Tafia menitikan air mata saat wajahnya di rias oleh mama Ria. Kini dirinya sudah memakai kebaya berwarna maroon dengan bawahan kain jarik khas adat jawa.
"Ini adalah hari bahagia kamu, kenapa kamu malah nangis?" Mama Ria tampak curiga.
Gadis itu menggeleng pelan. "Tafia hanya terharu, Ma. Karena akhirnya Brian datang melamar bersama keluarganya."
Mama Ria tersenyum. "Cepat nikah, mama pengen punya cucu."
Tafia memejamkan mata. Hatinya semakin tergerus ketika mendengar kata-kata pernikahan.
"Dah, selesai!" ucap mama Ria setelah berhasil mengoleskan lip-glos anna sui ke bibir mungilnya. "Ayo keluar, keluarga Brian sudah menunggu."
"Mama duluan aja, nanti Tafia nyusul," jawab Tafia dengan suara serak. Pandangannya masih menyorot ke depan. Mengamati pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.
"Kenapa?"
"Tafia mau ke toilet bentar."
Mama Ria menaikkan sebelah alis. Sedikit curiga. "Hmm, oke buruan, ya. Jangan nangis lagi, nanti make-upnya luntur."
Tafia mengangguk dengan tatapan lurus ke depan. Beberapa menit kemudian setelah terdengar bunyi pintu kamar yang tertutup, karena mama Ria sudah keluar, Tafia menghela napas lega.
Gadis itu beranjak dari duduk. Buru-buru mengambil beberapa pakaian di dalam lemari dan ia masukkan ke dalam tas ransel. Tak lupa juga ia memasukkan boneka kecil pemberian Gavin. Serta foto almarhumah ibunya yang mulai memudar.
Tafia membuka pintu balkon kamar. Udara dingin langsung menerpa kulit halusnya, tapi tak mengurungkan niat gadis itu untuk kabur dari rumah.
Dia sudah menyiapkan tangga untuk turun. Untung saja, Def pernah mengajarinya kabur lewat balkon kamar saat masih sekolah.
Ia tampak berhati-hati menuruni tangga, karena jarik yang ia kenakan begitu ketat. Setelah berhasil gadis itu buru-buru berlari keluar dari rumah. Mengendap-endap melewati taman yang sedikit gelap, hanya ada lampu bulat yang temaram disamping air mancur di pinggir kolam.
Tafia mengambil ponselnya dan menelpon seseorang setelah keluar dari gerbang rumah. Beberapa menit kemudian, seorang cowok yang mengendarai montor matic datang menjemputnya.
"Ayo!"
Gadis itu langsung buru-buru naik meninggalkan rumah megah yang sedang menggelar acara sakral untuk dirinya.
***
"Kita mau kemana?" tanya Def melajukan kendaraannya membelah jalan raya.
"Planet venus." Tafia berceletuk asal, suaranya sedikit tertelan bunyi kenalpot motor.
Def tersenyum sinis, menarik gas motornya begitu kencang. Membuat gadis itu terpaksa melingkarkan tangannya ke pinggang Def. "Pelan-pelan, Def!"
Def terkekeh, meliak-liukan motornya di tengah jalan raya yang padat merayap. Membuat beberapa mobil membunyikan klakson karena aksi membahayakan Def saat menyalip beberapa mobil sekaligus.
"Def, hati-hati!" teriak Tafia saat cowok itu menerobos lampu merah.
Cowok itu tertawa karena merasa puas dengan apa yang dia lakukan. Ia memelankan laju motornya sejenak, kemudian kembali menarik gasnya lagi dengan kecapatan penuh. Membuat Tafia berteriak ketakutan.
Beberapa menit kemudian cowok itu membelokkan motornya ke sebuah kedai kopi yang ramai pengunjung. Sang pemilik menyediakan sebuah layar tancap besar bagi para pengunjung yang ingin menonton pertandingan timnas Indonesia.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFIA'S TEARS
Fiksi RemajaHidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri yang kerap membully-nya. Sampai pada akhirnya tiga cowok badboy di sekolah menjadikan Tafia sebagai...