Tiga Puluh Tujuh

559 91 1
                                        

Suara ketukan beruntun mengusik tidur Arsya. Suara terkesiap dan deheman akhirnya memaksa Arsya membuka mata. Tapi sayangnya otaknya tidak langsung bekerja saat matanya menatap wajah tampan Arka yang terlelap disampingnya. Matanya justru menikmati keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa di depannya. Dari alis tebal, bulu mata lentik, hidung mancung yang menggambarkan keangkuhannya hingga dagu kokoh yang ditumbuhi bulu tipis yang membuat tangan Arsya tanpa sadar terangkat untuk membelainya.

Arsya harus mengerjapkan mata. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Hingga akhirnya sadar kalau dirinya tertidur di sofa bed ruang kerja Arka. Dengan posisi saling berhadapan dengan Arka dan satu tangan yang saling bertaut. Iya. Bertaut. Sementara tangan kiri nya terhenti di udara sebelum menyentuh dagu Arka. Tangan kananya justru bertaut dengan tangan Arka.

"Martha pasti akan berteriak kegirangan kalau mendapati pemandangan ini."

Suara feminim yang familiar itu membuat Arsya bangkit seketika dan menarik tangannya dari genggaman tangan Arka. Seketika itu juga pandangannya tertuju pada dua sosok yang sedang berdiri di pintu masuk ruang kerja Arka. Mata Arsya pun melebar saat menyadari siapa yang baru saja berkomentar.

"Maiza?!" Arsya meninggikan suaranya. Setengah berteriak saat melihat bodyguardnya itu sudah berdiri tegak di samping Cernell.

"Huussttt!" Maiza menekan jari ke mulutnya sambil beranjak menuju tempat Arsya. Kemudian dengan suara yang dipelankan, Maiza pun menggoda Arsya. "Aku baru berlibur seminggu, dan kalian sudah tidur bersama."

Dengan komentar itu, Arsya pun yakin bahwa Maiza sudah benar-benar pulih. Tanpa aba-aba, Arsya segera memeluknya begitu Maiza duduk di samping Arsya. Karena rasa bersalahnya atas kondisi Maiza sebelumnya. Juga karena rindu akan keberadaan Maiza yang sudah seperti kakak perempuan yang tidak pernah dimilikinya.

"Kami benar-benar hanya tidur bersama secara harfiah." Suara berat Arka membuat semua mata menoleh kearah pria yang kini meregangkan diri di sisi lain Arsya.

"Arka?" Arsya bertanya dengan ragu-ragu, mengingat dirinya baru saja berteriak. Dan itu mungkin membangunkan persona lain Arka.

Karena Arsya tau bahwa selama dua malam Arka berusaha tidak tidur untuk mencegah persona lainnya muncul. Tentu saja mendapati Arka tertidur disampingnya tidak hanya membuatnya salah tingkah. Tapi juga khawatir jika yang terbangun kali ini adalah persona Arka yang lain. Hal itu pasti akan membuat seluruh rencana hari ini berantakan.

"Tenang Arsya. Kita akan tetap menikah hari ini." Ucap Arka sambil bangkit dari posisi terlentangnya. Bahkan dalam kondisi sedang bangun tidur, pria itu sama sekali tidak kehilangan pesona nya. Arka benar-benar pantas lahir sebagai seorang pangeran. 

"Bagus." Ujar Maiza sambil meraih pergelangan tangan Arsya. "Sekarang bangun dan segera sholat subuh. Karena Martha dan pasukannya akan datang lima belas menit lagi."

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketukan itu terdengar tepat saat Ratu Atherya baru saja membenahi dasi yang terpasang di kerah kemeja Rajau Audric. Dengan suaranya yang selalu mampu membuat orang lain merasa segan, sang Raja mengucapkan kata 'masuk'. Wajah kedua pasangan itu terlihat dipenuhi kebahagian, sehingga mudah bagi keduanya mengukir senyum di wajah saat Galen masuk.

"Galen." Suara penuh wibawa Sang Raja terdengar lebih santai pagi ini. "Bagaimana persiapan Arka dan Arsya?"

"Semua berjalan lancar dan sesuai rencana." Galen menjawab setelah memberikan penghormatan pada Sang Raja dan Ratu. "Maiza dan Carnell membantu serta memastikan keduanya bersiap untuk melakukan segalanya sesuai jadwal."

"Maiza sudah kembali bekerja?" Kekhawatiran terdengar jelas pada suara sang Ratu. Selain karena Maiza memang saudara sepersusuan Arka. Fakta bahwa Maiza sempat mengalami masa kritis dan hampir kehilangan nyawa demi melindungi Arsya, membuat Ratu Athreya ikut mengkhawatirkan kondisinya.

Galen menganggukkan kepala. "Dokter telah mengizinkan nya keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu. Meskipun dokter telah memintanya banyak beristirahat. Anak itu tidak bisa tinggal diam di tempat tidur nya. Selain itu, ini adalah hari special bagi kerajaan Chartreuse. Jadi saya tidak dapat mendebat argument nya untuk bekerja demi kerajaan ini."

Anggukan Raja Audric adalah tanda bahwa Sang Raja mengakui loyalitas Maiza. Hal itu membuat rasa bangga terpancar dari wajah Galen. Karena memang, seperti hal nya pangeran Arka. Sang Raja juga memiliki sifat yang tidak mudah percaya pada seseorang. Pengakuan akan loyalitas yang dimiliki Maiza adalah bukti bahwa sang Raja mulai percaya pada Maiza.

"Berikan laporan yang kamu bawa dan segera bersiaplah." Dengan dagu nya, Sang Raja menunjuk map biru tebal dengan logo kerajaan yang ada di tangan Galen. "Aku yakin Arka dan Arsya ingin kamu ikut hadir di prosesi akad nikah mereka."

Untuk sesaat kaki Galen terasa berat untuk digerakkan. Karena memang informasi yang ada di dalam folder biru di tangannya jauh lebih berat dari massa kertas yang memuat informasi itu. Jika sang Raja memilih untuk membacanya saat ini juga. Galen yakin bahwa informasi itu akan membebani pikiran Raja Audric dan Ratu Athreya di hari yang berbahagia ini. 

Namun Galen tidak punya pilihan lain, selain menjalankan tugasnya. Galen hanya bisa berharap agar Raja Audric memutuskan untuk menunda niatnya menelusuri isi dari folder biru itu. Karena itulah Galen mengetuk kamar sang Raja lima  menit sebelum pasangan berbahagia itu berangkat ke acara akad nikah Arka dan Arsya. 

Seiring dengan suara derap sepatunya yang tetap terdengar kuat meski usia Galen tidak bisa dibilang muda. Galen berdo'a agar kebahagian kedua pasangan di depannya itu tidak berkurang.

"Laporan ini berisi informasi kegiatan Pangeran Arka dan nona Arsya selama dua minggu ini. Termasuk laporan aktivitas nona Arsya selama di perpustakaan nasional." Dengan sengaja Galen memberikan gambaran isi informasi yang dibawanya, dengan harapan dapat mengurangi rasa pensaran sang Raja.

"Mengenai Kayla?" Sang Raja bertanya sambil mengetuk-ketuk folder di tangannya. Untuk saat ini Raja Audric belum terlihat berniat membukanya.

"Baik 'informan' yang kita minta untuk mencari fakta, maupun Carnell belum mendapatkan informasi yang berarti."

Raja Audric membiarkan keheningan terjadi di dalam kamar nya yang begitu luas dengan tetap mengetuk-ketukan jari ke folder tebal itu. Keheningan yang terjadi hanya selama beberapa saat tapi membuat Galen merasa tegang seiring detak jarum jam klasik yang berada di ruangan itu.

"Ini adalah hari special, Audric." Ratu Athreya bersuara saat Raja Audric hendak membuka folder yang diserahkan Galen padanya. "Dan aku sudah tidak sabar melihat menantuku dalam balutan gaun pengantin. Jadi bisakah kamu berhenti mencemaskan sesuatu untuk hari ini saja?"

Pandangan penuh kasih yang diarahkan sang Raja pada Ratu Athreya diikuti oleh anggukan dan senyum di wajahnya.

"Kamu benar. Aku bisa memeriksa ini besok."

Kelegaan akhirnya dapat dirasakan Galen saat Raja Audric beranjak menuju meja kecil samping tempat tidur. Meski informasi itu bisa dipastikan seperti bom waktu yang menunggu saat Raja Audric membacanya. Tapi paling tidak bom itu kini telah tersimpan di laci samping tempat tidur sang Raja. Sehingga bom itu tidak akan menghancurkan hari bahagia untuk sebagian besar rakyat dan anggota keluarga kerajaan Chartreuse.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

CHARTREUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang