Seperti dugaan Arsya. Kemungkinan Arsya untuk dapat mengubah pikiran Arka untuk menjalankan rencana nya, sangatlah kecil. Suami Arsya itu bahkan dengan cerdasnya melibatkan Arsya dalam rencana itu.
"Mereka harus dihentikan Arsya." Arka kembali menangkup pipi Arsya dan mengusapkan ibu jarinya dengan gerakan memutar. Hal yang sedari tadi cukup berhasil mengusik fokus Arsya. "Aku tidak ingin ada yang mengusik keluarga kerajaan. Kamu, Issi, Emme, Lady Eldora, Serina bahkan anak kita kelak. Karena itulah kita perlu melakukan ini."
Tentu saja. Arka adalah ahli strategi yang handal. Juga ahli negosiasi. Dua kemampuan yang akan sangat berguna saat dia menjadi Raja kelak. Tapi Arsya tidak suka jika Arka memanfaatkan dua skill nya itu saat berdebat dengannya.
Meski mereka belum pernah mengatakan cinta satu sama lain. Tapi kepedulian Arka pada Arsya. Juga, bagaimana Arka membawa topik tentang anak dalam perdebatan ini. Benar-benar senjata ampuh yang mampu memukul telak perlawanan Arsya.
Arsya memang belum tau apakah dirinya hamil setelah aktivitas yang mereka lakukan semalam. Tapi tentu saja insting Arsya sebagai wanita. Sebagai calon ibu, tergugah dengan pemikiran tentang anak mereka. Tentu saja Arsya ingin anak-anak mereka dapat hidup dengan aman di Kerajaan ini. Kerajaan yang dicintai ayah mereka.
Arsya sudah pernah melihat bagaimana pandangan Ratu Athreya yang terkadang terlihat sedih saat memandang Serina. Saat beliau kemungkinan teringat tentang Rivandra. Tentu saja Arsya tidak ingin apa yang terjadi pada Rivandra atau bahkan Arka, terjadi pada anak-anak mereka.
"Jadi, kamu mau membantuku 'kan?"
Arka menarik dagu Arsya hingga mata mereka saling berpandangan. Kehangatan dan rasa optimis yang terpancar dimata Arka, perlahan tapi pasti menular dan menyelimuti hati Arsya. Meski rasa khawatir itu tetap ada. Tapi Arsya tidak bisa meredupkan rasa optimis di mata Arka.
"Aku rasa..." Suara Arsya terdengar serak. Pertentangan dalam hati Arsya membuat kata-kata nya tercekat di tenggorakannya. Hingga Arsya harus berdehem untuk menjawab pertanyaan Arka. "Aku rasa aku bisa melakukannya."
Ujung bibir Arka terangakat sebelum pria itu kembali mengecup bibir Arsya. Kegembiraan jelas tergambar di wajahnya. Seperti kegembiraan murni seperti yang tercipta di wajah Rana saat Arsya menuruti keinginan nya.
"Terima kasih kebaikan hatimu, Prenses Arsya." Goda Arka sebelum wajahnya kembali serius. Mata biru nya menatap lekat Arsya. Sementara kening nya berkerut. "Sekarang, giliranmu untuk menjelaskan tentang pembicaraan mu dengan Raja Audric."
"Haruskah?"
Dengan sengaja Arsya mencoba menghindar. Meski tau Arka tidak akan berhenti sampai dirinya menejelaskan. Tapi kalau Arka berkeras dengan rencana nya. Maka Arsya juga akan berpegang dengan rencana nya sendiri. Hanya saja Arsya tau dirinya tidak bisa benar-benar menjelaskan semuanya pada Arka. Karena Arka hanya akan berusaha menggagalkan rencana itu.
"Arsya..." Suara berat Arka dipenuhi dengan nada peringatan.
Arsya pun menghela nafas panjang. Kemudian mengalihkan pandangannya kearah balkon. Dengan sengaja tidak memanang mata biru langit Arka agar pria itu tidak mengetahui bahwa niat Arsya untuk tidak menceritakan semuanya.
"Aku tidak sengaja menemukan foto Ratu Alexandria beberapa hari yang lalu."
Sambil melekatkan pandangannya pada bulan yang malam ini terlihat jelas dari balkon kamarnya. Arsya menjelaskan fakta yang ada untuk menghindari kecurigaan Arka. Hanya itulah satu-satu nya cara untuk mencegah Arka mendeteksi niatnya.
"Ratu Alexandria?" Arka jelas terdengar berhasil terdistraksi. Tanpa perlu memandangnya, Arsya bisa merasakan suaminya itu sedang berusaha menggali ingatannya. "Ratu Alexandria dari dinasti Shahenda maksudmu?"
Arsya menanggguk. Meski tetap tidak memandang Arka. "Kamu pernah melihat lukisan 'kan?"
"Aku..."
Karena Arka terdengar ragu. Karena jelas informasi Lady Eldora benar adanya, bahwa mungkin Arka sama sekali tdak ingat. Arsya pun membuka foto lukisan Ratu Alexandria di ponsel nya. Foto yang ditunjukkan pada Raja Audric tadi pagi.
"Ini."
Memanfaatkan kesempatan Arka memandangi layar ponselnya. Arsya pun mendaratkan pandangannya ke wajah tampan Arka.
Mata biru langit Arka melebar begitu pandangannya mendarat di layar ponsel Arsya. Rasa tidak percaya jelas tergambar di wajahnya. Tapi sebelum Arka mengembalikan pandangan nya pada Arsya dan menanyakan sesuatu. Arsya sudah memalingkan wajah.
"Kemiripan kami adalah bukti otentik." Ujar Arsya sebelum Arka bersuara. "Karena itulah aku meminta Raja Audric untuk mengakui ku sebagai keturunan dari dinasti Shahenda."
"Kenapa?"
Arsya mengangkat bahunya. Bersiap memberikan setengah kebenaran dari tujuan nya yang sebenarnya.
"Aku hanya berharap dengan begitu. Pihak-pihak yang tidak menyetujuimu pengangkatan mu sebagai Raja, akan berubah pikiran. Mereka pasti senang saat tau bahwa keturunan Dinasti Shahenda dan Dinasti Alaeydis bersatu untuk memimpin Kerajaan Chartreuse."
"Arsya, lihat aku."
Nada penuh determinasi untuk membuat Arsya kembali menarik nafas panjang. Berusaha membentengi hati dan pikirannya agar Arka tidak bisa menebak tujuannya yang sebenarnya. Sebelum akhirnya menatap mata biru langit Arka.
"Dengar. Aku tidak peduli siapa dirimu sebenarnya." Arka berkata dengan tegas begitu Arsya menatap matanya. "Meski ini adalah pernikahan yang diawali dengan kesepakatan. Tapi aku tidak akan menikahi mu kalau aku tidak yakin denganmu. Tidak peduli kamu keturunan Dinasti Shahenda atau bukan. Aku menikahimu karena aku mempercayaimu. Dan fakta bahwa kamu istriku tidak akan berubah karena pandangan orang lain tentang mu."
Itu bukan pernyataan cinta. Tapi jantung Arsya berdebar kencang. Dan tubuhnya diliputi kehangatan karena Arsya dapat merasakan kesungguhan serta ketulusan dari setiap kata yang diucapkan Arsya.
"Terima kasih atas kepercayaan mu padaku, Pangeran Arka." Kini giliran Arsya yang tersenyum sambil menangkup kedua pipi Arka. "Tapi izinkan aku menjadi kekuatan untukmu. Aku selalu bisa mendukungmu. Sekarang dan masa yang akan datang. Itu adalah sedikit hal yang bisa kulakukan untuk membalas semua kejaiban yang terjadi padaku sejak bertemu denganmu."
Arka tidak bersuara untuk beberapa saat. Meski mata biru langit nya tidak sekalipun meninggalkan wajah Arsya. Tapi Arsya tidak dapat membaca apa yang mungkin melintas di pikiran dan hati Arka. Arsya hanya berharap bahwa suaminya itu juga tidak dapat membaca bahwa Arsya masih menyembunyikan beberpa hal. Tujuannya sebenarnya. Juga rasa yang perlahan mulai tumbuh dan dikenali Arsya.
"Aku benar-benar beruntung telah memilihmu menjadi istriku."
Itu adalah akhir dari diskusi mereka. Karena setelah mengucapkan kalimat itu, Arka menelan tanggapan Arsya dengan mencium dengan rakus bibir Arsya. Setelahnya, tidak ada lagi perdebatan yang mengisi kamar Arsya. Hanya ada suara kenikmatan dari keduanya yang memenuhi kamar itu sepanjang malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHARTREUSE
RomanceSebuah kerajaan dengan segala intriknya. Sang pewaris tahta dengan segala misteri dan rahasianya. Sebuah tempat tersembunyi dengan keindahannya. Keberadaan ketiganya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Namun takdir membawa seorang gadis biasa...
