Empat Puluh Lima

559 105 1
                                    

Saat Arka bilang dirinya akan baik-baik saja begitu memasuki ruang kerja Raja Audric. Bukan berarti Arsya tidak percaya. Tapi mengingat bagaimana pertemuan terakhir ayah dan anak itu, Arsya tidak bisa menghentikan rasa penasaran dan khawatir akan apa yang mungkin terjadi pada pertemuan itu. Terlebih Arka tidak memperbolehkan Arsya untuk ikut masuk ke dalam ruang kerja Raja Audric.

Karena itulah setelah mondar-mandir selama beberapa menit di depan ruang kerja Raja Audric. Arsya yang akhirnya beranjak tanpa tau kemana langkah kakinya membawanya, kini berakhir di ruangan yang terlihat seperti gallery lukisan atau bahkan museum. Arsya bahkan tidak ingat bagaimana dirinya bisa berakhir di dalam ruangan ini. Karena memang kepala nya dipenuhi berbagai pikiran saat Arsya membiarkan kakinya melangkah sesuka hati. Tapi satu hal yang pasti, perhatian Arsya seketika teralihkan dari kecemasan nya pada Arka, begitu dirinya berhadapan dengan lukisan seorang wanita yang sekilas mirip dengan dirinya.

Mata hijau indah dengan tanda lahir di ujung sebalah kanan. Bibir mungil yang sama. Hidung yang tidak terlalu mancung tapi juga tidak bisa dibilang pesek. Meski Arsya tidak memiliki rambut pirang gelap wanita dalam lukisan itu. Arsya merasa sedang bercemin saat memandang wanita dalam lukisan itu.

"Namanya Putri Alexandra."

Baru kali ini Arsya benar-benar kaget hingga hampir terjatuh begitu mendengar suara di ruangan yang dipenuhi lukisan itu. Kalau saja tangannya tidak reflek menjulur dan menyangga tubuhnya ke dinding. Arsya pasti sudah jatuh terduduk.

"Oh, Dear." Lady Eldora yang entah sejak kapan berdiri di belakang Arsya, membantu Arsya untuk menegakkan diri. "Maaf. Aku tidak berniat mengejutkanmu."

Arsya menggeleng dan berdehem untuk mengatasi keterkejutannya. "Tidak Lady Eldora, aku lah yang melamun."

Lady Eldora mengangguk dan tersenyum penuh pengertian. "Aku tau kamu pasti terpanah melihat wajah yang mirip dengan mu."

Begitulah. Meski sebenarnya kemunculan tidak terduga Lady Eldora lah yang membuatnya kaget setengah mati. Karena ruangan yang penuh lukisan anggota keluarga kerajaan yang sebagian telah berumur ratusan tahun ini sendiri sudah cukup memberikan hawa yang membuat bulu kuduk berdiri. Tapi karena tidak bijak mengakui bahwa nenek mertuamu yang membuatmu kaget. Jadi Arsya hanya mengangguk menanggapi perkataan Lady Eldora.

"Bagaimana kamu bisa sampai di ruangan ini?" Suara Lady Eldora jelas dipenuhi ketakjuban. Entah untuk alasan apa. "Galeri ini adalah salah satu ruangan jarang sekali mendapatkan pengunjung. Aku bahkan yakin Arka hanya pernah sekali mengunjungi ruangan ini sebelum diangkat menjadi Putra Mahkota."

"Aku..." Arsya mengangkat bahu. "Aku tidak yakin. Aku sedang memikirkan banyak hal. Dan saat aku sadar, aku sudah berada di depan lukisan ini."

Kedua ujung bibir Eldora terangkat saat mata biru langitnya memandang mata Arsya. "Takdirmu lah yang menarikmu ke depan lukisan nenek moyangmu. Terlebih yang berwajah mirip denganmu."

Arsya benar-benar tidak mengerti maksud perkataan Lady Eldora. Karena itulah Arsya hanya bisa menantap wanita tua itu dengan pandangan penuh tanya.

"Apa kamu sudah mendengar tentang dinasti Shahenda dan Aleydis, Arsya?" Lady Eldora melontarkan pertanyaan itu sambil mengembalikan pandangannya pada lukisan wanita bergaun hijau mudah yang terlihat elegan itu.

Arsya mengangguk meski Lady Eldora tidak lagi memandang Arsya. "Arka pernah menceritakan tentang keduanya di malam aku diperkenalkan sebagai calon istrinya. Dia juga mengatakan bahwa beberapa orang percaya bahwa aku keturunan keluarga Shahenda karena warna mataku. Meski aku sendiri tidak begitu yakin akan persepsi itu."

"Lalu setelah melihat lukisan ini?"

Pertanyaan Lady Eldora itu membuat Arsya kembali memandang lukisan di depannya. Dan memandangi wanita elegan itu selama beberapa saat. Kemudian menggeleng. "Aku tidak tau."

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang