Dua Puluh Empat

567 102 1
                                        

Ada dua hal yang Arsya syukuri dalam jamuan makan malam itu. Satu karena sedikitnya waktu persiapan. Sehingga Arsya tidak perlu berhadapan dengan Martha dan pasukannya. Dan Arsya pun bisa tampil lebih natural dengan gaun "sederhana" dari merek terkenal, juga make up dari Maiza yang natural. Sementara yang kedua adalah karena Arka memenuhi janjinya. Dengan duduk tepat di samping Arka saat hidangan disiapkan, Arsya bisa selamat dari kekurangan nya dalam hal table manner. Arka selalu memastikan Arsya melihatnya mengambil alat makan yang tepat sebelum mulai menyantap makanan. Meskipun hidangan terlebih dahulu disajikan di hadapan Arka.

Selebihnya, seperti kata Arka. Jamuan makan malam ini benar-benar membosankan. Terlihat jelas para bangsawan ini bersikap ramah kepada Arsya hanya untuk terlihat baik di depan Arka. Mereka akan berbasa-basi dengan Arsya saat dirinya besama Arka. Tapi begitu Arka terlibat pembicaraan lebih dalam, mereka seperti menganggap Arsya tidak lebih dari pajangan. Tidak peduli berapa kali Arka mencoba mengikutkan Arsya dalam pembicaraan. Bahkan Paman Effraim pun hanya menyapa Arsya saat Arsya baru tiba bersama Arka. Selebihnya, pria tua sepupu sang Raja itu selalu menyibukkan diri dengan para tamunya yang lain.

"Well, well, well, lihatlah siapa yang akhirnya hadir di jamuan makan malam kali ini?" Suara feminim khas pembawa berita itu akhirnya menyapa. Siapa lagi kalau bukan Jilly.

Sejak melihat nya di ujung lain meja makan yang panjang dan bisa di isi oleh lebih dari 30 orang itu. Arsya sudah yakin kalau kebosanan nya akan hilang saat Jilly menyapanya. Dan Jilly benar-benar tidak mengecewakannya. Seperti prediksi Arsya, Jilly datang tepat saat Arka sedang berbicara dengan Menteri Kesehatan yang merupakan salah satu bangsawan yang hadir. Sementara Arsya sedang duduk di salah satu kursi tinggi di sisi ruang rekreasi rumah Paman Efraim. Dengan Carnell berdiri di sisinya, tepat seperti kata Arka.

Keberadaan Carnell di dekatnya memang membuat Arsya merasa lebih aman. Terlebih setelah kejadian yang melukai lehernya waktu itu. Tapi Arsya sebenarnya memiliki banyak pertanyaan berkelebat di pikirannya karena keberadaan Carnell.

Kenapa Carnell? Kenapa bukan Maiza? Bahkan Carnell juga duduk di sisi lain Arsya sepanjang hidangan disajikan dalam jamuan makan malam itu. Bukannya Arsya sudah terkena 'virus' status sosial atau sejenisnya dari para bangsawan ini. Hingga lantas Arsya menganggap Carnell tidak pantas ikut makan malam itu. Bukan itu. Tapi rasanya ada yang aneh dengan kehadiran Carnell, tanpa seorang pun dari para bangsawan ini memprotes atau memperlakukannya dengan buruk. Terlebih mengingat bagaimana perlakuan para bangsawan itu pada Arsya.

"Selamat malam, Jilly." Arsya sengaja menyapa Jilly. Meskipun belum membaca lebih lanjut tentang Artikel yang pernah ditulis wanita bergaun warna emas tanpa lengan itu. Tapi entah mengapa Arsya yakin suatu saat dirinya akan membutuhkan informasi lebih banyak dari Jilly. Jadi rasanya tidak ada salahnya beramah-tamah dengan wanita itu sekarang.

"Ah! Arsya? Maafkan aku." Jilly menampakkan wajah menyesal yang dilebih-lebihkan. "Aku terlalu fokus pada kakak tiri ku tercinta hingga tidak melihat kehadiranmu disini."

Kakak tiri? Tidak ada orang lain di dekat Arsya selain Carnell. Mungkinkah?

"Kak Carnell." Jilly kini memberikan senyuman yang juga terlihat palsu pada Carnell. "Kamu tidak ingin menyapa ayah kita? Aku bisa menggantikanmu menjadi baby sitter calon istri sang Pangeran, sementara kamu menyapa ayah kita tercinta."

Perkataan Jilly itu otomatis membuat Arsya menoleh pada Carnell. Arsya tau mulutnya saat ini sedang terngangah. Karena memang informasi dari Jilly itu diluar dugaan. Carnell beruntung Arsya tidak berteriak dramatis seperti mengatakan 'What?!' atau 'Apa?!'.

Tapi Carnell menghadapi kekagetan Arsya itu dengan tenang. Pria itu hanya mengangguk sesaat pada Arsya, sebelum mengembalikan pandangannya pada Jilly. Pandangan tegas dan tajam yang seharusnya membuat orang lain akan mundur. Sayangnya, Jilly bukan salah satunya.

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang