Satu kata buat cerita ini?
***
Suasana di meja makan tampak riuh diisi oleh gelak tawa seluruh anggota keluarga. Kecuali gadis bermata sendu yang hanya bisa diam mendengar obrolan seru dari anggota keluarganya.
Tafia seakan tidak dianggap ada oleh mereka.
"Emang nanti kamu pengen kuliah dimana Sayang?" tanya sang papa kepada Ririn.
Ririn mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk, berpikir. "Hmmm, kemana ya?"
"Oxford, Harvard, apa Al-Azhar Kairo?"
"Aku bingung, Pa."
Tafia merunduk, melahap makanannya dengan hati tersayat. Karena tidak mendapat perlakuan yang sama seperti saudara tirinya.
Mama Ria, yang menyadari kecemburuan Tafia pun menyela. "Emang kamu betah kuliah di luar negeri? Belajar aja malas-malasan, mending Tafia aja tuh yang dikuliahin," tunjuk mama Ria ke arah Tafia dengan dagunya.
"Tafia nggak pengen kuliah," sela papanya cepat, tampak tidak suka.
Tafia menoleh ke arah papanya sambil terperangah.
Mama Ria menghela napas. "Tafia itu cerdas, selalu dapat ranking pertama di kelas."
"Ranking pertama hasil nyontek!" cibir Ririn sambil memutar bola matanya malas.
"Kamu itu yang suka nyontek Tafia."
Tafia yang dibicarakan hanya diam saja. Membuat mama Ria semakin iba. Andai saja beliau tidak disibukkan dengan berbagai pekerjaan kantor yang padat. Mama Ria ingin sekali memberi perhatian lebih kepada Tafia.
"Udah, ah, Ririn mau berangkat." Ririn meneguk segelas susu kemudian menarik tas sekolah dan melangkah pergi meninggalkan meja makan.
"Rin!" teriak mamanya membuat langkah gadis itu terhenti.
"Sekali-kali dong ajak Tafia berangkat bareng."
"Males!" jawab Ririn sewot.
Mama Ria merasa kecewa. "Ririn, ya ampun, please ...."
"Tafia udah biasa naik angkot," jawab papa Tafia.
Tafia meneguk susunya kemudian beranjak dari duduk. "Iya, Ma, Tafia naik angkot aja."
Tafia mencium tangan papa dan mamanya, kemudian mengambil uang 15 ribu yang sudah disiapkan papanya di meja makan.
Sebenarnya masih ada dua mobil di garasi. Namun, akan dipakai mama dan papanya bekerja di kantor. Dengan tujuan yang berbeda. Dengan sopir pribadi yang berbeda pula.
***
"Wah-wah, kalian berdua ngingkarin janji," ucap Def kesal sambil menghisap sebatang rokok yang terselip di sela-sela jemarinya. "Cewek yang kalian bawa tadi malem ternyata bukan pacar kalian, elah!"
Gavin dan Raffa yang baru saja masuk ke dalam kelas hanya memasang ekspresi datar.
"Pokoknya gue nggak mau tahu, kalian berdua harus nembak cewek sekarang juga!" Def menyemburkan asap rokoknya ke udara.
"Ogah!"
"Hey, ini perintah dari majikan!"
Raffa mentoyor dahi Def, kemudian berjalan santai menuju ke bangkunya. "Nggak ada ceritanya seorang babu disuruh majikannya buat nembak cewek. Namanya babu itu ya kerjanya bantu-bantu, kayak nyapu, nyuci, ngepel. Ngepel wajah lo yang nggak ada akhlak itu contohnya," sindirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFIA'S TEARS
Teen FictionHidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri yang kerap membully-nya. Sampai pada akhirnya tiga cowok badboy di sekolah menjadikan Tafia sebagai...