Enam Puluh Tiga

532 104 4
                                        

"Maaf." Suara berat Arka terdengar saat dirinya bangkit dari tidurnya. 

Kemudian, begitu menyadari bahwa dirinya bertelanjang dada dan hanya berbalut boxer, pria itu langsung menyambar kemeja biru yang tergeletak di lantai dan memakainya. 

"Aku sama sekali tidak ingat kenapa kita bisa berakhir seperti ini." Siapapun persona yang muncul, jelas keadaan ini membuatnya panik. "Biasanya managerku akan mencegahku untuk... untuk melakukan hal-hal yang dapat memicu skandal."

Fakta bahwa yang terbangun dalam tubuh Arka bukanlah Arka sendiri, membuat Arsya tanpa sadar menghela nafas panjang. Seperti dugaan Arka. Di hari yang penting ini, persona nya yang lain justru muncul. Lebih parah lagi. Kali ini yang muncul adalah persona yang tidak mengenal Arsya. Satu-satunya yang belum pernah ditemui Arsya. Zevan.

Kebingungan dan rasa bersalah yang terlihat jelas dalam sikap Zevan itu membuat Arsya ikut meraih selimut untuk menutupi tubuhnya yang hanya berbalut kamisol. Kecanggungan kini jelas mewarnai udara di sekitar mereka. Tidak peduli kalau dirinya terbangun dalam pelukan tubuh suaminya. Tapi jelas penghuni tubuh itu kini bukan Arka.

Kecanggungan itu bertahan hingga saat Arsya hendak meraih ponselnya untuk meminta bantuan Carnell atau Gallen. Begitu Arsya melihat tulisan rapi Arka pada sebuah catatan yang ditinggalkannya di meja samping tempat tidur Arsya.


Berhentilah ngambek, Prenses.

Aku memang tidak akan minta maaf atas tindakan dan keputusan ku tadi. Karena aku memang tidak ingin berbagi dirimu dengan siapapun.

Tapi aku membutuhkanmu untuk selalu berada disisiku.

Terlebih besok saat kita terbangun dan harus menghadapi musuh kita. 

Suamimu yang posesif,

Arka


Kata-kata dalam catatan itu seperti guyuran air segar yang menyadarkan Arsya. Mengembalikan fokus Arsya. Mengingatkan Arsya tentang tugasnya. Tentang janjinya pada Arka.

Arsya menarik nafas dalam-dalam saat meletakkan kembali catatan Arka itu ke atas meja. Aroma dan kehangatan tubuh Arka yang masih tersisa dalam dirinya, berhasil membuatnya tenang saat meraih ponselnya. Kemudian berbalik untuk menghadapi persona lain yang kini menguasai tubuh Arka.

"Zevan?"

"Kamu mengenalku?" Suara berat dan dalam itu dipenuhi nada tidak percaya.

Ini adalah saatnya untuk memanfaatkan kemampuannya sebagai penulis. Improvisasi dan kreativitas sangat dibutuhkan untuk situasi saat ini. Karena jelas Arsya tidak bisa begitu saja menjelaskan tentang keadaan nya yang sesungguhnya.

Meski berdasarkan informasi dokter Wilker, Zevan adalah persona dengan kepribadian paling dewasa dari semua persona Arka. Ditambah godaan untuk menggagalkan rencana Arka begitu besar. Tapi catatan yang ditinggalkan Arka itu berhasil memotivasi Arsya untuk menjadi seseorang yang dapat diandalkan Arka saat pria itu 'tidak ada' disisinya.

Karena itulah Arsya memutuskan bahwa ini adalah saat nya membuat cerita dengan alur menarik. Cerita yang dapat membuat seorang actor, sekaligus produser dan sutradara film indie seperti Zevan percaya.

"Aku tidak tau kenapa kamu tidak ingat, Zevan." Dengan ketenangan nya Arsya akhirnya memandang Zevan. "Tapi kamu dan manager mu sudah sepakat dengan situasi kita saat ini."

Kerut di dahi Zeva semakin mendalam. "Aku tidak mengerti apa maksudmu. Aku bahkan tidak mengenalmu."

Arsya menghela nafas dengan dramatis. Kemudian dengan penuh percaya diri turun dari tempat tidur dan mengambil jubah tidurnya.

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang