3. Dream

2.3K 275 1
                                    

"Lo kalau belajar yang serius dong, nanti ga bisa jawab loh pas ulangan"

"Ngapain sih belajar terus? Supaya ulangan dapet nilai gede? Toh semuanya itu ga nentuin masa depan"

Rassya terdiam mendengar penuturan dari seorang lelaki yang duduk di depannya itu dengan santai. Matanya menatap setiap gerak gerik yang dilakukan pria itu, tanpa sedikitpun yang terlewat.

Benar, nilai tak pernah menentukan masa depan, yang menentukannya adalah tekad dan ambisi untuk menggapai masa depan yang cerah.

Lelaki di depannya Rassya mengulurkan tangannya ke depan, seolah olah ingin mengajak Rassya. Tanpa basa basi Rassya menggenggam tangan tersebut dan memegangnya erat.

Dingin dan kaku ia rasakan ketika bersentuhan dengan lelaki di depannya itu.

Warna sekitar Rassya seketika menggelap, tak ada sedikitpun warna. Yang ada hanyalah monokrom. Tangan yang ia genggam perlahan memudar layaknya abu yang tertiup air.

Jantungnya tiba tiba berdetak dengan kencang, nafasnya menggebu gebu seraya matanya yang tak berhenti mengeluarkan air. Aneh, ini terjadi secara tiba tiba ketika suasana menjadi cekam dan monokrom.

Rasa takut dan bersalah menyelimuti dirinya dengan kuat, seolah tak ingin melepaskan tubuh Rassya yang kini tengah lemas.

Sebuah sentuhan lembut tiba tiba ia rasakan di pucuk kepalanya. Sentuhan yang dapat menenangkan dirinya secara menyeluruh. Sentuhan yang ingin sekali dirasanya sedari dulu.

Cahaya putih tiba tiba datang dari arah depan. Nampak cahaya itu terbang mengelilingi Rassya dengan perlahan, layaknya ikan yang begitu tenang berlayar di dalam air.

"Sya.."

Rassya terbangun ketika mendengar suara perempuan bercahaya tadi. Suaranya sangat familiar di telinganya, namun ia tak ingat siapa pemilik suara tersebut.

Keringat bercucuran di area wajahnya, baru kali ini ia bermimpi bertemu dengan sosok perempuan bercahaya tadi. Ia bahkan sampai merinding dibuatnya.

"Gw mimpi apaan..."

Rassya mencari ponselnya yang ia letakkan di nakas seberang kasur miliknya. Matanya melebar ketika melihat jam yang tertera di ponselnya itu.

"Sialan, baru jam tiga pagi"

Tenggorokannya seketika kering, ingin dibasahi dengan air segera. Tak ingin berlama lama, Rassya langsung turun dari kasurnya dan pergi keluar kamarnya.

Suasana yang gelap dan sunyi tak sedikitpun membuat bulu kuduk Rassya berdiri, lantaran ia sudah biasa untuk keluar gelap gelap seperti ini.

Di rumah tingkat yang tak terlalu besar ini hanya ada dia, papa dan mamanya, tak jarang jika rumah sepi, apalagi waktu menunjukkan jam tiga pagi. Wajar saja bukan.

Perlahan ia turun dari tangga guna menuju dapur untuk mengambil air segelas. Telinganya menangkap suara gaduh yang sudah lama tak ia dengar.

"Papa kemarin ngapain sama dia?!"

"Terserah papa dong! Kamu gausah ikut campur"

Mood Rassya seketika down. Baru saja ia tenang selama kurang lebih satu minggu, malah mendengar hal yang ia benci ini lagi.

Seperti biasa, mama dan papanya pasti akan bertengkar, mau masalah kecil ataupun besar. Namun untung saja Rassya cuek dan tak terlalu ikut campur, toh dia tak peduli.

Suara barang jatuh dan pecah menghiasi telinganya. Walau seperti itu, Rassya masih saja betah untuk minum di dapur, enggan untuk membawa gelas ke kamarnya.

She Give Me Love✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang