32. Seberapa Besar?

50 8 0
                                    

32. Seberapa Besar?

Freya, bisa lo datang lebih awal? Gue butuh temen buat nyiapin peralatan.

Pesan singkat itu merupakan yang pertama kali Arion kirim untuknya. Ada gunanya saat itu mereka bertukar media sosial untuk saling terhubung, hingga ujungnya Arion menghubunginya tiga puluh menit yang lalu. Freya rasa, baru kali ini selama sebulan ada pria yang menggetarkan handphone-nya. Terkahir kali hanya Ketua Kelas yang meminta Freya mampir di swalayan untuk membeli pembersih kaca kelas. Kemajuan yang bagus sekali bagi seorang wanita pemalu sepertinya, padahal ada banyak wanita di sekolah ini ingin berkirim pesan dengan Arion.

Ingin sekali bagi Freya untuk menghubungi Raka sekali saja. Selama ini untuk dua tahun terakhir, rasanya tak pernah Freya mengirimkan pesan chat pribadi kepada pria itu. Paling minimal ialah pesan group yang diperuntukkan bagi Raka, itu pun untuk kepentingan umum. Bukan itu sebenarnya yang diinginkan Freya. Ia ingin seperti wanita lainnya, setidaknya seperti Lani yang masih bisa berbasa-basi dengan salah satu anggota eskul basket sekolah. Sudah lama berharap Freya sekadar berbasa-basi kepada Raka untuk menanyakan pria itu sedang apa, apakah ada PR atau tidak, atau pun stiker lucu yang ia punya. Namun, semua itu hanya berujung pada kakunya tepi telunjuk yang biasa digunakan untuk mengetik. Tak pernah terlaksana sudah.

Freya pun akhirnya sadar diri tatkala ujung jemarinya menyentuh akuarium ikan pemberian Arion. Ikan-ikan tersebut mengikuti pergerakan ujung jemarinya, sembari memajukan bibir seakan ingin mengejek Freya yang terlalu berharap. Harapan itu tak mungkin datang terwujud kepada wanita yang tak populer sepertinya. Rasa rendah diri itu  pun datang, tak ubah layaknya angin yang menyusur melalui celah jendela, dan kini membelai wajah Freya. Selain itu, barangkali Raka akan melewatkan pesan singkat basa-basinya itu karena banyaknya pekerjaan organisasi yang Raka urus, atau pun beberapa gadis sekolah yang berusaha untuk mendekatinya.

Malam menjulang pada permukaan bulan yang samar-samar oleh awan. Bergantung bertabur bintang gemintang di sebelahnya, menyinari Freya yang sudah berangkat dari rumah menuju toko bunga Bougenville. Sepedanya berguncang di jalanan, melaju untuk tak terlambat. Ia sudah menjawab pesan singkat dari Arion dengan janji akan datang satu jam lebih awal. Arion bersedia menunggu demi kehadiran Freya yang akan membantunya nanti.

Seperti yang Freya lihat kemarin, toko sunyi dengan gemerincing bunyi lonceng di muka toko. Serangga kebun menyambut Freya yang datang dengan langsung membuka gerbang, tanpa meminta izin terlebih dahulu. Tidak ada waktu berteriak kepada orang yang susah mendengar itu. Wilayah toko bunga ini cukup luas, panggilan Freya tidak kuat untuk bisa mendatangkan Arion membuka gerbang.

Sempat Freya melihat ke jendela toko. Yang ia tampak hanyalah bunga-bunga pajangan yang dijual tanpa seorang di dalamnya. Begitu pula tatkala Freya buka pintu belakang, suasana kayu biasa itu terasa kosong tanpa siapa-siapa. Sudah jelas sekali Arion berada tepat di kebun belakang yang berkubang jaring itu. Bangunan kayu kecil di sana tampak bersinar oleh lampu. Terdengar pula bunyi besi yang beradu tatkala Freya melangkah ke sana.

Arion sedang menyiapkan panggangan barbekyu. Kali ini Arion ketahuan sedang merokok oleh Freya, tetapi pria itu tak memedulikan sarannya kemarin. Sembari tersenyum dingin, ia melambai kepada Freya yang baru datang. Tubuhnya berkeringat, tampaknya ia sedang bekerja keras hari ini.

“Hmm ... lo terlambat lima menit.” Arion melihat jam tangannya.

“Lo memerhatikan hal sekecil itu?” Freya tertawa kecil. “Berkeringat banget lo, padahal malam ini dingin. Abis ngapain?”

Arion menunjuk bangunan kayu tempat ikan-ikannya berada. “Hmm ... di luar memang dingin, tapi di dalam sana gerah. Biasa ... gue bersihin akuarium dan ngasih makanan ke ikan yang jumlahnya puluhan akuarium.”

“Jadi, apa yang bisa gue bantu?” tanya Freya.

“Menyiapkan minuman. Ada teh, ada jeruk peras, dan ada kompor juga.”
Freya mendekat ke meja dari potongan kayu itu. Arion ternyata mempersiapkan banyak hal di sini. Bahkan, ia menambah meja dan kursi tambahan, serta hammock yang bergantung di antara pohon.

“Wow, ternyata lo punya persiapan juga, ya.”

“Iya, ini kali pertama pesta sama teman-teman. Jadi, harus sempurna.” Tangan Arion mennyentuh sebuah kotak di atas meja. “Lampu LED? Biar tempat gelap ini terang dan sedikit kelap-kelip?”

“Hey, Arion. Gue baru tahu lo seasyik ini. Hahah ....”

“Cowok keren seperti ini, kan?”

Wajah Freya memereng. “Lupakan tentang defenisi keren itu, Arion. Agak gimana gitu ....”

Perbincangan lucu terjadi di antara mereka, tepat tatkala menyiapkan minuman. Freya membuat teh manis, sedangkan Arion memeras jeruk yang akan disajikan bersama gula merah. Tiada disangka pria pendiam sepertinya memiliki segudang obrolan yang menyenangkan. Tiada kata bosan ketika Freya berada berhadap-hadapan dengannya, meskipun setiap ia berbicara menyemburkan asap tembakau yang sempat mendekat. Berkali-kali Freya dibuat tertawa dengan candaan cerdas. Berkali-kali pula Freya mengangguk paham mengenai ilmu pengetahuan umum yang Arion ajarkan. Ia cerdas dan lucu. Jujur, bercanda pun memerlukan kecerdasan agar menemukan momen yang tepat, sehingga menghasilkan tawa kepada lawan bicara.
Air dipanaskan, lalu dimasukkan kedalam cerek-cerek minuman untuk dicampurkan dengan teh dan jeruk peras di tempat yang berbeda. Freya rasa persiapan di sini sudah cukup, tinggal menunggu yang lain datang. Freya serahkan pekerjaan mengaduk kepada Arion, sementara itu dirinya tegak berdiri menikmati segarnya udara kebun.

“Lo beneran suka sama Raka? Seberapa besar?” tanya Arion seketika.

Hentak pertanyaan itu terasa membekas, menebar perasawaan was-was karena menyangkut perasaan dan rahasia. Bimbang mengenai kejujuran pun menghantui Freya saat ini.

***


Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang