22. Seakan Tidak Ingin Lepas

80 9 0
                                    

22. Seakan Tidak Ingin Lepas

“Bergabunglah dengan club Yatta. Kita sama-sama berjuang di sana.”

Permintaan itu hanya dianggap sebuah angin lalu yang membelai pria itu. Tepat di depan gerbang, Arion tak membalas, kecuali tersenyum kecil untuk menanggapinya. Matanya diam tak bereskpresi, hanya bibir yang bergerak. Lalu, lambaian tangan Arion bergerak melepas pergi Freya menuju rumah. Sementara itu, belum ada jawaban pasti mengenai permintaan Freya. Rasa kecewa pun menggema di dalam hati. Ia sangat menginginkan Arion untuk bergabung bersama mereka, membangun satu-satunya club kebudayaan Jepang yang hampir mati karena kekurangan anggota.

Bukan tidak beralasan Freya untuk mengajak Arion. Besar harapan pria itu menjadi icon yang menarik perhatian murid lain untuk bergabung. Dengan telinganya sendiri Freya mendengar bahwasanya Arion memiliki hobi yang sama dengan Raka, yaitu menggambar komik. Namun, haluan mereka sama-sama berbeda dalam bidangnya. Raka menyukai komik bergenre romance, sedangkan pria pendiam itu menggeluti ranah fantasy yang menguras begitu banyak imajinasi. Ya, memang keberagaman itu dibutuhkan untuk menciptakan sebuah keunikan. Kolaborasi mereka berdua akan sangat memajukan progres club menuju lebih baik lagi.

Mungkin saja Arion terlalu penyendiri untuk bergabung bersama orang lain. Langkahnya selalu disenyapkan untuk tak didengar oleh orang lain. Begitu pula senyum riang kecil yang sesekali Freya tatap, sangat jarang sekali dirinya seperti itu. Meskipun begitu, Arion tetap menghadiahkan penghargaan kecil itu kepadanya. Aneh sekali jika menyendiri menjadi sebuah hobi. Tentu saja seseorang akan mengalami fase kesepian apabila terus sendiri. Namun, rasanya tidak untuk pria itu.

Apa rasanya selalu sendiri?

Freya dengan jujur hatinya mengakui ia tak suka sendiri, meskipun dirinya hanya memiliki sedikit teman. Baginya, satu atau dua orang teman sudah bisa mengisi hari-harinya yang sepi itu. Tidak ada orang lain yang berani mengirimkan pesan singkat, kecuali group chat kelas dan Lani. Semua itu bukan berarti ia selalu sendiri. Terlalu sepi hati ini ketik menyadari tidak ada siapa pun yang memerhatikan. Setiap orang butuh perhatian, meskipun seberapa besar dirinya menafikkan bahwa ia tak butuh perhatian.

Berbaring Freya di atas ranjang setelah mendapatkan pesan singkat dari Raka bahwasanya ia sudah mendapatkan kostum anime yang akan dipakai esok hari. Freya menyetujui untuk memakainya karena cukup booming bagi para penyuka anime. Pilihan Raka jatuh kepada anime dengan tajuk Re-Zero. Freya pun membayangkan bagaimana dirinya nanti berkostum seperti karakter Rem, seorang gadis muda yang berprofesi sebagai pelayan istana atau maid. Sedangkan Raka sendiri akan berkostum seperti karakter utama lelaki, yaitu Subaru.

Ya, bukannya kenapa. Rem dan Subaru dalam ceritanya memiliki kisah romansa tersendiri. Rem menyukai Subaru, hanya saja Subaru telah lebih dahulu mencintai wanita sang kandidat ratu kerajaan. Dalam hati kecilnya berkata bahwa besok akan menjadi manifestasi bagaimana keadaan hatinya, yaitu cinta yang telah bertepuk sebelah tangan. Freya tidak tahu Raka menyukai wanita mana, yang pasti ia tak akan menyukai Freya.

Hari dinantikan pun tiba dengan segala dialektika yang disajikan. Pagi sama saja sibuknya seperti biasa. Jalanan Freya tempuh dengan dahi yang sedikit menyucur keringat. Sementara itu, murid-murid berkendaraan tak sedikit pun ingin memberikan celah bagi dirinya melaju dengan lancar. Setibanya sekolah, Freya terkatung di atas meja ketika mendengarkan penjelasan guru di depan. Begitu membosankan, tak ada yang menarik, kecuali pria yang duduk di sudut depan kiri. Ia sama sekali tak memerhatikan guru, tetapi menggoreskan pensi di atas buku kecilnya. Sudah bisa ditebak ia akan membuat apa, yaitu gambar-gambar yang terkadang menjadi pengisi rasa bosannya tersebut.

Semakin berdebar-debar hati Freya bahwasanya setelah sembahyang Jumat nanti, mereka akan tampi di pentas seni. Raka sudah membawa kostum yang akan dipakai semenjak tadi pagi. Zeta menyediakan koper besar yang berisikan alat make up. Sementara Karin rasanya tak perlu berlatih lagi. Ia tenang tanpa kesibukan tatkala Freya temukan di ruangan club. Sempat dirinya dimarahi oleh Raka untuk latihan bernyanyi sedikit untuk tampil nanti, tetapi Karin malah menolaknya karena menganggap sudah terlalu bisa.

“Gue duluan dulu, ya.” Lani menepuk pundaknya setelah mengganti celana.

Seperti biasa, sementara para lelaki sembahyang Jumat, para perempuan akan menggelar aktivitas keputrian. Bulan ini merupakan bulan menari, mereka akan belajar menari tarian tradisional nantinya.

“Iya, tunggu gue di ruangan sanggar.” Freya tersenyum.

Freya kembali memberesi barang-barang yang ada di atas meja. Hanya dia sendiri yang masih bertahan di kelas, sementara teman perempuan yang lain sudah beranjak ke sanggar seni sekolah. Setelah semuanya beres, Freya segera melangkah menuju ke sana.

Tepat di ujung pintu, langkah Freya terhenti berkat tubuh yang menghalanginya. Sontak Freya mundur selangkah. Didapati Vioni dan ketiga temannya tengah menghadang Freya tepat di depan pintu. Wajah sinis yang mengandung benci tertanam di masing wajah mereka.

“Maaf, Vioni ... lo ngapain di sini? Bukannya semua orang udah di sanggar seni?” tanya Freya dengan menahan takut di dalam hati.

Tiba-tiba Vioni mencengkram pipi Freya dengan kuat hingga Freya kesulitan untuk berbicara. Dirinya dihantam ke tepi pintu. Tak diberi bagi Freya untuk bergerak, tangannya terlalu lemah untuk melepaskan cengkeraman dari Vioni.

“Lo jangan macam-macam sama gue. Sekali lagi lo cerita masalah kita sama orang lain, lo bisa celaka. Lo kan yang cerita sama Arion? Dasar cewek jelek!” Vioni menghantam kepala Freya di pintu.

“Sumpah, bukan gue―” Kalimat Freya terhenti oleh tamparan Vioni.

“Jangan beralasan!” Tanpa diduga, Vioni membalikkan tubuh Freya ke belakang, lalu menyiramkan air minuman berwarna merah tepat di pinggul belakang Freya. “Ini balasan dari gue. Mampus lo bakalan dikirain ... ups ....”

Tangis Freya pecah setelah menyadari dirinya diperundungi seperti ini. Vioni dengan segala kebenciannya pergi meninggalkan Freya sendirian. Tawa mereka sangat menghina karena atas dasar keberhasilan merendahakan orang lain. Freya pun terduduk di lantai, merengkuh kedua lututnya dengan erat. Pinggul bawahnya sebegitu basah, bahkan menyucur hingga ke lantai. Celana training yang ia pakai terasa tidak nyaman sekali dan lengket. Pasti akan malu sekali ketika orang lain melihat dirinya dengan keadaan yang seperti ini.

Berjalan Freya dengan lambat menuju sanggar seni yang berada di lantai tiga. Luturnya bergetar dengan tangis yang pecah sepanjang jalan. Tak ada satu pun yang melintas, hanya angin lorong yang beriringan dengan dirinya.

“Freya ... lo nangis?” tanya seseorang di tangga.

Wajah Freya mendongak ke atas. Segera ia hapus air matanya tersebut. Seorang pria tengah berdiri di pembelokan tangga, menatap dirinya yang ada di bawahnya. Hanya menggeleng diri Freya setelah ditanya oleh Arion. Tak bisa ia sembunyikan apa yang sudah terjadi, celananya basah hingga ke bagian depan. Terpaksa Freya menutup celana bagian pangkal pahanya menggunakan tangan.

“Lo kenapa basah begitu?” Arion segera mendekat. “Oh, maaf ... gue paham.”

“Oh bukan, gue enggak lagi halangan. Gue jatuh di WC dan celana gue basah.” Freya kembali menyapu air matanya.

“Jadi, lo nangis karena itu?”

Freya mengangguk. “Lo kenapa di sini? Bukannya semua lelaki di masjid?”

“Gue ketiduran di kelas. Ini gue mau ke masjid.” Raka kembali melihat keadaan celana Freya yang basah sekali. “Lo mau ke kegiatan keputrian, kan? Lo bisa pakai celana olahraga gue, kok. Gue hari ini jadwal olahraga.”

“Enggak apa-apa. Gue bisa begini aja.”

“Lo bisa dikira aneh kalau begini. Tenang, gue hari ini enggak kegiatan olahraga di luar. Hanya dikelas, jadi celananya enggak dipakai.” Kepala Arion memereng memerhatikan Freya yang tak kunjung menjawab. Jelas sekali wajahnya cemas karena malu dengan keadannya seperti itu.

“Udah ... ayo ikut gue ke kelas.”

Freya bergeming menatap Arion yang menuntun langkahnya di tangga. Baru kali ini ada seorang pria yang menggenggam tangannya sebegitu erat, seakan tidak ingin Freya lepas.

***

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang