5. Curhatan Pagi
Ada sebuah titik di mana Freya tak harus lagi mencari, menunggu akan satu momen yang akan ia isi di lembaran hidupnya. Semesta menjawab semua harapan doa untuk lebih dekat dengan Raka. Seakan, harapan-harapan itu datang kembali untuk menyentuhnya, membawanya hingga ke tujuan. Freya tak lagi memerhatikan pria itu mencoret sesuatu di bukunya dari belakang kelas. Kini, senyum itu bersambut dan bertemu. Saling bersapa dalam satu sorot yang tidak lagi saling membelakangi.
Setiap hari Freya datang lebih awal ke sekolah semenjak ia bergabung di dalam club. Membersihkan club di awal hari kini menjadi kebiasaan rutin yang ia lakukan tanpa dipaksa. Memang, sudah ada jadwal piket yang disusun oleh Raka sendiri. Namun, ia memilih berinisiatif untuk melakukannya agar ruangan ini selalu dalam keadaan bersih. Terlebih lagi ketika mereka bersama-sama. Siapa yang tidak nyaman ketika mereka berada di dalam ruangan yang sudah bersih.
Pagi hari itu Freya datang seperti biasanya. Setelah meletakkan tas dan menyapa Lani nan tengah terkatung berkat kantuk, Freya melanjutkan langkah ke lantai tiga di mana ruangan club Yatta berada. Tatkala ia membuka pintu, Freya terkejut karena pintu tak dikunci. Biasanya Freya membuka pintu dengan kunci cadangan yang diberikan oleh Raka kepada setiap anggota club.
Di sana terlihat Raka tengah tertidur di atas meja dengan beralaskan tangannya yang terlipat. Dua meja lainnya kosong, Karin dan Zeta selalu mengisi tempat itu. Ruangan yang gelap tak memberikan dirinya kesempatan untuk melihat ekspresi Raka yang lucu ketika tertidur. Oleh karena itu ia buka tirai jendela yang langsung menjorok kepada mentari terbit. Terbelailah wajah lemah Adit oleh hangatnya cahaya pagi.
“Lo selalu datang pagi begini, ya?” tanya Raka tiba-tiba.
Freya langsung berbalik. Pria itu terbangun berkat sorot mentari yang menyentuh matanya yang sembab.
“Iya, gue selalu datang pagi buat ngebersihin ruangan.”
“Ternyata lo rajin juga ya.”
Pujian itu membuat Freya merasa tersipu malu. Ia balikkan wajahnya ke mentari yang tengah bersinar di balik jendela, sembari merasakan udara pagi yang segar.
“Tumben datang sepagi ini?” tanya Freya.
Raka berdiri di samping Freya. Siku mereka hampir saling bersentuhan.
“Entahlah, gue bingung mau ngapain.”
“Bingung mau ngapain? Malah tidur di sini, pagi-pagi sekali.” Tatap mata Freya menyiratkan keheranan.
“Di antara kalian bertiga, gue yang paling menanggung beban.”
“Maksud lo?” tanya Freya.
Raka mengangguk pelan. Ia hela napasnya panjang-panjang menyambut udara pagi.
“Sore kemarin gue terima surat peringatan dari Kepala Sekolah. Jika club ini enggak bisa ngumpulin lima anggota dalam bulan ini, berarti club kita bakalan bubar.”
“Bubar?”
“Iya … bukan bubar sepenuhnya. Kita bisa aja bertahan, tapi tidak dinaungi sekolah. Seperti komunitas biasa. Gue maunya club kita ini resmi dari sekolah, sehingga kita dapat dana buat kegiatan kita nanti. Tapi, syaratnya harus minimal lima anggota dan satu guru pembimbing. Kita kekuangan satu anggota lagi.”
Freya menyorot mata Raka dalam-dalam. “Lo tahu kan harus berbuat apa?”
“Iya, gue tahu. Tapi … sebulan ini cuma elo yang mau masuk di club ini.”
“Kita harus cari anggota baru. Kita sebar brosur lagi!” tegas Freya.
Raka mengangguk setuju. “Gue setuju, memang itu yang gue pikirkan. Berharap ada yang masuk ke sini.”
“Tenang … pasti ada yang masuk, kok. Lo enggak perlu cemas.”
Telapak tangan Raka menyentuh atas kepala Freya, lalu mengacaknya perlahan.
“Lo itu selalu semangat, ya?” puji Raka.
Tidak ada celah bagi Freya untuk bergeming di pagi hari ini. Sentuhan Raka begitu memberi makna kepadanya. Makna-makna itu menyesap di dalam hati, bersimpul dalam senyum yang ia sampaikan begitu lembut. Ribuan arti ia simpan dari sentuhan itu. Semangatnya timbul, ketidakpercayaan dirinya yang selama ini menghantui tiba-tiba sirna. Raka bukanlah orang yang selama ini ia duga. Raka ingin menatap dirinya dan mengucapkan sepenggal kalimat. Tak hanya sepenggal kalimat, tetapi ada hubungan timbal balik yang membuatnya terlena. Pria itu bisa akrab dengannya, tidak hanya dengan orang-orang yang termasuk jajaran populer di sekolah ini.
Sesampainya di kelas, Freya tidak mampu menahan wajahnya yang masih memerah. Ia membenamkan wajah ke sweater yang ia bentang di atas meja, lalu berteriak sekencang-kencangnya seakan perasaan itu tidak ingin pergi.
Yang benar saja? Raka menyentuh rambut gue?
Lani merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan temannya itu. Pagi-pagi begini sudah seperti orang kerasukan, berteriak tidak jelas sembari membenamkan wajah. Ia menempelkan tangannya ke dahi Freya untuk memeriksa keadaan temannya itu.
“Udah bangun belum? Pagi-pagi begini malah teriak-teriak kaya orang mengigau.” Lani kembali menulis tugas yang belum sempat ia kerjakan.
“Eh, tahu enggak─”
Kalimat Freya langsung dipotong Lani.
“Gue enggak tahu.”
“Dengerin dulu makanya,” balas Freya. Ia dekatkan wajahnya untuk membisikkan sesuatu. “Tadi, Raka ngacak-ngacak rambut gue kaya di film-film.’
“Kan lo belum bangun.” Lani merasa tidak percaya.
Freya cengkram tangan Lani untuk meyakinkannya.
“Beneran loh … tadi di ruangan club Jepang.”
Telunjuk Lani mengarah ke Raka yang baru saja tiba. “Raka gituin lo?”
Dengan senang hati Freya mengangguk. Jarak senyumnya begitu lebar.
“Haha … mana mungkin.” Lani menjentik kening Freya untuk menjauh. Terlihat Freya yang memasang wajah datarnya kepada dirinya. Sontak hal itu membuatnya menarik kepala Lani untuk membujuknya kembali. “Iya, gue percaya, kok. Lo kan sahabat gue.”
“Thanks …,” balas Freya dengan riang.
“By the way … tadi lo dicari sama Arion.”
Kalimat itu membuatnya kembali menoleh. Bagaimana bisa anak itu mencarinya, padahal sudah beberapa hari ini ia tidak ada berbicara dengannya.
“Enggak tahu ….” Mata Lani memicing. “Kayanya lo populer juga, Arion aja sampai kenal sama lo. Hahah ….”
“Gue masih setia dengan ketidakpopuleran gue!” tegas Freya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anantara Rasa
Teen FictionFreya Naomi jatuh cinta kepada Raka Azura sang Wakil Ketua OSIS yang pernah menyelamatkannya ketika Masa Orientasi Sekolah. Cinta itu berlanjut hingga kesukaannya terhadap budaya Jepang membawa Freya mengikuti sebuah club Jepang bernama Club Yatta...