Part 68 : Hari Kelulusan

6.3K 933 164
                                    

Jangan lupa vote dan commentnya.

***

Beberapa bulan kemudian...

Sore ini di ruang aula SMA Mandiri mengadakan nobar pertandingan timnas Indonesia. Sorot layar proyektor yang diarahkan ke dinding menampilkan live streaming pertandingan sepak bola pada salah satu stasiun televisi. Semuanya tampak antusias, termasuk para guru, dan pasukan geng Alister.

Mereka sudah tidak sabar melihat wajah Rizaldy Alaska, atau kerap disapa Rijal tampil dilayar kaca. Membela negara Indonesia. Tafia turut hadir di dalam ruangan itu. Barangkali dengan menonton aksi Rijal bisa sedikit mengobati rasa rindunya kepada Gavin.

Kata teman-temannya, Gavin ke Jakarta untuk menimba ilmu di salah satu sekolah sepak bola ternama di Jakarta. Mengingat kehebatannya dalam bermain bola, Tafia yakin suatu saat nanti Gavin akan mengenakan jersey kebanggaan merah-putih, sama seperti Rijal.

Tafia melirik ke arah gerombolan yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Tampak di sana duduk inti Alister yang hanya tersisa dua anggota, Raffa dan Rifki. Di sebelahnya ada Aliqa yang menatap layar proyektor dengan wajah serius. Ya, Raffa akhirnya balikan dengan mantan pacarnya.

Tafia merasa senang, karena rencana Gavin dan Def untuk menyatukan Raffa dan Aliqa berhasil. Pandangannya kembali beralih ke arah layar ketika semua orang berteriak histeris karena wajah tampan Rijal tersorot kamera. Sesisi ruang aula langsung bertepuk tangan, karena bangga melihat teman mereka turut serta membela negara Indonesia dalam turnamen Internasional.

Pertandingan berjalan cukup alot. Permainan menakjubkan timnas Indonesia mampu dibendung oleh pemain lawan. Tafia menggigit jari telunjuk ketika Rijal berulang kali membahayakan gawang lawan.

Namun, hingga pluit berakhirnya pertandingan. Kedudukan masih tetap bertahan imbang, kosong-kosong. Pertandingan pun dilanjutkan dengan babak adu penalty. Indonesia harus menang agar bisa lolos ke putaran final.

Penendang pertama Egy Maulana Fikri berhasil mencetak goal. Membuat senyum di bibir Tafia mengembang. Namun sayang, penendang kedua gagal karena tendangannya berhasil ditepis oleh penjaga gawang Thailand.

"Astaga Rizaldy Alaska ganteng banget!" Banyak siswi-siswi yang terlonjak girang ketika wajah tampan Rijal tersorot kamera.

Tafia mengigit ujung jarinya, cemas. Melihat Rijal menjadi eksekutor penalty berikutnya timnas Indonesia. Seluruh harapan masyarakat Indonesia berada di pundaknya. Suasana di dalam ruang aula itu mendadak hening. Ketegangan begitu terasa.

Semua penonton dari Sabang sampai Merauke melafazkan doa. Semoga Rijal sukses menceploskan bola ke dalam gawang. Beban berat berada di pundaknya.

Detak jantung semua penonton bergemuruh saat wajah tampan Rijal yang penuh keringat terzoom kamera. Tatapan Rijal menyorot tajam, menghembuskan napas kasar sambil menyibak rambut pony yang dipirang warna kuning.

Semua orang yang berada di dalam aula menahan napas ketika Rijal mulai mengambil ancang-ancang.

"Rizaldy Alaska do'a dari seluruh rakyat Indonesia akan selalu kita panjatkan. Tendangan penentuan untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari kekalahan," ucap komentator televisi membuat suasana semakin menegang.

Satu...

Dua...

Tiga...

Bam!!!

"Owh sayang sekali pemirsa, Rizaldy Alaska gagal mengeksekusi pinalty. Perjalanan timnas Indonesia harus berhenti sampai di sini. Meskipun begitu, kita tetap harus mengapresiasi perjuangan garuda muda kita." Bang Valentino Jebret tampak kecewa. Para pemain timnas yang tersorot kamera tampak bersedih. Bahkan, ada beberapa yang menangis, membuat para official pelatih harus turun ke lapangan menyemangati anak-anak didiknya.

Semua penonton yang berada di ruang aula tampak kecewa. Meskipun begitu, mereka tetap bangga karena salah satu teman sekolah mereka bisa masuk televisi, membela timnas Indonesia. SMA Mandiri ikut bangga dengan prestasi Rijal.

***

Tafia lagi-lagi menangis di dalam kamar. Teringat dengan dosa-dosanya kepada Gavin. Mungkin ini semua adalah hukuman bagi dirinya karena telah menyia-nyiakan Gavin.

Ia menyesal karena pernah menyakiti Gavin. Tidak menghargai ketulusan Gavin. Padahal cowok itu benar-benar tulus menyayangi dan mencintainya.

Sekarang Gavin benar-benar menyerah. Pergi dan menghilang dari hidupnya, bersama dengan sejuta kenangan indah yang pernah tercipta.

Cowok itu lagi-lagi kembali berkorban untuk dirinya. Dan, pengorbanan terakhir Gavin adalah pergi dari hidup Tafia. Gavin memilih gugur sebelum mekar dihinggapi kupu-kupu.

Gemuruh suara petir terdengar beberapa kali, mengiringi hujan lebat yang sejak sore tadi tidak mau berhenti. Tafia beranjak dari ranjang, kemudian membuka gorden jendela. Langsung disambut dengan kilatan petir yang menyambar dari luar.

Matanya menyorot sendu ke arah pepohonan yang dibasahi oleh hujan. Pandangan Tafia beralih ke arah langit gelap tanpa bintang, apalagi bulan.

Dalam hati gadis mungil itu bergumam. "Planet Venus apakah kamu tahu, bunga Camelia-mu sudah layu dan hampir mati karena kehilanganmu. Kenapa kamu menghilang, kenapa kamu pergi meninggalkan bumi yang kejam ini tanpa membawaku?"

Ponselnya yang berada di atas nakas tiba-tiba menyala. Ada satu pesan masuk dari seseorag. Tafia melangkah untuk mengambil benda pipih tersebut.

Matanya membulat, tubuhnya langsung melemas setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Raffa. Android pintar itu terjatuh dari genggaman.

'Gavin udah punya pacar di sana, dia hidup bahagia. Kata dia, lo nggak perlu kepo lagi dengan kehidupannya. Dia udah melupakan lo untuk selama-lamanya'

Begitulah pesan yang dikirim oleh Raffa beberapa menit yang lalu. Tafia masih membeku sambil terperangah. Setetes air matanya terjatuh bersama kilatan petir yang menerobos kaca jendela.

***

Waktu berjalan begitu cepat. Hingga pada akhirnya pengumuman kelulusan tiba. Semua murid kelas 12 SMA Mandiri  sudah berkumpul di lapangan dengan perasaan yang campur aduk. Cemas, khawatir, takut, dan was-was.

Maka, ketika kepala sekolah memberi pengumuman lewat mikrofon bahwa seluruh murid kelas 12 SMA Mandiri dinyatakan lulus 100℅. Sontak, mereka semua langsung terlonjak girang sambil berpelukan satu sama lain. Lapangan utama dipenuhi dengan suasana haru. Saling mengucapkan terimakasih atas dedikasi selama tiga tahun ini. Terimakasih untuk kekompakan dan solidaritas yang telah dibangun. Pecahlah suasana suka cita.

Beberapa siswa sudah menyimpan pilox dalam tas mereka untuk memulai acara coretan, saling bertukar tanda tangan, menggambar love, nama, serta julukan waktu di sekolah. Salah satu cara untuk melekatkan identitas dan meninggalkan bekas sederhana yang akan menjadi kenangan lucu beberapa tahun ke depan.

Pesta perayaan kelulusan semakin meriah. Ketika langit menurunkan rintik-rintik hujan yang perlahan semakin deras. Seolah semesta ikut tertawa pada hari kelulusan mereka.

Pada detik itu juga Tafia tersenyum. Pikirannya secara otomatis mengingat wajah tampan seseorang yang seharusnya ikut lulus bersamanya hari ini. Seseorang yang telah menghiasi masa sekolahnya menjadi lebih berwarna walaupun dia harus putus sekolah dan pergi. Seseorang yang menyimpan sebagian kenangannya sewaktu SMA. Pernah menjadi bahagia terindahnya. Meski mereka harus berpisah, setidaknya keduanya pernah tertawa dalam momen yang sama.

Walaupun Tafia selama ini terlihat kuat dan tegar, bersikap biasa saja seolah dirinya tidak terusik setelah berpisah dengan Gavin. Namun, di dalam hatinya masih tersimpan dengan rapi kenangan indah yang pernah ia lalui bersama sang pujaan hati.

Tafia mendongak, menatap langit. Membiarkan rintik hujan membasahi wajah yang terbungkus oleh kerudung. Perlahan, bibirnya bergerak membisikkan sesuatu. Pada udara, pada angin, pada hujan. "Selamat hari kelulusan Gavin."

Untuk seseorang yang aku sayangi, yang seharusnya lulus sekolah bersamaku hari ini.

Kamu mungkin nggak pernah bisa berikan aku semua

Lebih dari sekedar harapan yang hampa

Tetapi hatiku tidak akan pernah berpaling

Karena cinta telah meracuni nadiku

Bersambung...

Gimana, lanjut nggak?

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang