Semangat dong, jangan sedih. Sebentar lagi cerita ini sampai ending.
Yuk, bantu promosiin cerita ini, biar semakin banyak pembaca, syukur-syukur sampai di filmkan. Jadi kalian bisa melihat wujud Gavin, Tafia, Def, dan Raffa secara nyata.
Ajak semua teman-teman kalian buat ikut coba. Semangat!
Happy reading!
***
Tafia menjadi mahasiswi paling invisible di kampus. Bahkan anak-anak jurusan lain tidak pernah tahu ada seorang gadis mungil yang mendiami salah satu kelas jurusan komunikasi bernama Tafia.
Semenjak mendengar kabar bahwa Gavin sudah tiada. Tafia semakin menutup diri dari dunia. Gadis itu selalu saja menghilang ketika berada di keramaian. Tomy yang khawatir dengan keadaan sang putri akhirnya memasukkan Tafia ke jurusan komunikasi di sebuah Universitas ternama. Agar Tafia bisa berkomunikasi dengan baik.
Ia tidak punya teman. Hanya sebuah boneka beruang kecil seharga 25 ribuan yang ia simpan di dalam tas. Tafia selalu memeluknya ketika sedang istirahat di taman. Gadis itu tidak pernah lapar, disaat-saat teman-teman sekelasnya berbondong-bondong ke kantin setelah materi kelas yang disampaikan dosen selesai.
Semilir angin menyibak ujung hijabnya yang berwarna merah. Pandangan matanya terlihat sendu, menyorot ke depan. Memikirkan sesuatu.
Gadis itu begitu tersiksa karena takdir yang dihadapi. Senyuman yang seharusnya terlukis indah di bibirnya kini sudah dicuri oleh bumi.
Ketika pulang dari kampus, Tafia menyempatkan diri mampir ke sebuah sungai. Menatap dedaunan yang berjatuhan, terbawa arus air yang mengalir.
Ia menjatuhkan bokongnya di rerumputan, menatap air sungai yang mengalir sambil melamun. Memutar serangkaian ingatan yang masih tersimpan di memorinya. Tentang kebersamaannya bersama sang kekasih. Tentang cinta tulus cowok tersebut.
Tafia selalu berandai-andai, andaikan Gavin masih hidup. Ia pasti akan berjanji tidak akan pernah menyakiti. Asal cowok itu tidak pergi.
Setitik bulir bening menetes di pipinya. Menyesali apa yang sudah terjadi. Meski semuanya bukan salah Tafia sepenuhnya.
Terlihat siluet bayangan seorang cowok terpantul dari aliran sungai yang jernih. Gadis itu langsung menoleh ke belakang. Matanya mendelik melihat kehadiran cowok tampan tersebut.
Def tersenyum getir. Melihat keadaan Tafia yang memprihatinkan.
"Kamu sudah keluar dari panti rehabilitasi?"
Def menghela napas, kemudian duduk di sebelah gadis itu. Mengambil sebungkus rokok dari jaket, dan menyulutnya sebatang.
"Gue minta maaf karena nggak bisa jagain Gavin." Def menyemburkan asap rokoknya ke udara.
Tafia menggigit bibir. Lalu, menunduk sambil menyeka air matanya.
Def menatap wajah cantik Tafia yang terlihat pucat dan lesu. "Bukan lo saja yang tersiksa, tapi kami juga. Gue, Raffa, Rifki, bahkan Rijal yang sudah sukses dengan karirnya sebagai pemain sepak bola. Kita semua sama-sama terluka."
Tafia masih menunduk. Dengan bibir yang bergetar. "Aku rindu sama Gavin."
Def berdecak. Kemudian kembali menghisap batang rokoknya.
"Impian Gavin adalah menjadi pemain sepak bola terkenal, dan Rijal sudah mewujudkan mimpi itu. Impian Gavin adalah melihat sahabat-sahabatnya sukses, dan kami mencoba meraih kesukesan itu." Def terdiam beberapa detik. "Impian Gavin adalah membuat lo bahagia. Jadi, kalau lo sayang sama Gavin. Lo harus mewujudkan impiannya. Bikin diri lo bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFIA'S TEARS
Novela JuvenilHidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri yang kerap membully-nya. Sampai pada akhirnya tiga cowok badboy di sekolah menjadikan Tafia sebagai...