Sebuah kerajaan dengan segala intriknya. Sang pewaris tahta dengan segala misteri dan rahasianya. Sebuah tempat tersembunyi dengan keindahannya. Keberadaan ketiganya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Namun takdir membawa seorang gadis biasa...
Arsya sedang asyik menganggumi hasil jepretan kamera Ray yang mengabadikan keindahan hutan Forsythia, hutan yang miniatur nya dilihat Arsya di bandara Chartreuse. Saat Reza tiba-tiba melompat dari punggung sofa dan duduk di samping Arsya. Persona Arka yang satu itu tersenyum manis saat Arsya memandangnya penuh tanya.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Arsya menunjuk ruang rekreasi yang tidak hanya diisi dengan home theatre. Tapi game console, meja billiard, berbagai permainan kartu dan board yang ter display di rak yang memenuhi satu sis dinding, serta satu sisi lainnya terdapat rak dipenuhi buku. Meski tidak sebanyak yang ada di perpustakaan pribadi Masion ini. Tapi cukup banyak pilihan buku menarik untuk menghabiskan waktu di ruang rekresasi ini.
"Tentu saja mencarimu, gadis bermata hijau." Reza mengangkat bahu nya dengan santai. Dengan kacamata dan rambut berantakan, Reza benar-benar membuat wajah Arka terlihat lebih manusiawi daripada kemarin. "Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Aku?" Arsya melirik album foto di pangkuannya. Arsya tidak tau apakah dirinya diperbolehkan untuk melakukan ini. Tapi tiba-tiba sebuah ide muncul di benak Arsya dan membuatnya penasaran. Karena itulah Arsya melakukan hal yang ingin dicobanya. Menunjukkan album foto itu pada Reza. "Aku sedang mengaggumi foto-foto hutan Forsythia."
Reza memandangi album yang ditunjukkan Arsya dengan memiringkan kepalanya. Sebelum kembali mengendikkan bahunya tanpa ketertarikan sedikitpun. "Aku tidak mengerti kenapa orang mau repot-repot memandangi foto-foto seperti itu selama berjam-jam. Kalau kamu memang ingin melihat hutan Forsythia, kamu tinggal mendatanginya. Beres. Kenapa melakukan hal membosankan seperti itu?"
Sebagai penyuka fotografi, ingin rasanya Arsya mendebat perkataan Reza. Tapi anehnya, tidak seperti kemarin saat menghadapi Pangeran Arka. Stok kesabaran Arsya kini sudah kembali seperti semula. Entahlah, mungkin karena Arsya bersama Reza bukan Arka. Sehingga Arsya pun bisa menahan diri seperti biasa. Meski wajah yang sedang dihadapinya tetaplah wajah Arka. Tapi mungkin karena sikapnya yang berbeda, Arsya sama sekali tidak berniat untuk berdebat.
"Kenapa kamu mencariku?" Tanya Arsya sambil meletakkan album Ray di atas meja depan sofa.
"Jadi, karena tadi Galen menculikmu sebelum kamu selesai membuat sarapan. Aku pun tidak sempat makan masakanmu." Reza menatap Arsya dengan ekspresi penuh harap. Mata biru muda yang kemarin memandangnya dengan tajam dan garang. Kini memandangnya seperti anak kucing yang minta diberi makan. "Karena itulah, kalau kamu tidak keberatan. Aku ingin merasakan masakan mu saat kita makan siang. Mau kah kamu memasak makan siang untukku, gadis bermata hijau?"
Bagaimana bisa Arsya menolak permintaan yang disampaikan dengan kata-kata manis dan wajah penuh harap seperti ini? Karena itulah Arsya mengangguk dan membenahi letak kacamata nya sebelum bangkit dari sofa. "Tapi kamu harus memberi tahu Calinda terlebih dahulu. Aku tidak ingin menyakiti hati wanita baik itu. Terlebih jika sudah memasak makan siang untukmu."
"Tenang saja." Reza ikut bangkit dan tersenyum lebar. "Aku sudah meminta Calinda untuk tidak memasak makan siang sebelum kesini. Karena aku tau gadis baik hati sepertimu akan dengan senang hati mengabulkan permintaanku."
Well, kalau saja Arka memiliki sedikit saja sikap manis Reza. Mereka pasti tidak akan berakhir dalam pertengkaran hebat yang memalukan seperti kemarin malam. Meski Arsya hanya sekali bertemu Arka dan dua kali bersama Reza. Tapi Arsya selalu bisa menebak karakter seseorang dalam sekali pertemuan. Salah satu skill yang Arsya asah saat bekerja sebagai marketer. Jadi Arsya pasti tidak salah menebak karakter Arka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.