Semakin dekat hari pengumuman itu tiba, semakin Arsya kesulitan mengusir rasa gusar di hatinya. Bahkan kelegaan yang dirasakan Arsya saat membantu Arka merekam video untuk para persona nya yang lain, tidak bertahan lama. Pikiran Arsya pada akhirnya kembali pada apa yang mungkin bisa terjadi besok.
"Itu semua adalah keadaan kita yang perlu kalian tau. Tapi aku juga akan menyampaikan satu hal yang tidak kalah pentingnya."
Tekanan dalam suara Arka itu menarik fokus Arsya dari pemikirannya. Arsya pun mengalihkan pandangannya dari layar kamera DSLR Ray pada Arka dengan penuh tanya. Apa yang akan disampaikan Arka kali ini hingga pria itu terlihat begitu serius?
"Arsya adalah istriku." Tekan Arka. Kemudian pria itu mengalihkan pandangan mata biru nya dari lensa kamera pada Arsya. "Kemarilah, Arsya."
Arsya mengucapkan kata 'aku' tanpa suara sambil menunjuk dirinya sendiri. Ini jelas tidak ada dalam susunan rencana tentang hal apa saja yang akan disampaikan Arka pada kelima persona nya yang lain. Karena itulah Arsya tidak yakin bahwa Arka benar-benar ingin membuat Arsya ikut dalam rekaman video yang sedang dibuatnya.
Namun Arka mengangguk dengan tegas. Sehingga Arsya tidak punya pilihan selain mengikuti permintaan suaminya itu. Setelah memastikan sudut pengambilan gambar kamera Ray yang tertanam di tripod itu tidak berubah. Arsya pun beranjak ke samping Arka yang duduk di belakang meja kerja nya.
Tatapan penuh tanya Arsya yang ditujukan pada Arka tidak segera dijawab pria itu. Arka justru memundurkan kursinya. Kemudian dalam satu gerakan cepat, Arka menarik tangan Arsya. Hingga Arsya pun berakhir di pangkuan Arka.
"Sebagian besar dari kalian, kecuali Zevan, pasti sudah mengenal Arsya." Arka mengeratkan lengannya yang melingkari tubuh Arsya saat Arsya mencoba bergerak untuk turun dari pangkuannya. "Bahkan beberapa diantara kalian pasti ada yang tertarik padanya. Aku tidak menyalahkan kalian, karena memang Arsya adalah gadis manis dengan pesona nya yang khas."
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
Arsya mendesiskan pertanyaan itu dengan pipi memerah. Karena jelas membayangkan Reza, Rana, Ray bahkan Tristan melihatnya dalam keadaan seperti ini benar-benar membuat Arsya malu. Meski sesungguhnya Arsya sama sekali tidak keberatan dengan keposesifan Arka. Tapi rasanya sungguh aneh membayangkan persona Arka lainnya, melihat diri mereka memangku dan memeluk Arsya seperti ini.
Hanya seringai Arka dan kilat posesif di mata biru itu yang menjawab pertanyaan Arsya. Seperti biasa. Arka memilih mengabaikan pertanyaan Arsya saat tidak ingin berdebat dengannya.
"Reza, kamu tidak berhenti menggoda Arsya saat kamu bertemu dengannya. Aku melihatnya di rekaman cctv. Rana, kamu tidak berhenti bermanja-manja pada Arsya. Dan Ray. Kamu yang paling terang-terang menyukai Arsya. Meski tidak banyak rekaman cctv yang memperlihatkan interaksi mu dengan Arsya. Tapi aku percaya dengan laporan dari Carnell."
Perkataan Arka itu membuat Arsya membelalak tidak percaya. Bagaimana bisa Arka menyimpulkan bahwa hampir semua persona nya kecuali Tristan dan Zevan, tertarik pada Arsya. Tristan yang memang bucin pada Kayla. Sementara Zevan yang memang belum muncul dan bertemu dengan Arsya.
Mana mungkin itu bisa terjadi? Reza, Rana, dan Ray menyukai Arsya? Itu adalah ide gila. Mereka hanya bertemu dengan Arsya sekali. Jadi tidak mungkin mereka tertarik pada Arsya dalam waktu singkat. Terlebih dengan fakta bahwa Arsya hanyalah wanita biasa yang tidak secantik Kayla, Jilly dan Serina.
"Arsya sendiri bahkan mungkin tidak menyadari bahwa kalian tertarik padanya. Aku yakin itu. Dan itu adalah salah satu daya tariknya." Ujar Arka sambil tersenyum pada Arsya. Seakan bisa membaca rasa insecure Arsya. Kemudian dengan cepat Arka mengecup bibir Arsya, sebelum kembali memfokuskan pandangannya pada lensa kamera, sekaan sedang menatap langsung para personanya. "Tapi bagaimana pun menariknya Arsya, dia adalah istriku. Dia istriku. Mine. Bukan istri kalian. Jadi jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku hanya mengizinkan nya membantu kita agar keadaan kita lebih baik. Tapi tidak lebih. Ingat itu!"
"Ini bukan ide perkenalan yang baik, Arka." Protes Arsya. "Kalian harusnya saling mengenal untuk bisa saling membantu. Jadi kita akan mengedit..."
"Tidak." Arka menolak dengan tegas. "Aku akan menyerahkan rekaman ini pada Carnell. Dia atau Galen lah yang akan memperlihatkan rekaman ini pada mereka. Apa adanya. Tanpa editan. Karena apa yang barusan aku sampaikan adalah hal terpenting. Mereka perlu mendengar bahwa kamu milikku. Hanya milikku."
Begitulah. Sehari sebelum pengumuman suksesi tahta Raja Chartreuse, Arsya dan Arka justru kembali berdebat. Meski seperti biasa. Arka selalu melakukan apapun yang diinginkannya. Protes Arsya tidak di dengar. Karena Arka sudah memutuskan untuk mendeklarasikan rasa posesifnya.
Protes yang diabaikan dan kekalahannya dalam perdebatan mereka, membuat Arsya merasa sebal. Hingga malam itu Arsya memutuskan untuk tidur di kamarnya sendiri. Aksi ngambek Arsya itu dapat berjalan lancar karena begitu selesai merekam video untuk para personanya, Arka langsung sibuk berkordinasi dengan Juna, Sang Raja dan Carnell untuk persiapan besok. Hingga Arsya pun terlelap dalam aksi ngambek nya pada Arka sebelum pria itu kembali ke kamarnya.
Meskipun Arsya memang bisa merasakan kehadiran Arka yang menyusup di balik selimutnya, saat dirinya terlelap. Tapi seakan alam bawah sadarnya ingat dengan jelas bahwa dirinya sedang sebal pada Arka. Arsya sama sekali tidak berkeinginan untuk bangun. Bahkan saat Arsya merasakan tubuhnya ditarik mendekat ke kehangatan tubuh Arka. Hingga punggungnya bertemu dengan dada bidang Arka. Arsya tetap enggan membuka mata.
Hal terakhir yang diingat Arsya saat dirinya berada dalam kondisi antara lelap dan sadar adalah suara berat Arka yang bergumam di telinga nya. Juga kecupan di ujung kepalanya.
"Aku rela kehilangan segalanya. Tapi tidak denganmu, Arsya. Aku tidak tau pasti kapan terjadinya. Tapi kamu telah menjadi hal paling berharga dalam hidupku."
Pernyataan Arka yang disegel dengan kecupan di ujung kepala Arsya itu terasa seperti gabungan antara kenyataan, mimpi dan halusinasi bagi Arsya. Tapi anehnya setiap kata yang diucapkan Arka itu terekam jelas dalam alam bawah sadar, hati dan pikiran Arsya.
Karena itulah begitu Arsya terbangun dan mendapati wajah Arka yang terlelap tepat berada di depannya, semua rasa kesal, sebal dan ngambeknya hilang seketika. Perkataan Arka itu kembali terngiang seakan pria itu kembali berbisik di telinga nya. Hingga alih-alih mendorongnya dari tempat tidur, seperti niatnya sebelum tidur semalam. Arsya justru terpesona memandangi wajah tampan suaminya itu, sebelum akhirnya mengecup kening dan bibirnya.
Kecupan itu sepertinya memiliki efek seperti kecupan sang pangeran pada putri tidur. Hanya saja posisi nya kali ini terbalik. Sang putri kini justru memandangi gerakan kelopak mata sang Pangeran yang menjadi pertanda bahwa pangerannya mulai terbangun. Dalam beberapa detik kemudian, perlahan kelopak mata dengan bulu panjang itu terbuka dan menampakkan mata biru favourite Arsya.
Namun pandangan yang diperlihat mata indah itu justru membuat kewaspadaan Arsya meningkat. Tidak ada pengenalan di mata biru yang kini berbalik memandangi wajah Arsya itu. Hanya ada kebingungan yang diiringi dengan kerutan di kening.
Jelas sosok Arsya saat ini asing bagi sang Pangeran. Kehadiran Arsya membuat nya terkejut. Keadaan mereka yang berbaring bersama di atas ranjang satu ranjang, jelas membuatnya bingung.
Siapa yang muncul kali ini?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KAMU SEDANG MEMBACA
CHARTREUSE
RomanceSebuah kerajaan dengan segala intriknya. Sang pewaris tahta dengan segala misteri dan rahasianya. Sebuah tempat tersembunyi dengan keindahannya. Keberadaan ketiganya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Namun takdir membawa seorang gadis biasa...