Lima Belas

654 115 2
                                    

"Kamu bisa menemukan persamaan dari lukisan itu dengan mu?" Pertanyaan Arka itu seakan menggema di perpustakaan yang jauh lebih luas dan lebih besar dari yang ada di Mansion milik nya. Rasanya seperti berada di perpustakaan Beast dalam film Beauty and The Beast. Tidak hanya terdiri dari dua lantai dengan dinding yang dipenuhi buku. Tapi juga ada perapian dan jendela besar yang memungkinkan cahaya matahari dan bulan masuk ke dalam perpustakaan. Malam ini pun Arsya dapat melihat bulan setengah penuh lewat jendela itu.

Arsya sendiri saat ini sedang berada di dekat perapian yang menjadi area membaca lengkap dengan sofa nyaman nya. Matanya sedang tertuju pada sebuah lukisan keluarga kerajaan dengan baju ala abad pertengahan yang khas. Ada beberapa lukisan lain di area itu. Tapi Arka langsung menunjukkan lukisan ini dan meminta Arsya untuk memperhatikannya secara seksama, begitu mereka sampai di perpustakaan Istana ini.

"Mata hijau mereka?" Jawab Arsya tanpa mengalihkan pandangannya dari lukisan yang terdiri dari sepasang suami istri dengan seorang anak gadis cantik dan dua anak laki-laki yang tampan. Kecuali sang ibu yang memiliki mata biru indah, semua anggota keluarga dalam lukisan itu memiliki mata hijau terang seperti hal nya Arsya. "Tunggu. Gadis ini juga memiliki tanda lahir di ujung mata kanan nya seperti tanda lahir ku."

Arsya dapat merasakan seringai Arka bahkan sebelum dirinya berbalik. Tentu saja saat Arsya berbalik, pria itu benar-benar menyeringai dengan tampannya seakan puas dengan jawaban Arsya. Tapi Arsya justru mengerutkan kening atas respon Arka itu.

"Katakan padaku," Arsya mulai kembali merasa kesal dengan sikap Arka yang penuh misteri malam ini. Karena itulah dia menyilangkan tangannya di dada sambil memandang tajam Arka. "Kenapa kamu justru memintaku memandangi lukisan itu, padahal kamu berjanji akan memberiku jawaban begitu kita melarikan diri dari hall yang sudah berubah menjadi ruang dansa itu?"

"Karena lukisan itu adalah jawaban dari semua pertanyaanmu." Arka mengangkat bahu dengan santai sambil tetap bersandar pada meja dekat perapian. Sama sekali tidak terlihat terganggu dengan upaya Arsya untuk mendesaknya melontarkan jawaban yang ditunggu Arsya.

"Dan kamu berharap aku bisa menemukan sendiri semua jawaban dari pertanyaan ku dari lukisan itu?" Arsya harus menghela nafas panjang agar tidak kembali meledak dihadapan pria satu ini. "Maaf kalau aku menghancurkan harapan dan fantasi mu, Pangeran Arka. Karena aku jelas bukan Sherlock Holmes atau Enola Holmes, yang bisa memecahkan suatu teka-teki dan mendapatkan jawaban dari sebuah lukisan. Jadi tolong jawab pertanyaan ku dengan cara yang bisa ku mengerti."

Alih-alih menjawab, Pangeran Arka justru mendekat kearah Arsya. Pria itu terus memandang Arsya dengan tatapan seperti anak kecil yang menemukan mainan baru. Seringai kembali muncul di wajah tampannya saat Arka sampai tepat di depan Arsya. Dengan jarak sedekat itu dan perbedaan tinggi mereka yang mencolok. Arsya pun terpaksa harus mendongak untuk dapat memandang wajah tampan Arka. Hingga aroma menyegarkan dari tubuh Arka memenuhi udara yang dihirup Arsya.

"Aku senang lidah tajam mu sudah kembali seperti semula. Aku yakin kamu sudah tidak lagi merasa nervous." Ucap Arka sambil memutar tubuh Arsya agar kembali memandang lukisan keluarga bermata hijau itu lagi. Tanpa melepaskan tangannya dari bahu Arsya. Arka pun kembali bersuara di antara debaran jantung Arsya bertambah kencang setiap detiknya.

"Dengarkan baik-baik dan jangan menyela dulu." Arka memulai dengan suara dan tubuh yang terasa begitu dekat dengan Arsya. Hingga sensasi aneh kembali dirasakan Arsya. "Itu adalah lukisan terakhir dari keluarga Shahenda. Lukisan yang berhasil diselesaikan sebelum Putri Feyna, gadis yang memiliki tanda lahir yang sama denganmu itu, melarikan diri dari Istana dan Kerajaan ini. Sebelum sisa anggota keluarga lainnya meninggal di malam yang sama saat sebuah tragedy menimpa mereka."

"Ah! Aku tau!" Arsya menyela tanpa sadar. Karena memang sekarang pikirannya begitu fokus mengikuti cerita dari Arka. Arsya pun lupa peringatan awal dari nya. "Kalian berpikir aku memiliki hubungan dengan keluarga ini. Karena nama Shahenda ku, iya 'kan? Juga mata hijauku?"

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang