Lima Puluh Empat

585 95 0
                                        

"Ini tidak bisa ditunda lagi. Mereka tidak hanya mengincarku. Tapi Arsya."

Arsya baru keluar dari kamar mandi saat mendengar suara Arka dari arah balkon. Nada serius dalam suaranya membuat Arsya penasaran. Karena Arka terlihat masih belum menyadari bahwa Arsya sudah selesai mandi. Arsya pun berusaha mendekat ke pintu penghubung tanpa menimbulkan suara.

Benar saja. Arka terlihat sedang menumpuhkan satu tangannya ke pagar pembatas balkon. Sementara tangan lain memegangi ponsel di dekat telinga nya. Pandangan pria itu terlihat seserius nada bicaranya. Meski pandangan mata itu diarahkan ke taman istana.

"Begitulah." Arka kembali bersuara. "Meski aku berhasil menangkap beberapa dari mereka. Tapi aku yakin tangkapan kali ini tidak akan jauh beda dengan tangkapan ku saat mereka salah target. Sama seperti pelaku penyerangan Maiza. Aku yakin kali ini mereka juga sudah brainstorming. Jadi hasilnya tidak akan jauh beda. Mereka tidak mengatakan apapun."

Entah dengan siapa Arka sedang berbicara. Tapi rahangnya mengeras saat mendengar orang di sebrang telfon  berbicara. Mata biru langit nya menajam seakan mamu mengeluarkan sinar laser yang bisa membelah batu besar.

"Lakukan seperti permintaan mereka." Perintah Arka. "Aku tau kamu pernah berhasil dengan cara ini untuk menyelamatkan istrimu."

Keheningan hanya terjadi beberapa detik. Sebelum Arka memotong dengan nada tinggi. "Aku tidak peduli, Juna. Kita tidak punya pilihan lain. Kamu hanya bisa bertemu mereka jika kamu berhasil melakukan tugasmu. Jadi ini adalah satu-satunya cara."

Arsya menelan ludah saat mendengar nama Juna. Kalau Arka sedang berbicara dengan Juna. Hal itu hanya berarti satu hal. Mereka sedang membicarakan rencana Arka. Rencana yang dengan keras kepala nya Arka simpan dan sembunyikan dari Arsya.

"Aku tau aku bukan istrimu, sialan!" Arka mendengus. "Tapi kalau kamu perlu tekanan untuk membuatmu merasa bersalah kalau kamu gagal. Ingatlah, kamu akan membuat seorang wanita menjadi janda kalau tembakan mu meleset dan peluru mu mengarah ke jantungku."

Tidak perlu analisis mendalam untuk menyimpulkan pembicaraan Arka dengan Juna. Perkataan terakhir Arka sudah cukup untuk Arsya dapat menebak apa yang sedang direncanakan Arka. Sekarang Arsya mengerti kenapa suaminya itu berusaha untuk menutupi rencana nya dari Arsya. Karena jelas Arsya akan berusaha mendebat Arka, sampai pria itu mengubah rencana nya.

Gambaran dari perkataan terakhir Arka terbentuk dengan jelas di kepala Arsya. Seperti sebuah adegan dalam film, Arsya dapat dengan jelas melihat peluru yang dilontarkan Juna dari senapan panjangnya mengarah dan menghujam ke dada bidang Arka. Tapi tidak sesuai rencana mereka, peluru itu benar-benar bersarang di jantung Arka. Hingga Arka tergeletak di tanah dalam keadaan bersimbah darah. Sementara Arsya tidak dapat melakukan apapun selain berteriak dan menangis di dekatnya.

Kalau sebelumnya Arsya kehilangan tenaga untuk menyangga tubuhnya karena rasa takut akan keselamatan dirinya. Kini tenaga Arsya yang sempat kembali setelah berendam air hangat, kembali menghilang saat keputusasaan, ketakutan dan kesedihan yang ditimbulkan dari gambaran yang muncul di kepala nya itu menerjangnya.

Seakan tulang kaki Arsya mendadak berubah menjadi Jelly. Arsya berakhir terduduk di lantai kayu. Sementara kepala nya yang masih berulang kali memutar kejadian yang mungkin akan terjadi di masa depan itu, tidak dapat digunakan Arsya untuk memikirkan hal lain.

"Damn it! Arsya?"

Arsya tidak tau bagaimana dan kapan Arka beranjak memasuki kamar ke tempatnya jatuh terduduk dekat pintu geser. Tapi wajah suami Arsya itu kini telah memenuhi pandangannya.

"Shit! Kamu mendengar pembicaraanku?"

Arsya tau Arka tidak marah padanya. Tapi Arsya masih tidak mampu mengeluarkan suara. Bayangan kejadian yang baru saja berputar di kepala nya masih melumpuhkan kinerja otaknya. Karena itulah Arsya hanya mengangguk.

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang