Dua Puluh Tujuh

551 102 2
                                    

Arka baru menghitung sampai sembilan dalam pikirannya, saat mata Arsya tiba-tiba terbuka lebar. Gadis itu langsung terbangun begitu matanya terfokus pada Arka. Jelas Arsya belum menyadari bagaimana penampilannya saat ini. Karena itulah Arsya justru melotot pada Arka bukannya menutupi tubuhnya yang hanya berbalut gaun tidur hitam yang hanya bergantung pada tali kecil dipundaknya.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Suara bangun tidur Arsya terdengar berat dan sedikit serak benar-benar tidak menolong Arka. Meskipun begitu, suara itu tidak bisa mengalihkan pandangan Arka dari dua tanda lahir di dada Arsya yang sebelumnya pernah disebutkan Ratu Athreya saat gadis itu baru tiba di Chartreuse. Tanda lahir yang benar-benar mirip dua pulau milki Kerajaan Chartreuse.

"Cepat pakai ini! Kita perlu bicara. Dan Galen perlu memindahkan seluruh barangmu kembali ke kamarmu."

Tidak mudah bagi Arka untuk melemparkan kerudung dan hoodie Arsya yang diambilnya dari punggung sofa, untuk menutupi kulit indah Arsya. Karena bagaimanapun melihat tubuh Arsya yang selalu tersembunyi di balik baju tertutup dengan lebih besar dari ukuran nya sebenarnya, berhasil membuat pikiran Arka berkelana ke berbagai aktivitas yang harus ditahannya. Paling tidak sampai mereka menikah.

Dan wajah memerah Arsya sama sekali tidak membantunya menghilangkan pikiran itu. Meskipun gadis itu segera kembali menyembunyikan diri ke balik selimut begitu menyadari keadaan yang ada. Terlebih saat suara seraknya berdehem dan memanggil nama Arka dengan malu-malu.

"Arka..." Arsya berkata dari balik selimutnya. "Kalau kamu berniat tetap berada di kamar ini. Maukah kamu mencarikan celana piyama ku yang semalam ku tendang entah kemana? Mungkin ada di ujung tempat tidur atau di lantai."

Celana panjang biru itu tergeletak di lantai. Tanpa berkata apapun, Arka mengambil dan meletakkannya di dekat bantal Arsya. Dengan pikiran yang menyimpulkan bahwa selama ini dibalik hoodie dan celana panjang yang dipakai Arsya di pagi hari saat menyiapkan kopi dan sarapan, ada gaun tidur yang....

Shit! Arka harus menghentikan pikirannya sekarang juga. Dia harus berpikir jernih terlebih dengan masalah yang baru timbul dengan kehadiran Kayla yang tiba-tiba. Masalah yang timbul saat persona lain Arka menguasai tubuhnya. Dan baru diketahui Arka begitu dirinya menerima laporan dari Carnell dan Galen pagi tadi.

"Aku tidak perlu kembali ke kamar itu." Dengan kerudung dan hoodie yang telah terpasang. Arsya menyembulkan diri dari balik selimut. Tapi gerakan tubuh Arsya di balik selimutnya, membuat pandangan Arka sedikit teralihkan pada gerakan itu. Tebakan yang tidak memerlukan konfirmasi, itu adalah gerakan Arsya memakai celana dari balik selimut.

"Kamu harus kembali ke kamarmu." Ucap Arka sambil berusaha mengalihkan pandangannya ke wajah Arsya. "Itu kamarmu dan bukan kamar Kayla. Aku tidak peduli apa yang diucapkana personaku yang lain. Tapi Kayla akan tinggal di hotel dan bukan di mansion ini."

"Tapi kenapa?" Tangan Arsya kini terulur untuk meraih kacamata di meja kecil samping tempat tidur. Setelah memasangkan di wajahnya, Arsya kembali memandang Arka. "Dia adalah calon istri yang kamu inginkan. Calon istri yang kamu..."

"Kamu adalah calon istriku." Arka berkata dengan tegas. Karena Arka tau kemana arah perkataan Arsya. Carnell telah menceritakan apa yang diucapkan gadis itu pada Carnell di kandang Raad. Juga niat tersirat Arsya untuk pergi dari Chartreuse. "Kamu yang telah aku kenalkan kepada seluruh rakyat Chartreuse sebagai istriku. Bukan Kayla. Jadi kamu lah yang akan menikah denganku minggu depan."

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Perkataan tegas Arka itu berhasil membuat Arsya kehilangan kata-kata. Arsya ingin mendebat perkatan pria itu. Tapi tidak ada satu katapun yang meluncur dari mulutnya yang terbuka. Bukan. Bukan karena Arsya takut. Arsya justru menyukai sisi tegas Arka ini. Bahkan bisa dibilang Arsya terpesona dengan bagaimana suara berat Arka menekankan setiap kata yang diucapkannya. Mungkin karena itulah Arsya tidak bisa berkata-kata.

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang