Maksud dari perkataan Arsya itu akhirnya dimengerti Arka, begitu Arka melihat interaksi Arsya dan ibunya. Sejak tiba di suite president room yang disiapkan Arka untuk keluarga Arsya di salah satu hotel miliknya, Arka bisa mendeteksi perubahan sikap Arsya. Terlebih saat Arsya berhadapan dengan ibunya.
Arsya jadi begitu pendiam dan cuek di depan ibunya. Bahkan bisa dibilang Arsya sengaja memilih peran antagonis. Sementara ibunya terlihat bersikap begitu sabar seperti malaikat. Sayangnya, Arka adalah tipe yang tidak mudah percaya dengan orang lain. Arka tidak semudah itu percaya pada apa yang terlihat di permukaan. Karena itulah sejak mereka sampai di kamar ini, Arka tidak berhenti menganalisis terlebih dahulu situasi dan interaksi antara Arsya dan keluarganya. Hingga akhirnya Arka pun mengerti kenapa Arsya tidak mau repot menjelaskan sikapnya pada orang lain.
"Ayolah, nak. Mama menghargai keputusanmu." Ibu Arsya, Fira, yang duduk di depan Arsya di meja makan bulat, berkata dengan nada memohon. "Tapi kamu anak perempuan pertama, mama. Jadi mama ingin mengadakan pesta pernikahan untukmu. Mama ingin kamu bahagia dan mendapatkan kenangan indah dari pesta pernikahan yang akan terjadi sekali seumur hidupmu. Apalagi mengingat usia mu sekarang. Mama akan merasa sangat bersalah kalau tidak mengadakan pesta pernikahan terbaik untukmu."
Playing victim, simpul Arka. Itulah yang sedang dilakukan ibu Arsya. Dengan memanfaatkan rasa bersalah Arsya, Fira berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya. Arka bisa dengan mudah mendeteksi bahwa Fira adalah tipe orang yang tidak terbiasa dengan kata tidak. Karena Arka sendiri adalah orang seperti itu. Hanya saja cara mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan sangatlah berbeda. Arka lebih suka menggunakan kekuatan nya. Sementara ibu Arsya, Fira, memilih memanfaatkan kelemahan, rasa bersalah dan rasa simpati orang lain.
"Tidak, ma." Arsya berkata sambil memandang lurus pada lukisan yang ada di dinding belakang ibu nya.
Jelas berusaha untuk tidak melihat wajah ibunya. Karena Arka yakin, Arsya pasti akan goyah saat melihat wajah memelas ibunya. Dan Arsya adalah orang paling berempati yang pernah Arka kenal. Jadi tidak heran kalau Arka bisa melihat bagaimana Arsya mengepalkan tangan di atas pangkuannya untuk menguatkan pendiriannya. Pasti tidaklah mudah bagi Arsya bersikap antagonis. Tapi itulah yang harus dilakukan untuk mengatakan tidak pada ibunya.
"Kamu tidak ingin bergabung dengan diskusi itu?" Tanya Arka pada Reina yang duduk di sofa sebrang Arka.
Tanpa mengalihkan tatapan matanya dari game yang sedang dimainkan di ponselnya, adik Arsya itu menggeleng. "Kami sudah belajar dari pengalaman, bahwa tidak ada untungnya bagi kami untuk terlibat diri dalam diskusi empat mata yang dilakukan mama dengan satu diantara kami."
Benar-benar seperti gambaran Arsya. Keluarga ini jauh dari kata 'dekat'. Adik yang dengan pemikiran 'it's not my business'. Dan Ibu yang playing victim untuk mendapatkan apa yang dinginkan. Tidak heran kalau Arsya bersikap begitu berbeda dari biasanya.
"Biarkan mama bicara dengan calon mertuamu, ya nak? Mereka pasti tidak keberatan jika kita mengadakan pesta pernikahan di Indonesia." Fira tidak berhenti, meskipun Arsya terlihat jelas menghela nafas panjang. Jelas gadis itu sedang berusaha keras untuk mempertahankan kesabarannya. "Kalau ini masalah biaya. Mama tau kamu sudah tidak bekerja hampir setahun. Jadi mama akan membiayai semuanya."
Sudah cukup.
Arka akhirnya berdiri saat Arsya menutup mata dan menggigit bibirnya selama beberapa saat, sebelum kembali bersuara.
"Ini tidak ada hubungan nya dengan calon mertuaku, ma."
"Arsya benar, tante." Arka menambahkan sambil meremas lembut bahu Arsya, sebelum duduk disampingnya. "Kami tidak dapat melaksanakan pesta pernikahan di Indonesia karena aku benar-benar sibuk dan tidak memiliki banyak waktu luang. Karena itulah kami berencana segera pergi honeymoon begitu proses akad selesai."

KAMU SEDANG MEMBACA
CHARTREUSE
RomanceSebuah kerajaan dengan segala intriknya. Sang pewaris tahta dengan segala misteri dan rahasianya. Sebuah tempat tersembunyi dengan keindahannya. Keberadaan ketiganya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Namun takdir membawa seorang gadis biasa...