya merasa mamanya tersebut sangat menyetujui hal ini. Pembawaan Arion begitu meyakinkan dengan karakter yang santun, cerdas, meskipun sedikit dingin. Berkat usaha Arion yang meminta izin, Freya kini bebas untuk keluar bersama Arion. Ia tinggalkan bukunya tersebut untuk  sementara dan disambung setelah pulang nantinya. Ternyata hangatnya tubuh Arion lebih menarik daripada lembaran buku untuk ujian besok.

Bersenandunglah malam pada romanstisme berboncengan roda dua. Melingkar tangan Freya pada pinggul Arion yang sedang mengendalikan motor tua. Deru suara mesin tidak sebesar nyaman yang ia rasakan. Dibelah malam ini pada jalan aspal yang sunyi, sedikit lampu redup kekuningan tepi jalan menerangi pemandangan. Dingin pun membelai tubuh mereka masing-masing, tetapi senyum tetap dipancarkan. Seakan lupa hal yang terjadi waktu itu, Freya teralu larut dalam suasana ini. Ruang yang bergerak seakan menjadi lambat untuk memberikan kesempatan bagi Freya untuk menikmatinya.

Meskipun cinta bukanlah dasar, tetapi Freya selalu ingin dekat dengan Arion. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Benarkah rasa itu mulai tumbuh dalam hatinya? Bagaimana bisa ia tidak menyadari rasa itu telah tumbuh? Ya, bisa jadi seluruh rasa nyaman dan rindu jika tidak bertemu merupakan manifestasi dari rasa cinta yang tumbuh. Hanya saja Freya belum menyadarinya atau terlambat memungkiri.

Freya tahu tujuan Arion malam ini karena tidak akan jauh dari makanan di tepi jalan. Kesederhanaannya itu tidak perlu ia ragukan lagi, padahal sudah berapa kali mereka melewati restoran cepat saji yang biasa diduduki oleh anak muda. Jatuh pilihan Arion kepada pondok pecel lele yang sedikit sunyi. Arion memilihnya karena sudah pasti tidak akan menunggu lama. Mereka duduk di sana setelah memesan dua porsi pecel  lele untuk disantap bersama.

Kagumnya Freya berhelat tambah besar ketika tangan Arion mengenakan sebuah kalung dengan batu warna biru cerah sebagai hiasannya. Uniknya, bentuk batu tersebut diasah sedemikian rupa hingga membentuk lekukan hati. Helaian rambutnya disingkap oleh Arion, terpasang sempurnlah kalung tersebut. Freya tersenyum kagum sembari menatap mata batu biru cerah itu. Setelah ia lebih teliti lagi, terdapat ukiran namanya dan nama Arion yang terletak di belahan lainnya.

“Bagaimana?” tanya Arion.

“Gue enggak tahu mau bilang apa, yang pasti ini menakjubkan. Ada nama gue dan nama lo. Bagaimana bisa?”

Arion tersenyum senang ketika Freya menyukai kalung tersebut. “Sejak pagi tadi, gue izin pergi belajar di rumah teman. Padahal, gue keluar kota sendirian buat menikmati alam perbukitan desa. Jadi, gue sekalian mampir ke rumah teman Ayah yang juga sama-sama seniman. Di sana gue belajar mengasah batu, sekalian mengukir nama di atasnya.”

“Lo berbohong sama Ibu lo?” Freya memajukan wajahnya. “Itu jahat, Arion. Dan parahnya, lo seharian ini pergi jalan-jalan sementara besok ujian.”

“Gue enggak berbohong. Anak pemilik rumah yang gue kunjungi adalah temen gue. Hahah ....”

Arion tertawa sejenak. Memang, aksinya tadi pagi sedikit bumbu-bumbu kebohongan yang dikemas di dalam kejujuran. Subtansinya sama, ia benar belajar di rumah seorang teman. Hanya saja, ibunya tidak terlalu mengurusi ke rumah teman yang mana ia akan pergi.

“Kan udah gue bilang, hanya orang bodoh yang belajar sehari sebelum ujian. Gue sebutnya bukan belajar, sih. Cuma mengingat sekadarnya doang. Terus, gue lebih banyak pergi main biar hati tenang.”

“Arion, lo ini aneh kadang, ya. Jadi, lo pakai kalung yang sama juga?” tanya Freya.

Arion menyingkapkan jaketnya kepada Freya. Terlihat Arion pun turut mengenakan benda yang sama, hanya saja dalam bentuk batu yang berbeda. “Gue bentuknya oval karena kalau hati gue, gue terlihat feminim.”

Malam ini mereka mengenakan benda yang begitu penuh makna. Ketika rindu tengah membuncah di hati, hanya kalung yang dipasangi itu sebagai obat penawarnya. Namun, masih tetap ada yang ia risaukan.

“Mengenai hari kemarin, jujur itu enggak direncakan. Gue secara enggak sengaja ketemu Raka dan tiba-tiba aja dia ngebeliin gue mie. Jadinya, gue harus makan mie itu. Gue minta maaf karena bikin lo kecewa.”

Tangan mereka tergenggam satu sama lain. Ada sekelumit rasa tidak enak hati, termasuk pada Arion sendiri.

“Jujur, gue sempat kecewa. Dan gue minta maaf karena kekanak-kanakan.” Arion mengelus rambut bagian belakangnya karena malu.

“Iya, sih ... soalnya kita kan udah janji buat ngelupain orang yang kita suka.”

Semakin kuat genggaman Freya pada tangan Arion. Kesalahpahaman ini tentu harus memiliki penyelesaian. Penyelesaian itu sebagaimana yang dikatakan oleh Lani, yaitu dibicarakan baik-baik.

“Arion ... gue ngerasa mulai ada perasaan sama lo.”

Senyum Arion turun. “Itu enggak adil karena gue belum.”

“Enggak masalah, yang penting konsistenlah dengan janji dan tujuan kita, ya?”

Anggukan Arion menandakan sebuah kepastian. Mereka tetap satu tujuan, yaitu mencintai satu sama lain.

***


Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang