Part 61 : Rijal Masuk Timnas

6.3K 979 89
                                    

Dada Gavin berdebar-debar saat mendongak ke atas. Menatap ke arah lautan manusia yang memadati stadion. Bukan hanya pendukung kedua kubu yang datang, tapi seluruh pecinta sepak bola di seluruh kota Bandar Lampung, turut hadir memeriahkan pertandingan.

Gavin masih tidak menyangka dirinya bisa bermain dilaga final. Ia harus benar-benar berterimakasih kepada coach Agung, yang ternyata belum mencoret namanya dari susunan line up pemain. Sejak kemarin, cowok itu masih terdaftar sebagai pemain cadangan dari tim Altoya, walaupun tidak berada di bench pemain.

Coach Agung menghampiri Gavin yang ada di tribun pemain, membujuknya untuk ikut turun ke lapangan. Walaupun sempat menolak, akhirnya Gavin mengangguk karena teringat dengan keinginan sang ayah yang ingin sekali melihatnya bermain di laga final. Untung saja official pelatih sudah mempersiapkan seragam untuk Gavin.

Cowok itu menyunggingkan seulas senyum ketika tatapan matanya jatuh pada gadis yang selalu mendiami isi pikirannya. Tampak dari kejauhan, Tafia sedang melambai-lambaikan tangan ke arahnya. Meski di sebelahnya ada Brian, tapi ia yakin Tafia datang spesial untuk mendukung dirinya. Gavin menghela napas kasar kemudian berlari mengejar bola.

Altoya FC masih dalam keadaan tertekan. Tertinggal dua goal, ditambah gempuran dari tim Ardiles yang tidak ada habisnya.

Rifki berhasil mendapatkan bola, cowok itu langsung mengoperkannya ke arah Rijal. Rijal hendak mengoper ke arah rekan satu timnya, namun ia batalkan.

Gavin menghembuskan napas kasar, karena Rijal tidak mau mengoper ke arahnya. Para penonton mendengkus sebal, karena Rijal kembali kehilangan bola.

Beberapa menit berlalu, Rijal masih tidak sudi mengoperkannya ke arah Gavin. Meski Gavin berada di tempat yang cukup kosong. Sering kali cowok itu kehilangan bola karena pemain-pemain Ardiles mengepung Rijal dengan 3 pemain sekaligus. Strategi yang sangat cerdik untuk mematikan lawan, karena mereka tahu Rijal adalah ujung tombak Altoya FC.

Gavin membungkuk dengan napas tersengal-sengal. Bulir-bulir keringat membasahi wajah tampannya. Pasukan geng Alister terlihat cemas. Tafia menggigit jari telunjuknya. Raffi, ayah Gavin terdiam dengan wajah datar.

Rijal dilanggar dengan keras oleh pemain lawan. Cowok itu meringis kesakitan. Tim medis datang untuk melakukan penanganan. Kaki Rijal terkilir, sepertinya harus diganti. Namun, dengan tegas cowok itu menolak.

Rijal menangis karena kakinya sakit sekali untuk digerakkan. Namun, ia tetap keukeuh tidak mau diganti. Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Rijal bisa berdiri lagi dengan langkah terpincang-pincang. "Gue nggak pa-pa. Kita harus tetap berjuang, untuk merebut gelar juara!" teriaknya menyemangati teman-temannya.

Tetap saja, para pemain Altoya FC masih terlihat cemas. Karena pemain andalan mereka mengalami masalah. Tidak sadar bahwa mereka masih punya satu pemain kunci yang selalu diabaikan.

Pertandingan kembali di lanjutkan. Poros pemain Altoya FC masih berpusat ke arah Rijal, bola yang mereka alirkan terus mengarah ke arah Rijal. Meski cowok itu dijaga oleh banyak pemain.

Rijal terjatuh saat menggiring bola, karena kakinya masih sedikit sakit diajak berlari. Wajahnya kotor dipenuhi dengan tanah, tapi cowok itu tetap mencoba bangkit. Dengan terseok-seok merebut bola itu kembali. Rijal langsung mengoperkan bola itu ke arah Rifki.

Namun, dipotong langsung oleh seseorang. Bukan pemain musuh, melainkan seorang pemain bernomor punggung sembilan belas.

Semua penonton bersorak, ketika Gavin menggiring bola dengan lihainya, mengelabui beberapa pemain hingga saling bertabrakan. Cowok itu begitu lincah, membuat pertahan lawan kocar-kacir.

Sendirian Gavin di sana. Di tribun penonton ayahnya langsung berdiri dengan wajah takjub, melihat skill luar biasa dari sang putra. Para penonton menahan napas, ketika Gavin melepaskan satu tendangan.

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang