58. Gesekan

65 9 0
                                    

58. Gesekan

“Kalau gue dideketin sama orang lain, apa lo bakal cemburu?” tanya Freya pada suatu kesempatan kepada Arion.

“Ya tentu, karena lo pacar gue.”

Mungkin saja kalimat itu merupakan pertanyaan termanis bagi Freya yang pernah didengar. Berlekuk senyum yang tidak bertepi untuk menghargai betapa Arion mementingkan dirinya. Ya benar, belum sama sekali cinta itu tumbuh. Pandangan hatinya masih tetap menatap pria yang tidak peduli, sedangkan di hadapannya kini selalu berada di dalam keistimewaan seorang Arion. Hanya rasa nyaman itu yang membuatnya ingin selalu bersama Arion. Pria itu mengisi hari-harinya semenjak menyebuti dirinya sebagai orang kekasih. Tak lekang perasaan nyaman itu dari perhatian, dari kelembutan sikap kekasih, begitu pula persembahan yang ia berikan kepada Arion.

Jikalau Arion cemburu terhadap kedekatanya dengan orang lain, maka sepatutnya Freya melakukan hal yang sama. Namun, bagaimana cara menyemburui orang yang sangat sulit untuk dicemburui. Mungkin landasannya hanyalah tajuk kekasih yang bersemat kepada Arion. Arion merupakan milik Freya sendiri, jika ada orang lain yang ingin merebut, sudah jadi kepastian bahwasanya Freya akan menentang. Tetap saja Freya tidak aka risau dengan hal tersebut. Arion bukanlah seperti Raka yang selalu banyak didekati wanita. Ia diam seperti tembok, tetapi terlalu dingin untuk disentuh.

Kini, setiap lembar buku harian Freya tertuliskan nama Arion. Ia menjuluki Arion sebagai salju di musim kemarau. Salju tidak akan mungkin ada di musim kemarau. Namun, Arion datang ketika semuanya tidak baik-baik saja. Kemarau itu memang pelik, tetapi kehadiran Arion menyejukkan semuanya. Salju di musim kemarau itu turun di ujung hidungnya, di tangannya, pada belaian rambut, ketika Arion bersikap manis sekali. Ia tampak begitu tulus, meski ia tahu jika Arion masih menyukai orang lain.

Ia semakin bisa untuk meminimalisir perasaannya kepada Raka. Hanya saja, masih terpikirkan mengenai rasa cemburu jika Raka kini dimiliki orang lain. Setiap ia berpikiran mengenai Raka, ia akan selalu menyentuh akuarium ikan maskoki pemberian Arion. Rasanya, jarak antara rumahnya dengan rumah Arion seketika hanya sebatas kaca. Ia menjadi dekat, bayang wajah Arion yang senyumnya kecil itu tergambar pada pantulan cahaya akuarium. Lalu, Freya akan bekata di dalam hati bahwasnya esok hari ia ingin menghabiskan waktu bersama pria itu.

Bel rumah berbunyi. Telinga Freya berdiri tatkala masih memandangi ikan di akuarium. Sementara itu, tidak ada siapa-siapa di rumah kecuali dirinya sendiri. Berharap jika itu Arion? Tidak mungkin malam-malam begini Arion berani mengunjungi rumahnya. Mustahil pula itu merupakan Raka. Ia pun turun dari kamarnya untuk melihat siapa yang sudah menekan pintu bel.

Freya mengintip dari jendela. Seorang pria dengan hoodie abu-abu tengah menunduk ke bawah, sementara tangannya memegang sesuatu. Hela napasnya seketika panjang karena menyadari bahwasnya orang itu merupakan Adit. Sudah semenja kejadian hari itu, tidak ada lagi pertemuan yang mereka lakukan. Begitu pula ketika Freya mengunjungi rumahnya, Freya lebih banyak menghabisi waktu bersama Tante mira. Sementara Adit hanya berdiam diri di kamar tanpa ingin menemui.

Tatapan mereka saling bergaris lurus di ujung pancaran cahaya lampu teras. Tangan Adit memberikan kotak wadah makanan yang pernah sebelumnya diisi oleh ayam semur milik mama Freya.

“Gue disuruh Ibu buat ngantarin ini. Di dalamnya ada sup ayam.”

“Makasih banyak, Kak. Gue selalu lupa ngambil kotak wadahnya sejak waktu itu.” Freya tersenyum kecil.

“Iya, sama-sama. Hmm ... kayanya itu aja, deh.” Adit mengangguk. “Gue pulang dulu―”

“Gue bisa bikin teh atau kopi. Duduklah sebentar di teras.”

Kembali Arion berbalik diri setelah sebelumnya berniat untuk pulang.

“Boleh kalau begitu.”

Tidak ada maksud apa-apa bagi Freya untuk meminta Adit singgah sebentar. Ia hanya ingin meluruskan semua hal yang terjadi. Tidak enak rasanya jika mereka saling berjauhan seperti ini, padahal sebelumnya sedang baik-baik saja. Kedua orangtua mereka pun turut berharap mereka saling mengenal dengan baik, tetapi Freya tetap memilih batas-batas tertentu agar tidak terlalu jauh melibatkan perasaan.

Freya pun menyediakan suguhan kepada Adit, diletakkan di atas meja meja teras. Canggung memang terasa karena pasti masing-masing dari mereka berpikir yang sama.

“Lo ngejauhin gue, Freya?”

Pertanyaan itu menghentikan napas Freya sesaat. Mana mungkin ia tega melakukan hal itu. Ia tidak ingin menghindar, hanya menetapkan batas-batas yang tidak harus ditempuh.

Freya menggeleng. “Gue enggak ada bermaksud buat menghindar dari Kakak. Bagaimana pun, kita enggak bakalan bisa saling jauhan. Kedua orangtua kita berteman erat, rumah kita pun dekat.”

“Maafin gue ya, Freya. Kayanya gue ngehancurin kepercayaan yang udah lo kasih sama gue. Gue udah salah suka sama lo.”

“Kakak enggak pernah salah suka sama gue karena itu masalah hati.” Freya diam sejenak. “Gue juga minta maaf karena enggak bilang sebelumnya.”

“Iya, semuanya udah terjadi. Lo udah milih seseorang. Arion juga baik orangnya. Gue paham betul anak itu.” Arion menoleh pada Freya. “Tapi, gue berharap kita terus berteman.”

“Kakak bakalan tetap jadi teman gue. Jangan sungkan nyapa gue di sekolah. Arion bukan orang yang protektif banget. Hmm ... entahlah Freya, gue ngerasa semua ini enggak masuk akal sama gue. Setelah lo bilang enggak ada apa-apa dengan Arion, bahkan lo sendiri bermasalah dengan Vioni. Kalian tiba-tiba aja pacaran.” Arion tertawa kecil kemudian. “Lo cinta sama dia sejak lama?”

Tidak bisa Freya jujur mengenai hal itu. Sampai saat ini, sama sekali belum ada gambaran mengenai rasa itu kepada Arion.

“Awalnya enggak, tetapi gue akhirnya sadar kalau gue suka sama dia,” balas Freya dengan sedikit ditaburi kebohongan.

“Hmm ... begitulah cinta. Enggak bisa diduga-duga sebelumnya. Semoga kalian langgeng. Gue seberusaha mungkin buat ngehilangan rasa gue sama lo karena itu bakalan enggak baik buat kita berdua.”

Senyum Freya melebar setelah melihat kedewasaan dari seorang Adit. “Terima kasih udah paham, Kak.”

Ia betul senang dengan pemahaman dari seorang Adit, tetapi timbul kemirisan yang bersinggungan dengan hatinya. Ia persis di dalam posisi Adit sekarang, tatkala pujaan hati telah memilih orang lain. Betapa perihnya hati ketika menyadari hal itu benar-benar terjadi. Seakan, Freya tengah berkaca dan melihat dirinya pada kisah Adit. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ia harapkan ialah, dirinya dan Adit akan sama-sama berusaha melupakan perasaan yang telah menyakiti hati itu.

Adit pun tidak lagi bersikap acuh tak acuh kepada Freya, terlihat dari Adit yang turut menyapa Freya di sekolah. Freya senang dengan hubungan pertemanan mereka akan membaik. Benar juga dikatakan oleh Adit, perasaan yang sedang Adit rasakan tidak baik untuk mereka. Oleh karena itu Adit dengan segala kerendahan hati berusaha keras untuk mengubur rasa. Mungkin saja itu berlaku kepada Freya sendiri. Perasaan yang sedang ia pendam, haruslah hilang secepat mungkin.

Hari ini, Freya melangkah ke ruangan club setelah makan bersama Lani di kantin. Tentu saja tujuannya ialah untuk menemui Arion. Entah mengapa ia ingin menemui pria itu di kala senggang. Rasanya, pembicaraan selalu ada yang baru dan terasa menyenangkan. Namun, Arion tidak ada di rooftop sekolah, di kelasnya pun tidak ada. Sudah pasti Arion berada di ruangan club.

Freya pun masuk ke dalam ruangan. Didapati Arion dan Raka sedang berdiri berhadap-hadapan. Bukan suasana riang yang selalu tercipta, melainkan kesuraman wajah di antara dua pria itu. Zeta tampak duduk terpaku dengan wajah takut. Sedangkan Karin menahan tangan Raka untuk mendekat pada Arion. Sama sekali belum tahu apa yang sedang terjadi, yang pasti keadaan sedang tidak baik-baik saja.

“Begini kemampuan menggambar mangaka fantasy terbaik SMA se-kota kemarin?!” tanya Raka dengan serius.

“Jangan remehkan gue atas dasar satu kesalahan. Gue masih bisa perbaiki bagian gue kalau lo nganggap itu kurang sempurna.”

“Lo tahu seminggu lagi kita udah masuk masa kurasi, kan? Perbedaan design karakter enggak bakalan buat karya kita sampai di juri!” tegas Raka.

Seketika tangan Arion memegang kerah Raka. Tangannya menegang karena amarah yang ia pendam. Freya tidak mampu menahan hal tersebut, ia terlalu lemah untuk melakukannya. Sementara itu, Karin berkali-kali mengucapkan kata 'sudah' untuk meredam mereka berdua.

“Sekarang begini, elo yang enggak bisa ngikutin cara gue ngegambar atau gue yang enggak bisa ngikutin lo? Kalau mau enggak banyak perbedaan, sebaiknya lo selesaikan komik itu sendiri. Bagian gue udah selesai dan bagi gue itu udah sempurna. Lo sendiri yang menganggap gambar karakter gue enggak sesuai dengan punya lo.”

Raka mendorong Arion dengan keras. Berkat hal tersebut, Freya terhempas ke meja akibat tubuh Arion yang mundur. Melihat kekasihnya yang tersungkur, Freya pun ditarik oleh Arion agar menghindar.

“Memang prestasi gue belum sebaik lo, bukan berarti gue enggak bisa lebih hebat dari lo!”

Wajah Arion tetap tenang. Ia tidak ingin terlalu melibatkan emosional dalam hal ini. Serangan fisik dari Raka tadi ia anggap sebagai kemorosotan moral bagi seorang yang dijadikan panutan. “Gue sama sekali enggak ada ngeremehin lo. Faktanya, lo yang ngeremehin gue. Ingat Raka, gue ini orang yang bebas. Gue ngelihat kalian semua di sini sama rata. Lo hanya ketua sebagai fungsi club, tapi bukan berarti lo atasan gue.”

“Lo enggak sadar gambar lo bakalan ngerusak karya kita?!” tanya Raka.

“Lo juga enggak ngerasa kalau gambar lo bakalan ngerusak gambar gue? Enggak ada yang sempurna, Raka.” Arion menggeleng. Tangannya tetap ditahan oleh Freya agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan. “Baiklah ... bagian gue udah selesai semua. Selesaikan bagian lo. Jangan minta petunjuk sama gue di bagian-bagian yang enggak lo mengerti. Sudah cukup ... terserah lo mau ngikutin gambar kita. Yang penting, sekarang gue keluar dari club ini.”

Seseorang yang Freya harapkan akan memajukan club Yatta, seseorang yang ia pinta untuk bergabung, kini sudah pergi. Arion menutup pintu ruangan dengan keras meninggalkan Freya yang menangis di dalam ketakutan.

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang