Part 74 : Nasib Gavin Sebenarnya

12.8K 1.1K 136
                                    

Weh, satu part lagi menuju Ending nih wkwk

Selamat membaca dan jangan lupa baca Al Qur'an.

***

Seorang cowok tampan berwajah muram
berdiri di pinggir lapangan, dengan jantung berdebar-debar. Ia akan menggantikan salah satu pemain andalan yang mengalami cidera.

Gavin menghela napas, ketika menginjakkan kakinya di atas rumput. Sedikit gerogi, melihat ribuan penonton yang memadati tribun stadion.

Sang pelatih yang berada di sebelahnya memberi interuksi. "Ini laga debutmu di Persib Bandung, tampilkan permainan yang terbaik. Buat para penonton terhibur dengan aksimu."

Gavin menjawabnya dengan anggukan, sang pelatih menepuk-nepuk bahunya kemudian kembali duduk di bangku cadangan.

Lagi-lagi hembusan panjang keluar dari hidung. Cowok itu memejamkan mata, mencoba menangkan pikiran.

"Keluar nomor punggung 7, Febry Hariyadi. Masuk nomor punggung 19, Gavin Alvino Frinzy," ucap operator pertandingan lewat pengeras suara.

Gavin langsung berlari menuju ke tengah lapangan, setelah berpelukan dengan Febry Hariyadi yang ditarik keluar karena mengalami cidera.

Darahnya berdesir hebat, ketika bunyi ketukan drum mulai terdengar, disusul nyanyian para suporter yang membakar semangat.

Gavin mengepalkan tangan, menguatkan mental di pertandingan besar yang juga disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi ternama di Indonesia.

"Ayah ... ibu ..., aku akhirnya berhasil meraih impian," gumamnya dalam hati.

Sudah hampir empat tahun menghilang tanpa kabar. Bahkan, keluarganya mengira dirinya sudah meninggal. Gavin baru bisa menelpon kedua orang tuanya beberapa hari kemarin. Ketika dirinya resmi di kontrak oleh klub raksasa asal Bandung.

Manajer klub, Raffi Ahmad, memberikan dirinya fasilitas mewah dan segala keperluan sehari-hari setelah Gavin sampai di kota Bandung. Artis ternama itu sedikit terenyuh mendengar cerita memilukan yang dialami Gavin selama empat tahun belakangan ini.

Gavin hidup menjadi gelandangan di ibukota Jakarta. Berkumpul bersama para anak jalanan yang tidur di bawah kolong jembatan selama bertahun-tahun. Menjadi pengamen, bahkan sampai mengemis untuk bertahan hidup.

Hidupnya terlantar setelah ditinggal oleh mas Ahmad yang membawanya ke Jakarta. Semua terjadi karena kesalahan Gavin sendiri yang bermain buruk di klub kecil yang dibela.

Mas Ahmad tidak pernah menjenguknya lagi di kos-kosan karena kecewa. Sehingga tidak ada yang memberi Gavin uang untuk makan. Hingga salah satu teman satu kosnya yang punya penyakit komplikasi usus meninggal dunia.

Hidup di tengah-tengah kesulitan membuat Gavin menderita dan depresi. Apalagi bayang-bayang teman satu kosnya yang meninggal terus menghantui. Ia terpaksa pergi dari kos-kosan karena sudah menunggak berbulan-bulan. Klub tempat ia bermain sudah mendepaknya.

Gavin sempat melamar kerja, tapi selalu ditolak karena tidak punya ijazah SMA. Akhirnya Gavin terpaksa menjadi gelandangan ibukota.

Tidur di bawah kolong jembatan, yang hanya beralaskan kardus bekas. Dengan menjadikan pengamen sebagai pekerjaan tetap untuk bertahan hidup. Sesekali Gavin dan para gelandangan yang lain juga memunguti sampah-sampah untuk mencari uang tambahan.

Sampai pada akhirnya, Gavin bertemu dengan pak Bonari yang diam-diam selalu mengamati Gavin bermain bola dengan kaleng bersama teman-temannya di pinggir jalan. Pria paruh bayah itu sedikit takjub dengan cara Gavin menggiring bola kaleng melewati teman-temannya di pinggir jalan. Hatinya kian tersentuh saat melihat anak itu aktif menunaikan solat di bawah kolong jembatan dengan khusyuk meski dengan baju yang lusuh.

TAFIA'S TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang