Tiga

864 135 10
                                    

Matahari sudah kembali ke peraduannya saat pesawat pribadi yang ditumpangi Arsya akhirnya mendarat. Arsya yang tidak bisa tidur selama perjalanan tidak biasa itu pun mengecek jam tangannya. Perjalanan aneh itu memakan waktu empat jam.

Kening Arsya kembali berkerut. Bukankah seharusnya hanya memakan waktu 3 jam? Arsya sudah pernah ke Lombok sebelumnya. Karena itulah Arsya semakin yakin bahwa ada yang salah dalam perjalanan ini. Arsya tidak tau apa dan kenapa.

Hal yang paling buruk yang mungkin terjadi adalah Arsya diculik. Meski rasanya tidak masuk akal kalau seorang penculik mau repot-repot menyewa pesawat pribadi untuknya. Sekali lagi, Arsya hanya gadis biasa. Bukan putri presiden ataupun konglomerat. Tidak akan ada orang yang akan mau repot-repot menculiknya.

Karena itulah begitu tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan, Arsya pun segera melepaskan sabuk pengaman dan beranjak dari kursinya. Arsya harus mengkonfirmasi kesalahan ini pada pria yang memintanya masuk ke dalam pesawat ini. Pria yang membawa kopernya. Aylin yakin kalau Pria itu pasti tau kenapa Arsya harus ikut dalam perjalanan ini.

"Nona Kayla, kita harus segera turun karena kedatangan anda sudah dinantikan." Pucuk dicinta ulam tiba. Pria pembawa koper Arsya yang kembali memakai sunglasses nya itu justru menghampirinya. Jadi Arsya tidak perlu repot-repot untuk mencarinya.

"Tunggu. Aku rasa ada kesalahan disini. Tolong jelaskan kenapa aku harus ikut dalam pesawat ini? Dan dimana ini? Aku yakin ini bukan Lombok 'kan? Lalu kenapa kamu membawaku kesini? Aku bahkan tidak tau namamu." Arsya akhirnya menyemburkan semua pertanyaan yang mengganggunya selama perjalanan ini.

Tapi pria ber sunglasses hitam itu sama sekali tidak kehilangan ketenangannya. "Saya Carnell. Semua pertanyaan anda, akan dijawab oleh seseorang yang sudah menunggu anda di Bandara. Beliau lah yang memiliki wewenang untuk itu. Jadi sebaiknya kita segera keluar dari pesawat ini."

Jawaban pria bernama Carnell itu membuat Arsya harus mengepalkan kedua tangan agar tidak berteriak frustasi. Arsya yakin dia menaiki pesawat yang salah. Arsya juga tidak tau dimana dia sekarang berada. Tapi pria itu justru membicarakan wewenang. Arsya yakin bahwa Carnell tau semua jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Arsya. Hanya saja, Carnell memilih mengabaikannya.

"Nona Kayla?" Carnell kembali memandang dan berbicara pada Arsya dengan nada dan ekspresi yang sama saat pria itu memasuki gate dan menunggu Arsya. "Semakin cepat kita keluar dari pesawat ini. Semakin cepat anda mendapatkan jawaban dari pertanyaan anda."

Arsya benar-benar tergoda untuk melemparkan sepatu nya ke kepala Carnell. Tapi pengalaman bekerja dengan boss toxic selama dua tahun, telah membuat Arsya terbiasa dan mampu menahan diri dari situasi yang membuatnya frustasi seperti ini. Jadi alih-alih melepaskan sepatunya, Arsya justru berderap mengikuti Carnell.

"Selamat jalan Nona Kayla. Senang bisa melayani anda." Ucap dua pramugari yang juga selalu menghindari pertanyaan Arsya selama perjalanan itu. Kedua nya justru sibuk membuat Arsya memesan makanan dan minuman yang mereka sediakan secara gratis. Well, bukannya Arsya tidak tau terimakasih atau tidak bersyukur. Tapi keduanya benar-benar tidak membantunya.

Karena itulah Arsya hanya bisa memberikan senyum terpaksa pada kedua pramugari itu. "Terima kasih."

Setelahnya Arsya sedikit berlari kecil untuk mengejar langkah panjang Carnell yang sudah berada jauh di depan. Saat itulah Arsya akhirnya menyadari bahwa ada dua penumpang berjas hitam yang sama dengan yang dipakai Carnell, berjalan cepat tepat di belakangnya. Bahkan kedua pria berbadan kekar itu ikut berlari kecil mengikuti langkah Arsya, sehingga derap kaki mereka terdengar jelas di Garbarata alias jembatan penghubung pesawat dengan bandara. Hal itu semakin membuat Arsya benar-benar ingin berteriak, apa yang sedang terjadi dalam hidupnya?

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang