Setelah permintaan maaf dari Arka siang itu, Arsya berpikir bahwa hubungan antara dirinya dan Arka sudah semakin membaik. Tapi sayangnya Arsya tidak dapat memastikan hal itu. Karena tidak beberapa lama setelah Arka meminta maaf, Galen menghampiri mereka dan mengatakan bahwa Sang Raja menginginkan kehadiran Arka di Istana. Informasi tersebut mengembalikan Arsya pada realita. Bahwa Arka adalah seorang Pangeran yang memiliki banyak tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Realita yang sempat terlupakan oleh Arsya karena Arka bersikap lebih manusiawi dengan bermain dengan Kuma dan menikmati makan siang mereka dengan lahap.
Setelah panggilan itu, Arka tidak juga kembali ke Coral Mansion sampai dengan Arsya kembali ke kamarnya dan tertidur ditemani Kuma yang ikut tidur di ujung tempat tidurnya. Kucing gendut itu seakan menggantikan kehadiran pemiliknya dengan menemani Arsya seharian. Sejak kembali ke pantai, membaca ulang edisi pertama Harry Potter di perpustakaan, membantu Calinda mempersiapkan makan malam, hingga menemani Arsya makan malam sendirian di meja makan.
Kalau kalian berpikir Arsya akan mendapatkan pelatihan ala seorang putri seperti di princess Diary. Arsya juga awalnya juga berpikir seperti itu. Terlebih menjelang pesta pengenalan Calon Istri sang Pangeran. Tapi ternyata tidak. Tidak ada pembelajaran tata krama, cara berjalan, cara makan ataupun pengembangan kepribadian ala John Robert Powers.
Entahlah mungkin karena sang Ratu lupa. Meski rasanya itu sangat tidak mungkin. Mengingat bagaimana bersemangatnya sang Ratu meminta sahabatnya Martha Alba, designer terkenal kerajaan Chartreuse, untuk membuatkan berbagai gaun dan pakaian untuk Arsya. Bahkan sang Ratu sendiri yang memilih bahan dan warna untuk Arsya.
"Bagaimana kamu bisa membuat kopi se harum ini?" Suara Arka menjadi pertanda pria itu berada di dapur. "Aku tau kamu tidak pernah bekerja di coffee shop sebelumnya."
Lagi. Arsya kehilangan kemampuannya mendeteksi kehadiran seseorang di dekatnya. Kehadiran Arka lebih tepatnya. Karena pria itu benar-benar ahli bergerak dengan suara seminimal mungkin. Jadi tidak heran pagi ini Arsya kembali terlonjak sesaat begitu mendengar suara berat Arka itu.
"Karena kamu memiliki persediaan berbagai biji kopi dengan kualitas tinggi." Arsya berbalik dan mendapati Arka berdiri sambil bersandar santai pada meja pantry. Dalam balutan kaos apparel olahraga terkenal berwarna abu-abu yang menampakkan bahu lebar dan kekokohan lengan serta dadanya, Arka terlihat seperti model yang sedang berpose untuk pemotretan majalah fashion. Pria itu pasti sudah berdiam beberapa saat disitu sambil memperhatikan Arsya mempersiapkan bahan untuk chicken wrap nya. "Aku mencampurkan beberapa jenis kopi yang aku tau di mesin kopi mu. Dan, Taarrraaa....! Aku berhasil membuat kopi yang menurutku enak untuk diminum langsung ataupun dicampur susu untuk dibuat latte atau cappuccino."
Sebuah seringai terbentuk di wajah Arka sebelum pria itu menggeleng dan mulai beranjak dari meja Pantry. Pria itu mengulurkan sebuah folder hitam dengan symbol Kerajaan Chartreuse di depannya. "Apa yang akan kamu masak?"
"Chicken Wrap." Arsya menjawab pertanyaan itu sambil menerima folder itu. "Apa ini?"
"Bacalah, sebelum atau sesudah membuat sarapan." Jawab Arka yang mulai beranjak dari dapur. "Kita akan mendiskusikan setelah sarapan. Dan aku ingin mencoba Latte buatan mu."
"Hei! Aku bukan barista pribadimu." Protes Arsya.
"Kami tidak boleh memanggil seorang Pangeran dengan 'Hei', Arsya." Ucap Arka sebelum menutup pintu belakang Mansion.
Folder hitam itu berisi draft kontrak atau perjanjian pernikahan mereka. Ada stick note dengan tulisan indah Arka yang menginfokan bahwa Arsya bisa menandai dan menambahkan pasal yang menurut Arsya perlu dan tidak perlu ada. Arsya segera menutup kembali folder itu dan meninggalkannya di meja pantry.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHARTREUSE
Roman d'amourSebuah kerajaan dengan segala intriknya. Sang pewaris tahta dengan segala misteri dan rahasianya. Sebuah tempat tersembunyi dengan keindahannya. Keberadaan ketiganya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Namun takdir membawa seorang gadis biasa...
