Hay, apa kabar. Siapa nih yang rindu sama cerita ini?
Siapin tissue buat baca part ini wkwk
Happy reading!
***
Tafia melangkah begitu tenang di tengah-tengah euforia, sesekali seragam putihnya disemprot dengan pilox warna oleh beberapa siswa. Langkahnya terhenti, ketika beberapa murid ingin bertukar tanda tangan pada seragamnya sebagai tanda bahwa mereka pernah saling mengenal saat sekolah.
Gadis itu menyunggingkan seulas senyum sambil mengembalikan spidol, lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju ke arah gerombolan cowok urakan di ujung sana.
Raffa dan Rifki yang sedang asyik coret-coretan bersama para alumni geng Alister, langsung menoleh setelah Tafia datang.
Rifki yang wajah dan rambutnya sudah berlumuran dengan cat warna mengambil spidol, menandatangani seragam Tafia di bagian punggung. "Gantian punya gue."
Tafia sempat kebingungan mencari celah kosong saat memberi tanda tangan di seragam Rifki yang hampir penuh.
Kemudian hal serupa juga dia lakukan kepada Raffa dan anggota geng Alister yang lain. Termasuk Aliqa yang tidak mau jauh-jauh dari Raffa. Suasana semakin pecah, semua murid tertawa bahagia dengan seragam yang berlumuran pilox warna serta coretan tanda tangan.
"Sayang banget, nggak ada tanda tangan Gavin, Def, dan Rijal di seragam gue," ujar Raffa sedikit kecewa.
"Aku sudah melalui Ujian Nasional dengan nilai sempurna. Sekarang aku mau menagih janji, seperti apa wajah pacar Gavin sekarang?" pinta Tafia dengan wajah datar.
Raffa menaikkan sebelah alis. "Gue nggak punya fotonya."
"Katamu punya." Tafia mendengkus.
"Udahlah, lo nggak perlu kepo tentang kehidupan Gavin. Hal itu hanya akan membuat lo susah move on."
"Aku hanya ingin memastikan bahwa Gavin bersama perempuan yang tepat."
"Dan, itu nggak penting." Raffa terkekeh, kemudian berjingkrak-jingkrak ria bersama teman-temannya, sambil menyemprotkan pilox ke sembarang arah. Termasuk ke wajah Tafia.
Tafia mendengkus, kemudian menjauh dari gerombolan itu. Sekujur tubuhnya sudah dipenuhi dengan cat warna-warni.
"Hey Tafia, lo nggak ikut pawai keliling kota?" tanya salah seorang siswa.
Tafia menoleh ke belakang, kemudian menggeleng pelan. "Aku mau pulang aja, takut ditangkap polisi."
"Cemen!"
Gadis mungil itu tak menggubris ucapan cowok tersebut. Kembali melangkah dengan wajah kecewa karena tidak mendapatkan info dari Raffa, siapa pacar Gavin sekarang.
Pandangan Tafia sempat menyorot ke arah Ririn yang tengah menelpon seseorang di tengah euforia. Adik tirinya itu mungkin tidak berminat memberi tanda tangan pada seragamnya, sehingga ia memutuskan untuk langsung pergi saja.
Di depan gerbang sekolah terlihat banyak sekali anak SMA Tunas Bangsa yang memenuhi ruas jalan. Sepertinya mereka menunggu anak-anak SMA Mandiri keluar, mengajak mereka pawai bersama.
Hubungan Tunas Bangsa dan Mandiri kini memang mulai membaik. Setelah posisi Raffa sebagai ketua geng Alister dari SMA Mandiri digantikan oleh adik kelasnya bernama Aldi. Kebetulan Aldi adalah teman baik ketua geng Evos dari SMA Tunas Bangsa sekarang.
Tampak banyak murid yang berboncengan dengan sang pacar. Brian berada di dalam rombongan, tapi jok motornya kosong tanpa boncengan.
"Tafia!" panggilnya setelah melihat kemunculan gadis cantik itu. Ia buru-buru turun dari motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFIA'S TEARS
Teen FictionHidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri yang kerap membully-nya. Sampai pada akhirnya tiga cowok badboy di sekolah menjadikan Tafia sebagai...