Lima Puluh Tujuh

535 94 0
                                    

"Sudah tenang?" Tanya Arka begitu airmata Arsya berhenti.

Dengan kesabaran luar biasa yang tidak pernah Arka tau pernah dimilikinya. Arka mengusap sisa air mata di ujung mata Arsya. Kemudian mulai melepaskan bros dan jarum yang membuat kerudung Arsya tetap rapi. Hal yang selalu membuat Arka mengernyit saat membayangkan kulit leher dan dagu Arsya tertusuk jarum itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" Kini giliran Arsya yang mengerutkan kening begitu Arka melempar kain yang menutupi kepala Arsya ke lantai.

Arka mengangkat ujung bibirnya sambil menarik karet rambut di ujung kepangan rambut Arsya. "Mengklaim hak ekslusifku."

"Tidak ada distraksi lagi, Arka!" Mata Arsya menatap tajam Arka.

Istri Arka itu pun bergerak dalam pangkuan Arsya dan bersiap untuk turun. Tapi Arka sudah mengantisipasi hal itu. Tangannya bergerak cepat menuju pinggang Arsya dan mengunci tubuh Arka untuk tetap berada di pangkuannya.

"Aku janji tidak akan ada distraksi sampai kita sepakat." Ujar Arka yang mengembalikan tatapan tajam Arsya. "Dan berjanjilah tidak akan mendebatku sampai aku selesai menjelaskan semuanya."

"Tapi..."

"Arsya..."

"Oke."

Kemenangan sementara itu membuat Arka tidak bisa menahan diri untuk tidak mengecup bibir Arsya.

"Arka!"

Tentu saja Arka mendapat pukulan di bahu dari Arsya karena perbuatannya itu. Tapi Arka hanya menyeringai melihat kejengkelan yang menghiasi wajah Arsya.

"Jadi, istriku yang manis." Arka pun memulai penjelasannya. "Rencana ku itu bukan rencana bunuh diri atau pengorbanan."

"Tapi..."

Arka hanya perlu mengangkat satu alis tebalnya untuk menghentikan upaya Arsya untuk mendebatnya. Meski hal itu membuat Arsya menghela nafas panjang dengan dramatis dan memanyunkan bibirnya yang menggoda Arka.

"Aku sudah mendiskusikan hal ini dengan dengan Juna. Dan Issi tidak akan menyetujui rencanaku kalau kemungkinan berhasilnya lebih rendah daripada resikonya." Arsya mengangkat telapak tangannya untuk menghentikan Arsya begitu istrinya itu membuka mulut. "Dan Iya. Kami sadar ada resiko rencana ini gagal. Seperti hal nya rencana apapun yang kamu tawarkan pada Issi. Tapi kita akan membicarakan penawaran mu itu nanti."

Benar. Sampai sekarang Arka masih merasa terganggu karena belum mengetahui apa rencana Arsya yang dibicarakan dengan Raja Audric. Ayah Arka itu menolak untuk membahas hal itu. Sehingga satu-satunya jalan untuk Arka mengetahui hal itu dari Arsya. Untuk mencapai tujuan itu, Arka harus membuat Arsya mengerti dan memahami rencana Arka.

"Juna adalah snipper terbaik. Dia juga pernah menyelamatkan Dira dengan memalsukan kematiannya." Arka melanjutkan. "Itu bahkan dilakukan Juna saat masih berusia 12 tahun. Jadi resiko kegagalan rencana itu jauh lebih rendah."

Arsya membuka mulutnya untuk memprotes. Tapi sebelum Arsya sempat bersuara, Arka meletakkan jari telunjuknya ke atas bibir Arsya. Dengan tatapan penuh peringatan Arka menggeleng.

"Aku sadar resiko kekegagalan itu masih ada." Arka tau itulah yang akan disuarakan Arsya. "Tapi ini adalah rencana terbaik dengan resiko terendah yang bisa kita lakukan saat ini. Siapapun dalang dari semua kejadian ini tidak akan pernah berhenti sampai mereka mendapatkan tujuan mereka."

"Tujuan mereka adalah dirimu."

Kali ini Arka membiarkan Arsya bersuara. Arka pun mengangguk untuk membenarkan pernyataan Arsya itu. "Benar. Siapapun mereka. Mereka tidak ingin aku menjadi Raja. Seperti hal nya mereka tidak ingin Rivandra mewarisi tahta."

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang