Altoya FC berhasil memenangkan laga dengan score tipis 2-1. Rijal memborong dua goal, berkat aksi kerja samanya dengan Gavin.
Mereka akan pulang menaikki bus. Namun, beberapa anak meminta waktu sebentar membeli oleh-oleh untuk keluarga. Pumpung banyak penjual cemilan di sekitar stadion sumpah pemuda. Adapula pedagang kaki lima yang menjual baju dan cinderamata.
Rijal membeli banyak dodol, dan kerupuk kemplang. Rifki membeli beberapa bungkus besar kripik singkong dan juga klanting. Sementara Gavin hanya mengekor di belakang tanpa membeli apa-apa. Ia tidak membawa uang sama sekali.
Cowok berwajah datar itu menatap ke arah penjual boneka yang berada di sebelah pedagang baju. Ada berbagai macam boneka lucu yang dipajang. Dari mulai boneka monyet, sapi, kelinci, serta boneka beruang berukuran besar.
Gavin tersenyum getir. Besok ulang tahun Tafia. Ia masih belum punya kado untuk dihadiahkan kepada gadis itu.
Sebenarnya ia bisa saja meminjam uang kepada Rijal atau Rifki untuk membeli salah satu boneka tersebut. Namun, Gavin mengurungkan niatnya. Ia sudah sangat sering menyusahkan mereka.
Mereka pasti tidak akan membiarkan Gavin berhutang. Justru, malah dengan suka rela membelikan boneka, tanpa perlu membayarnya. Itulah yang membuat cowok berhidung mancung tersebut tidak mau meminta tolong kepada mereka. Ia sudah terlalu menyusahkan.
Gavin menghela napas berat. Hanya bisa mengelus-elus boneka beruang berukuran besar yang ingin sekali ia dapatkan. Bandrol harganya lumayan mahal.
Saat cowok itu berbalik badan untuk menyusul teman-temannya. Ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya. Gavin terkejut melihat sosok memakai hoodie toska yang tersenyum tengil ke arahnya.
"Ngapain lo di sini?" tanya Gavin sambil menaikkan sebelah alis.
"Gue baru nonton lo main."
"Kok nggak gabung sama anak-anak Alister?"
"Gue kan udah nggak gabung sama geng Alister. Jadi, gue nonton di tribun sebelah utara," jelas Def sambil menghisap rokok di tangannya.
"Lagian kenapa sih lo keluar?" tanya Gavin sedikit kesal.
"Males aja, gue pengen taubat." Def menyibak poninya yang sedikit berantakan. "Owh, ya lo pengen beli boneka?"
"Nggak!" jawab Gavin ketus. "Cuma lihat-lihat aja."
"Hadeuh ayo lah, nggak usah bohong. Ambil aja boneka yang lo mau." Def menarik tangan Gavin, untuk kembali ke tenda penjual boneka. "Lo mau beliin buat Tafia, kan?"
Gavin benci berada di posisi seperti ini. Kemiskinannya selalu menyusahkan teman-temannya.
"Boneka yang besar ini, Vin?" tanya Def sambil memegangi boneka yang dilihat Gavin tadi.
"Def, gue nggak berminat beli." Gavin menggeleng-gelengkan kepala.
"Pak, yang ini berapa?" teriak Def kepada si penjual.
Gavin menghela napas kasar. Kemudian buru-buru mengambil boneka taddy bear kecil yang memegang bantal berbentuk hati. "Udah ini aja yang kecil, gue kasih Aisya."
"Elah, yang gede sekalian napa?" Def melirik ke arah Gavin sambil mengeluarkan dompetnya.
"Def tolong, jangan hambur-hamburin duit lo buat bantu gue." Gavin memasang wajah memelas.
"Lo ngomong kayak gitu lagi, gue bunuh Vin!" Def melotot.
"Hufft! Udah ini aja nggak pa-pa. Aisya suka yang kecil-kecil." Gavin memasukan boneka kecil itu ke dalam tas ranselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFIA'S TEARS
Fiksi RemajaHidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri yang kerap membully-nya. Sampai pada akhirnya tiga cowok badboy di sekolah menjadikan Tafia sebagai...