ENAM PULUH SEMBILAN

520 89 1
                                    

Efek kejutan itu tidak bertahan lama. Senyum ramah khas Vando yang kini menghiasi wajah nya, menunjukkan bahwa sepupu Arka itu sudah berhasil mendapatkan kembali ketenangannya. Seperti orang dewasa yang sedang membujuk anak kecil untuk mengembalikan mainannya. Vando memasang wajah ramah dengan tangan terangkat.

"Prenses Arsya, benda itu hanya membahayakanmu." Ujar Vando sambil melangkah dengan perlahan kearah Arsya. "Berikan pistol itu padaku, dan aku akan membiarkanmu pergi."

Bujukan itu sama sekali tidak melunakkan Arsya. Arsya justru memindahkan telunjuk nya ke pelatuk dan mengarahkan moncong pistolnya kearah kaki Vando.

Arsya memang tidak suka melukai orang lain. Tapi tidak ad acara lain untuk Arsya melarikan diri saat ini. Arsya harus melakukannya, jika dirinya ingin menyelamatkan Arka.

"Aku tidak akan pernah percaya dengan janji pria yang membayar orang untuk mengarahkan mini crossbow ke leherku."

Arsya tidak memberikan kesempatan pada Vando untuk mengakui perbuatannya. Karena begitu kalimatnya berakhir, Arsya menekan lembut pelatuk pistol di tangannya.

Bunyi desingan peluru diikuti suara teriakan dan makian Vando. Sementara Kayla dan Efraim dengan reflek menunduk melindungi kepalanya begitu mendengar suara letusan pistol Arsya.

Tanpa menunda sedetik pun Arsya memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari pergi dari ketiga orang jahat itu. Meskipun Arsya tidak tau dimana letak pintu keluar dari rumah atau villa ini. Arsya tetap memerintahkan kedua kaki telanjangnya berderap menjauh. Menuruti insting untuk bertahan hidup dan menyelamatkan Arka.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada hal yang lebih menyiksa bagi Arka selain mendengar setiap laporan Carnell atas usaha polisi dan anak buahnya mencari Arsya, tanpa bisa melakukan hal apapun untuk menyelamatkan Arsya. Arka hanya bisa mondar-mandir di ruangan tanpa pintu itu sambil beberapa kali membentak Zevan untuk menyuarakan pemikirannya pada Carnell.

Usaha Arka untuk membangunkan persona nya yang lain dalam cermin pun tidak membuahkan hasil. Sehingga Arka pun semakin frustasi. Terlebih saat usaha nya untuk memecahkan cermin para persona nya itu berakhir sia-sia. Cermin-cermin itu sama sekali tidak bergeming, meskipun Arka sudah mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk meninju kelima cermin itu.

"Carnell, ada sinyal SOS MountTalk."

Itu adalah suara Ramsey. Arka dengan mudah mengenali suara yang terdengar jelas di ruang serba putih itu. Seakan ruangan itu memiliki speaker yang terubung dengan dunia sekitar tubuh Arka.

Pernyataan Ramsey itu membuat Arka kembali ke cermin kosong yang tidak memantulkan bayanganya. Cermin tempat dimana Zevan berada sebelumnya. Karena dari cermin itulah Arka dapat melihat apa yang dilihat Zevan saat itu.

"Segera hubungkan!"

Teriakan Arka itu disuarakan hampir bersamaan oleh Zevan. Tentu saja dengan nada yang jauh lebih tenang.

"Carnell?"

Arsya!

Suara yang paling ingin didengar Arka itu akhirnya memenuhi ruangan putih itu.

Rasa lega yang bercampur dengan kekhawatiran dan rasa marah memenuhi Arka saat mendeteksi adanya kecemasan dan rasa takut di suara Arsya yang bergetar. Meski logika nya mengatakan bahwa Arsya saat ini dalam keadan selamat karena itulah dia bisa menjangkau MT di hutan Forsythia. Tapi Arka tidak dapat menghilangkan gambaran apa yang mungkin dialami Arsya untuk berhasil kabur dari para penculiknya.

"Carnel, Kamu bisa mendengarku?"

Suara berbisik Arsya terdengar ragu-ragu.

Kalau saja Arka yang menguasai tubuhnya. Arka pasti akan menyambar ponsel yang diulurkan Ramsey pada Carnell saat itu juga. Tapi sayang Arka hanya bisa bersumpah serapah saat Carnell akhirnya menerima ponsel yang terhubung dengan jaringan MT itu.

"Prenses Arsya? Katakan, anda berada dimana sekarang?"

"Aku ada di Forsythia. Entah di bagian mana nya." Ujar Arsya dengan masih berbisik. "Tapi sebelum kamu bergerak menyelamatkan ku. Aku ingin kamu tau bahwa Vando memiliki mata-mata di rumah sakit tempat Arka dirawat. Seorang Dokter. Jadi jangan lengah dan perketat penjagaan untuk Arka."

"Sialan! Kenapa tidak ada yang bergerak?!"

Rasa frustasi Arka semakin memuncak. Hingga tanpa sadar tinju nya melayang ke pinggiran cermin bersepuh emas itu. Meski sekali lagi, hal itu sama sekali tidak memberikan dampak berarti pada cermin di depannya.

"Prenses Arsya, tetap lah berada di tempatmu sekarang." Carnell akhirnya bersuara. "Kami akan segera menjemput..."

"Aku tau."

Suara Arsya yang memotong dengan tajam dipenuhi urgenitas yang mencekam. Setelahnya hanya suara statis yang terdengar. Jelas Arsya telah memutuskan sambungan mereka.

"Lacak lokasi Arsya sekarang juga!" Teriak Arka tanpa peduli tidak ada yang mendengarnya kecuali Zevan. "Temukan dan selamatkan dia!"

Kali ini Zevan dengan bijak menyampaikan perintah Arka pada Carnell itu.

"Tapi aku perlu memperketat keamanan disekitar kalian dulu. Seperti kata..."

"Persetan dengan keamanan ku!" Kali ini Arka dan Zevan satu suara. "Pergi sekarang! Aku akan memberikan hukuman terberat di Kerajaan ini pada mu dan anak buahmu, kalau sampai terjadi sesuatu pada Arsya."

Melalui cermin Zevan, Arka dapat melihat wajah Carnell menegang. Carnell tau bahwa hukuman terburuk di Kerajaan ini lebih buruk dari hukuman mati. Karena itulah Carnell mengangguk dengan kaku.

"Ramsey. Kamu berjaga disini bersama Emmet." Carnell beranjak sambil memberikan perintah pada Ramsey. "Satu berjaga di pintu kamar ini. Satu lagi mencoba mencari tau siapa dokter yang dimaksud, Prenses Arsya."

Suara pintu tertutup di belakang Carnell sedikit mengurai tali ketegangan yang mencengkeram erat dada dan kepala Arka. Tapi rasa khawatir dan cemas nya pada Arsya sama sekali tidak hilang. Tidak. Perasaan nya ini hanya bisa hilang begitu melihat Arsya berdiri di depannya.

"Shit! Tidak bisa kah kalian bangun dan membantuku? Arsya dalam bahaya, Sialan!"

Tidak ada jawaban dari empat persona Arka lainnya. Keempat persona itu masih menutup mata mereka. Tidak ada gerakan satu otot pun dari mereka. Seakan mereka sedang tertidur lelap.

Tentu saja fakta itu membuat Arka semakin bertambah kesal. Saat keahlian Reza pasti sangat berguna untuk menemukan Arsya lebih cepat. Karena bagaimanapun dia lah pencipta MT. Tapi persona Arka berotak encer itu masih terlelap dalam cermin nya.

Bahkan kesadaran Rana yang kekanakan itu mungkin akan berguna saat ini. Paling tidak Rana bisa membantu Arka bepikir bagaimana keluar dari perangkap ruangan serba putih ini. Tapi sekali lagi. Tidak ada yang bisa dilakukan Arka. Keempat persona benar-benar tidak bergeming.

"Selamat sore, pangeran Arka."

Suara Wanita yang tidak dikenal Arka itu sangat ingin Arka abaikan. Tapi entah mengapa instingnya mengatakan dirinya harus meningkatkan kewaspadaan.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

Zevan menyuarakan pikirannya saat Arka sampai di depan cerminnya. Saat itulah Arka melihat bahwa perawat berbaju pink itu sedang menyuntikan sesuatu ke kateter infus yang terpasang di tangan Arka.

"Ini adalah obat yang harus diberikan pada anda, Pangeran Arka." Ujar perawat itu dengan sneyum ramah. "Sesuai jadwal. Setelah ini anda harus beristarahat."

Perlahan rasa kantuk menyerang Arka. Iya. Bukan hanya Zevan. Tapi Arka juga merasakan rasa kantuk yang luar biasa. Sulit baginya untuk membuka mata dan berdiri tegak. Dan perlahan Arka pun kehilangan kesadarannya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang